TUGAS PENELITIAN KUALITATIF

10:04 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

Metode Penelitian Kualitatif Oleh Iyan Afriani H.S. 17 Januari 2009. Akses tangal 14 Mei 2010. file:///F:/116-metode-penelitian-kualitatif

A. Pengantar
Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif. Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan metodologis. Masalah kuantitatif lebih umum memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun memiliki kedalaman bahasan yang tak terbatas.
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati
Komentar :
Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas pendekatan/desain penelitian apa yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan yang kuat dilihat dari sudut metodologi penelitian, disamping pemahaman hasil penelitian yang akan lebih proporsional apabila pembaca mengetahui pendekatan yang diterapkan.
Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian yang akan diterapkan. Tidak semua obyek dan masalah penelitian bisa didekati dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman pendekatan lain yang berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti tidak pas atau kurang sempurna dengan satu pendekatan maka pendekatan lain dapat digunakan, atau bahkan mungkin menggabungkannya. Metode Penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang dapat diamati oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu temuan yang mendalam. Data tidak berbentuk angka, lebih banyak berupa data tidak berbentuk angka, lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis bahkan bila perlu ditambah dengan dokumen baik itu berupa foto, gambar maupun catatan-catatan yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dengan demikian bahwa peneltian kualitatif adalah suatu penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam penelitian. Dengan menggunakan landasan teori dipergunakan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan data dan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. kualitatif.
MATERI DAN METODE PENELITIAN Oleh Yulia Agustus 2004. Akses Tanggal 14 Mei 2010. http://www.damandiri.or.id/file/yuliaistanahunair

Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berawal pada data dan bermuara pada kesimpulan ( Bungin, 2001: 18 ). Sasaran atau obyek penelitian dibatasi agar data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar penelitian ini tidak dimungkinkan adanya pelebaran obyek penelitian, oleh karena itu, maka kredibilitas dari peneliti sendiri menentukan kualitas dari penelitian ini ( Bungin, 2001:26). Penelitian ini juga menginterpretasikan atau menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh dari informan dilapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada .
Dalam penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian diskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi yang ada, Penulis mencoba menjabarkan kondisi konkrit dari obyek penelitian dan menghubungkan variabel - variabel dan selanjutnya akan dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian.
Memilih Lokasi Penelitian
Ada beberapa hal yang membuat peneliti tertarik dalam melakukan penelitian ini, diantaranya :
Pertama, adanya pemanfaatan terhadap potensi - potensi perempuan ketika menjelang
pemilihan umum oleh partai- partai politik untuk memperoleh suara mayoritas, disini perempuan seakan sebagai komiditas pada masa kampanye, karena ketika pada tahap penentuan dan penempatan calon anggota legislatif, proyeksi perempuan untuk jadi anggota legislaif, kurang jauh dari 30 %.
Kedua, peneliti adalah aktivis orgaisasi sosial kemasyarakatan di tingkat Wilayah Jawa Timur sejak tahun 1989, dan berkecimpung di organisasi politik sejak dua periode, sehingga sedikit memahami proses - proses politik pada organisasi politik di tingkat Jawa Timur
Ketiga, peneliti adalah pembina organisasi Pergerakan Partai Kebangkitan Bangsa Cabang Sidoarjo pada tahun 2000 - 2005, sehingga memahami betul kendala, hambatan dan ancaman - ancaman perempuan dalam berproses di dunia politik. Keempat, dalam dua periode pemilihan umum, peneliti telah dicalonkan oleh organisasi dengan proses - proses yang tidak seimbang antara laki- laki dan perempuan.
Tehnik Pemilihan Informan
Tehnik pemilihan informan merupakan cara menentukan sample yang dalam penelitian kualitatif disebut informan. Dalam penelitian kualitatif sample diambil secara purposive dengan maksud tidak harus mewakili seluruh populasi, sehingga sample memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang obyek penelitian. Apabila menggunakan wawancara sampel diambil dari beberapa kejadian, apabila menggunakan observasi. Apabila menggunakan tehnik dokumentasi, sample dapat berupa bahan-bahan dokumenter, prasasti, legenda, dan sebagainya Bungin, 2001:173).


Komentar :
Didalam penelitian kualitatif jenis data terdiri bias juga diambil dari data kasus, yaitu data yang hanya menjelaskan kasus - kasus tertentu, dalam arti, data kasus tersbut berlaku untuk kasus tersebut diatas serta tidak digeneralisasikan dengan kasus lain dengan jangkauan radius yang lebih luas, yakni berupa data kasus lebih luas dan komprehensif dalam menggambarkan sebuah obyek penelitian, selain itu juga data kasus mempunyai area yang luasnya tergantung pada seberapa besar penelitian kualitatif itu. Yang tidak kalah pentingnya bahwa data kasus memiliki batas - batas yang jelas satu dengan lainnya. Sehingga peneliti diatas hanya membatasi wilayah Jawa Timur sebagai wialayah penelitian dengan permasalahan mengenai “ Komitmen organisasi politik dalam meningkatkan partisipasi perempuan di lembaga legislatif Jawa Timur “.
Namun yang tidak kalah pentingya data juga dapat diperoleh melalui data pengalaman pribadi peneliti, sebagai bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu sebagai warga masyarakat tertentu yang menjadi obyek penelitian. Dengan data ini peneliti mendapatkan suatu pandangan dari dalam melalaui reaksi, tanggapan, interpretasi dan penglihatan para warga masyarakat sebagai obyek penelitian, langkah berikutnya dengan menggali informasi lebih mendalam untuk mendapatkan beberapa orang sampai dirasa cukup sebagai sampel dalam penelitian.
PENGUMPULAN DATA DALAM PENELITIAN KUALITATIF: WAWANCARA oleh : Imami Nur Rachmawati. Jurnal Penelitian Kualitatif. Akses tanggal 21 Mei 2010.

Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Perawat seringkali menganggap wawancara itu mudah karena dalam kesehariannya, perawat sering bercakap-cakap dengan kliennya untuk mendapatkan informasi penting. Kenyataannya tak semudah itu. Banyak peneliti mengalami kesulitan mewawancarai orang, karena orang cenderung menjawab dengan singkat. Apalagi budaya pada masyarakat Indonesia yang cenderung tidak terbiasa mengungkapkan perasaan mereka.
Wawancara pada penelitian kualitatif memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan wawancara lainnya seperti wawancara pada penerimaan pegawai baru, penerimaan mahasiswa baru, atau bahkan pada penelitian kuantitatif. Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal. Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar dari informal ke formal. Walaupun semua percakapan mempunyai aturan peralihan tertentu atau kendali oleh satu atau partisipan lainnya, aturan pada wawancara penelitian lebih ketat. Tidak seperti pada percakapan biasa, wawancara penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi dari satu sisi saja, oleh karena itu hubungan asimetris harus tampak. Peneliti cenderung mengarahkan wawancara pada penemuan perasaan, persepsi, dan pemikiran partisipan.
Komentar :.
Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh peneliti sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian peneliti akan mendapat informasi yang banyak dan informan tidak merasa sungkan-sungkan memberikan informasi yang sesungguhnya. Bahkan akan mendapatkan hasil informasi tesebut lebih mendalam karena peneliti sudah membaur dengan informan tersebut dan juga mereka beranggapan tidak dianggap secara resmi atau khawatir terhadap apa yang mereka berikan kepada peneliti.
Disamping ada beberapa hal juga yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal. Beberapa cara saat melakukan wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan yang sifatnya memilih salah satu, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum mendapatkan informasi yang mendalam, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan kontrol emosi negatif..
Metode Kualitatif http://www.candilaras.co.cc/2008/05/penelitian kualitatif. Akses Tanggal 22 Mei 2010.
Setiap penelitian baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif selalu berangkat dari masalah. Masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah penenliti berada dilapangan. Dalam penelitian kualitatif terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah yang dibawa oleh peneliti. Pertama, masalah yang dibawa oleh peneliti tetap sehingga tidak terjadi perubahan sampai akhir penelitian. Kedua,masalah yang dibawa peneltiti setelah memasuki penelitian berkembang permasalahan yang telah disiapkan sehingga terjadi perubahan. Ketiga, masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total sehingga harus diganti permasalahannya.
Seperti kita ketahui Permasalahan dalam penelitian sangat lah luas Karena terlaluluasnya masalah tersebut, maka dalam penelitian kualitatif peneliti mempersempit masalah penelitian yang disebut dengan fokus, yang berisi pokok masalah yang bersifat umum. Peneliti kualitatif menetapkan fokus bertujuan untuk memperajam penelitian. Spradley dalam (Sugiyono, 2007:208) menyatakan bahwa “A focused refer to a single cultural domain or a few related domains” maksudnya adalah bahwa, fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam proposal lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial (lapangan).
Komentar :
Di dalam suatu penenlitian kualitatif biasanya penentuan fokus berdasarkan hasil studi pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang yang dianggap ahli. Fokus dalam penelitian ini juga masih bersifat sementara dan memungkinkan untuk berkembang setelah peneliti berada dilapangan. Contoh fokus penelitian dalam penelitian pendidikan misalnya peneliti akan memfokuskan pada interaksi guru dan murid di kelas. Dalam penelitian tentang sumber daya manusia, peneliti dapat memfokuskan pada sistem penggajian dan kinerja pegawai. Dengan demikian setelah dilapangan dapat ditemukan hal-hal yang baru sangat mendukung data dan informasi yang akan diteliti oleh peneliti berarti apa yang telah dirumuskan akan dapat berubah.
Perumusan Masalah Penelitian Kualitatif: Grounded Theory Approach. http://www.infoskripsi.com/Theory/Metode-Penelitian-Kualitatif-Grounded-Theory-Approach.Akses Tanggal 22 Mei 2010
Seperti diketahui, paradigma kualitatif mengasumsikan bahwa di dalam kehidupan sosial selalu ditemukan regulasi-regulasi yang relatif sudah terpola. Pola-pola regulasi yang ditemukan melalui penelitian itulah yang dirumuskan menjadi teori. Asumsi ini dipertegas dalam Grounded Theory, dengan menyatakan bahwa; (a) semua konsep yang berhubungan dengan fenomena belum dapat diidentifikasi; dan (b) hubungan antarkonsep belum terpahami atau belum tersusun secara konseptual. Oleh sebab itu, tidak mungkin bagi seorang peneliti untuk mengajukan masalah yang sangat spesifik –seperti yang dituntut dalam metode kuantitatif, baik variabel maupun tipe hubungan antarvariabelnya. Substansi rumusan masalah dalam pendekatan Grounded Theory masih bersifat umum, yaitu dalam bentuk pertanyaan yang masih memberi kelonggaran dan kebebasan untuk menggali fenomena secara luas, dan belum sampai menegaskan mana saja variabel yang berhubungan dengan ruang lingkup masalah dan mana yang tidak. Demikian pula tipe hubungan antarvariabelnya belum perlu dieksplisitkan dalam rumusan masalah yang dibuat.
Bertolak dari dasar asumsi dan kemungkinan yang diutarakan di atas, rumusan masalah dalam Grounded Theory disusun secara bertahap. Pada tahap awal –sebelum pengumpulan data, dikemukan rumusan masalah yang bersifat luas (tetapi tidak terlalu terbuka), yang kemudian nanti –setelah data yang bersifat umum dikumpulkan—rumusan masalahnya semakin dipersempit dan lebih difokuskan sesuai dengan sifat data yang dikumpulkan. Intinya adalah, bahwa rumusan masalah dalam Grounded Theory disusun lebih dari satu kali. Rumusan masalah yang diajukan pada tahap pertama dimaksudkan sebagai panduan dalam mengumpul data, sedangkan rumusan masalah yang diajukan pada tahap berikutnya dimaksudkan sebagai panduan untuk menyusun teori. Perumusan masalah yang disebut terakhir ini inheren dengan perumusan hipotesis penelitian
Komentar :
Grounded Theory Approach adalah satu jenis metode penelitian kualitatif yang berorientasi pada penemuan teori dari kancah. Dilihat dari prosedur, prinsip, dan teknik yang digunakan, metode ini benar-benar bersifat kualitatif murni, tetapi jika dilihat dari kerangka berpikir yang digunakan ternyata secara implisit pendekatan ini meminjam metode kuantitatif. Namun semua konsep yang berhubungan dengan fenomena belum dapat diidentifikasi.
Teknik Pengumpulan Data http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-pengumpulan-data-kualitatif/ ardhana12 | Februari 8, 2008.Akses 22 Mei 2010
Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa teknik dalam mengumpulkan data, seperti yang dikemukakan Sevilla, dkk (1993) bahwa dalam pengumpulan data penelitian dalam pendidikan dapat meliputi hal-hal sebagai berikut.
Pengamatan;Pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses peneliti dalam melihat situasi penelitian. Teknik ini sangat relevan digunakan dalam penelitian kelas yang meliputi pengamatan kondisi interaksi pembelajaran, tingkah laku anak dan interaksi anak dalam kelompoknya. Pengamatan dapat dilakukan secara bebas dan terstruktur. Alat yang bisa digunakan dalam pengamatan adalah lembar pengamatan, ceklist, catatan kejadian dan lain-lain.
Pertanyaan; Teknik pertanyaan lebih cocok digunakan dalam pendekatan survei. Pertanyaan yang efektif akan membantu pengumpulan data yang akurat, karenanya Fox (dalam Sevilla, 1993) memberikan kreteria karakteristik pertanyaan yang efektif sebagai berikut; (a) bahasanya jelas, (b) ada ketegasan isi dan periode waktu, (c) bertujuan tunggal, (d) bebas dari asumsi, (e) bebas dari saran, dan (f) kesempurnaan dan konsistensi tata bahasa.
Angket atau kuesioner (questionnaire) : Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan presepsinya.
Studi dokumenter (documentary study) : Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen,baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.
Komentar :
Dari sebuah penyelidikan yang akan dihimpun data-data utama dan sekaligus data tambahannya. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Sedangkan data tertulis, foto, dan statistik adalah data tambahan. Memang sudah lazim bahwa teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara-cara diatas seperti :pengamatan, pertanyaan, angkaet dan study dokumenter. Dalam mengumpulkan data-data yang dikemukakan diatas peneliti perlu membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian). peneliti perlu menggunakan alat bantu, yaitu : pedoman wawancara, pedoman observasi dan alat perekam bila perlu.
Analisis Data. Oleh Arief B. file:///F:/116-metode-penelitian-kualitatif.Akses tanggal 22 Mei 2010.


Analisis kualitatif adalah aktivitas intensive yang memerlukan pengertian yang mendalam, kecerdikan, kreativitas, kepekaan konseptual, dan pekerjaan berat. Analisa kualitatif tidak berproses dalam suatu pertunjukan linier dan lebih sulit dan kompleks dibanding analisis kuantitatif sebab tidak diformulasi dan distandardisasi.
Analisis Kualitatif: Pertimbangan-pertimbangan umum tujuan dari analisis data, dengan mengabaikan jenis data yang dimiliki dan mengabaikan tradisi yang sudah dipakai pada koleksinya, apakah untuk menentukan beberapa pesanan dalam jumlah besar informasi sehingga data dapat disintesis, ditafsirkan, dan dikomunikasikan. Walaupun tujuan utama dari kedua data kualitatif dan kuantitatif adalah untuk mengorganisir, menyediakan struktur, dan memperoleh arti dari data riset. Satu perbedaan penting adalah, di dalam studi-studi kualitatif, pengumpulan data dan analisis data pada umumnya terjadi secara serempak, pencarian konsep-konsep dan tema-tema penting mulai dari pengumpulan data dimulai. Tugas analisis data adalah selalu hebat, tetapi itu yang terutama sekali menantang untuk peneliti kualitatif, tiga pertimbangan utama, yaitu:
1. Tidak ada aturan-aturan sistematis untuk meneliti dan penyajian data kualitatif..
2. Aspek analisis kualitatif yang kedua yang menantang adalah jumlah besar pekerjaan. Analis kualitatif harus mengorganisir dan bisa dipertimbangkan dari halaman dan bahan-bahan naratif. Halaman itu harus dibaca ulang dan kemudian diorganisir,mengintegrasikan.
3. Tantangan akhir adalah pengurangan data untuk tujuan-tujuan pelaporan. Hasil-hasil utama dari riset kuantitatif dapat diringkas. Jika satu data kualitatif dikompres terlalu banyak, inti dari integritas bahan-bahan naratif sepanjang tahap analisa menjadi hilang. Sebagai konsekuensi, adalah kadang sukar untuk melakukan satu presentasi hasil riset kualitatif dalam suatu format yang kompatibel dengan pembatasan ruang dalam jurnal professional.
Komentar :
Analisa dari data kualitatif secara khas adalah merupakan satu proses yang interaktip dan aktif. Seorang peneliti kualitatif harus sering dan banyak membaca data naratif yang dilakukan secara berulang-ulang dalam mencari arti dan pemahaman-pemahaman lebih dalam.Kemudian dilanjutkan dengan cara mencatat bahwa analisis kualitatif adalah proses tentang pencocokan data bersama-sama, sehingga dapat memberikan gambaran bagaimana membuat yang samar menjadi nyata, menghubungkan akibat dengan sebab.
Validitas dan realibilitas Data Kualitiatif oleh : Saftiandi http://nahulinguistik.wordpress.com/2009/06/01/validitas-dan-reliabilitas/Ditulis pada Juni 1, 2009. Akses tanggal 22 Mei 2010.
1. Pengertian
Dalam penelitian, baik berbentuk kualitatif maupun kuantitatif, kriteria utama yang harus diperhatikan adalah valid, reliabel, dan objektif. Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terdapat di lapangan dan data yang dilaporkan oleh peneliti. Kalau dalam objek penelitian terdapat warna merah, peneliti akan melaporkan warna merah. Kalau dalam objek penelitian para pegawai bekerja dengan keras, peneliti melaporkan bahwa pegawai bekerja dengan keras. Bila peneliti membuat laporan yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi pada objek, data tersebut dapat dinyatakan tidak valid.
Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi antardesain penelitian dan hasil yang dicapai. Kalau desain penelitian dirancang untuk meneliti etos kerja pegawai, data yang diperoleh seharusnya adalah data yang akurat tentang etos kerja pegawai. Penelitian menjadi tidak valid jika yang ditemukan adalah motivasi kerja pegawai.
Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi, dapat atau tidaknya hasil penelitian digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi tempat sampel tersebut diambil. Bila sampel penelitian representatif, instrumen penelitian valid dan reliabel, cara mengumpulkan dan menganalisis data benar, penelitian akan memiliki validitas eksternal yang tinggi.
Reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Dalam pandangan positivistik (kuantitatif), suatu data dinyatakan reliabel apabila dua atau lebih peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti yang sama dalam waktu yang berbeda menghasilkan data yang sama atau sekelompok data bila dibagi menjadi dua kelompok menunjukkan data yang tidak berbeda. Kalau peneliti satu menemukan dalam suatu objek berwarna merah, peneliti yang lain juga demikian.
Objektivitas berkenaan dengan derajat kesepakatan atau interpersonal agreement antarbanyak orang tentang suatu data. Bila dari 100 orang terdapat 99 orang yang menyatakan bahwa terdapat warna merah dalam objek penelitian itu, sedangkan yang 1 orang lagi menyatakan warna lain, data tersebut adalah data yang objektif. Data yang objektif akan cenderung valid walaupun belum tentu valid.
Komentar :
Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang kredible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dan yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan bergantung kepada konstruksi manusia, dibentuk dalam diri seseorang sebagai hasil proses mental dalam setiap individu dengan berbagai latar belakangnya.

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

8:51 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Proses pendidikan merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada hentinya. Sebab, jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi pada sistem peradaban dan budaya (Suyanto, 2006:11) manusia. Dengan ilustrasi ini, maka baik pemerintah maupun masyarakat berupaya untuk melakukan pendidikan dengan standar kualitas yang diinginkan untuk memberdayakan manusia. “Sistem pendidikan yang dibangun harus disesuaikan dengan tuntutan zamannya, agar pendidikan dapat menghasilkan outcome yang relevan dengan tuntutan zaman (Suyanto, 2006:11).
Indonesia, telah memiliki sebuah sistem pendidikan dan telah dikokohkan dengan UU No. 20 tahun 2003. Pembangunan Pendidikan di Indonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yakni; partama, pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, kedua, relevansi pendidikan, ketiga, peningkatan kualiutas pendidikan, dan keempat, efesiensi pendidikan. Sacara umum strategi itu dapat dibagi menjadi dua dimensi yakni peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. Pembangunan peningkatan mutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas pendidikan. Sedangkan kebijkan pemerataan pendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah (Nana Fatah Natsir, dalam Hujair AH. Sanaky, 2003:146). Dari sini, pendidikan dipandang sebagai katalisator yang dapat menunjang faktor-faktor lain. Artinya, pendidikan sebagai upaya pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menjadi semakin penting dalam pendidikan suatu bangsa.
Untuk menjamin kesempatan memperoleh pendidikan yang merata disemua kelompok strata dan wilayah tanah air sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya perlu strategi dan kebijakan pendidikan, yaitu :
1. Menyelenggarakan pendidikan yang relevan dan bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dalam menghadapi tantangan global
2. Menyelenggarakan pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemilik sumberdaya dan dana serta pengguna hasil pendidikan
3. Menyelenggarakan proses pendidikan yang demokratis secara profesional sehingga tidak mengorbankan mutu pendidikan
4. Meningkatkan efisiensi internal dan eksternal pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
5. Memberi peluang yang luas dan meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga terjadi diversifikasi program pendidikan sesuai dengan sifat multikultural bangsa Indonesia
6. Secara bertahap mengurangi peran pemerintah menuju ke peran fasilitator dalam implementasi sistem pendidikan
7. Merampingkan birokrasi pendidikan sehingga lebih lentur untuk melakukan penyesuaian terhadap dinamika perkembangan masyarakat dalam lingkungan global (Kelompok Kerja Pengkajian, dalam Hujair AH. Sanaky, 2003:146).
Empat strategi dasar kebijakan pendidikan yang dikemukakan di atas cukup ideal. Tetapi Muchtar Bukhori, seorang pakar pendidikan Indonesia, menilai bahwa kebijakan pendidikan kita tak pernah jelas. Pendidikan kita hanya melanjutkan pendidikan yang elite dengan kurikulum yang elitis yang hanya dapat ditangkap oleh 30 % anak didik”, sedangkan 70% lainnya tidak bisa mengikuti (Kompas, 4 September 2004). Dengan demikian, tuntutan peningkatan kualitas pendidikan, relevansi pendidikan, efesiensi pendidikan, dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, belum terjawab dalam kebijakan pendidikan kita. Kondisi ini semakin mempersulit mewujudkan pendidikan yang egalitarian dan SDM yang semakin merata di berbagai daerah.
Proses menuju perubahan sistem pendidikan nasional banyak menuai kendala serius. Apalagi ketika membicarakan konteks pendidikan nasional sebagai bagian dari pergumulan ideologi dan politik penguasa. Problem-problem yang dihadapi seringkali berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang sangat strategis. Maka, dalam konteks kebijakan pendidikan nasional, menurut Suyanto, banyak pakar dan praktisi pendidikan mengkritisi pemerintah, dianggap tidak memiliki komitmen yang kuat untuk membenahi sistem pendidikan nasional” (Suyanto,2006:x-xi). Artinya, kebijakan-kebijakan pendidikan kita, kurang menggambarkan rumusan-rumusan permasalahan dan “prioritas” yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Hal ini, “terutama berkaitan dengan anggaran pendidikan nasional yang semestinya sebesar minimal 20%, daimbil dari APBN dan APBD (pasal 31 ayat 4 UUD Amandemen keempat). Tetapi, sampai sekarang kebijakan strategi belum dapat diwujudkan sepenuhnya, pendidikan nasional masih menyisihkan kegetiran-kegetiran bagi rakyat kecil yang tidak mampu mengecap pendidikan di sekolah” (Suyanto, 2006:xi).
Pasca Reformasi tahun 1998, memang ada perubahan fundamental dalam sistem pendidikan nasional. Perubahan sistem pendidikan tersebut mengikuti perubahan sistem pemerintah yang sentralistik menuju desentralistik atau yang lebih dikenal dengan otonomi pendidikan dan kebijakan otonomi nasional itu mempengaruhi sistem pendidikan kita (Suyanto, 2006:xi). Sistem pendidikan kita pun menyesuaikan dengan model otonomi. Kebijakan otonomi di bidang pendidikan (otonomi pendidikan) kemudian banyak membawa harapan akan perbaikan sistem kita. Kebijakan tersebut masih sangat baru, maka sudah barang tertentu banyak kendala yang masih belum terselesaikan.
Reformasi kini menjadi suatu keharusan dalam pembenahan pendidikan khususnya pembelajaran. Reformasi ada dalam rangka memuaskan pelanggan/masyarakat dengan memberikan pelayanan yang lebih baik agar sesuai dengan harapan dan kebutuhan mereka. Konsep pembelajaran reformatif berpusat
kepada siswa, interaktif atau terjadi interaksi multi arah, multidisipliner, kerja kelompok, guru sebagai fasilitator, mengajarkan bagaimana mempelajari sesuatu, dimungkinkan tim teaching untuk memperoleh kajian lintas disipliner, memberikan peluang kepada siswa mengalami berbagai gaya belajar, pembelajaran kristis dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) yang berorientasi ke masa depan. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran reformatif maka perlu diadakan persiapan baik dari guru maupun siswa. Guru harus bersikap demokratis, selalu mengembangkan kemampuannya dan belajar terus. Harus ada perubahan paradigma guru dengan strategi seperti :
(a) guru berhak untuk mencari informasi dan mengembangkan diri dalam jam kerjanya baik secara individual maupun kelompok (diskusi) misalnya 4 jam/ minggu
(b) guru berhak mengikuti pelatihan yang telah didesain dan ditetapkan oleh organisasi dan dimungkinkan pilihannya sendiri misalnya 100 jam/tahun
(c) guru berhak membuat karya tulis ilmiah dan dipublikasikan misalnya minimal 1 tulisan/semester
(d) guru berhak membuat penelitian sederhana minimal 1 penelitian/tahun Kondisi demikian tentunya membawa konsekuensi yang perlu direncanakan misalnya adanya wadah untuk menampung tulisan guru, adanya reward bagi guru yang sudah berusaha keras mengembangkan diri. Dalam pelaksanaan dapat dilakukan dengan program pembimbingan antarguru. Misalnya membuat karya tulis ilmiah, guru yang mampu dapat menjadi membimbing guru yang belum mampu sehingga guru yang mampu bertumbuh menjadi pembimbing sedangkan guru yang belum mampu mempelajari sesuatu dari temannya. Setiap terjadi pembimbingan maka nama pembimbing tercantum dalamkarya tersebut.
Otonomi yang didasarkan pada UU No. 22 tahun 1999, yaitu memutuskan suatu keputusan dan atau kebijakan secara mandiri. Otonomi sangat erat kaitanya dengan desentralisasi. Dengan dasar ini, maka otonomi yang ideal dapat tumbuh dalam suasana bebas, demokratis, rasional dan sudah barang tentu dalam kalangan insan-insan yang “berkualitas”. Oleh karena itu, rekonstruksi dan reformasi dalam Sistem Nasional dan Regional, yang tertuang dalam GBHN 1999, juga telah dirumuskan misi pendidikan nasional kita, yaitu mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu, guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin, bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai iptek dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia (Soedjiarto,1999).
Untuk mewujudkan misi tersebut mesti diterapkan arah kebijakan sebagai berikut, yaitu :
1. perluasan dan pemerataan pendidikan.
2. meningkatkan kemampuan akademik dan profesionalitas serta kesejahteraan tenaga kependidikan,
3. melakukan pembaharuan dalam sistem pendidikan nasional termasuk dalam bidang kurikulum,
4. memberdayakan lembaga pendidikan formal dan PLS secara luas,
5. dalam realisasi pembaharuan pendidikan nasional mesti berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen,
6. meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang dikembangkan oleh berbagai pihak secara efektif dan efisien terutama dalam pengembangan iptek, seni dan budaya sehingga membangkitkan semangat yang pro-aktif, kreatif, dan selalu reaktif dalam seluruh komponen bangsa (Soedjiarto, 1999).
Beberapa kalangan pakar dan praktisi pendidikan, mencermati kebijakan otonomi pendidikan sering dipahami sebagai indikasi kearah “liberalisasi” atau lebih parah lagi dikatakan sebagai indikasi kearah “komersialisasi pendidikan”. Hal ini, menurut Suyanto, semakin dikuatkan dengan terbentuknya Badan Hukum pendidikan (BHP) yang oleh beberapa pengamat dianggap sebagai pengejawantahan dari sistem yang mengarah pada “liberalisasi pendidikan” (Suyanto, 2006:xi).
Persoalan sekarang, apakah sistem pendidikan yang ada saat ini telah efektif untuk mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang modern, memiliki kemampuan daya saing yang tinggi di tengah-tengah bangsa lain? Jawabannya tentu belum. Menurut Suyanto, berbicara kemampuan, kita sebagai bangsa nampaknya belum sepenuhnya siap benar menghadapi tantangan persaingan (Suyanto, 2006:11). Sementara, disatu sisi, “bidang pendidikan kita menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Tetapi disisi lain, sistem pendidikan kita masih melahirkan mismatch terhadap tuntutan dunia kerja, baik secara nasional maupun regional (Suyanto, 2006:21).
Berbagai problem fundamental yang dihadapi pendidikan nasional saat ini, yang tercermin dalam “realitas” pendidikan yang kita jalani. Seperti persoalan anggaran pendidikan, kurikulum, strategi pembelajaran, dan persoalan output pendidikan kita yang masih sangat rendah kualitasnya. Problem-problem pendidikan yang bersifat metodik dan strategik yang membuahkan output yang sangat memprihatinkan. Output, pendidikan kita memiliki mental yang selalu tergantung kepada orang lain. Output pendidikan kita tidak memiliki mental yang bersifat mandiri, karena memang tidak kritis dan kreatif. Akhirnya, output yang pernah mengenyam pendidikan, malah menjadi “pengangguran terselubung”. Ini artinya, setiap tahunnya, pendidikan nasional kita memproduksi pengangguran terselubung. Mereka itu, adalah korban dari ketidakberesan sistem pendidikan pendidikan kita yang masing sedang merangka berbenah. Mungkin saja, kita sebagai insan yang berpendidikan, tentu saja terus atau banyakan berharap akan datangnya perubahan “fundamental” terhadap sistem pendidikan (Baca: Suyanto, 2006:viii) di Indonesia
Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah
Secara umum yang dimaksud dengan penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh kepuasan.
Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu :
1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak konsisten;
2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik;
3. Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim (Husaini Usman, 2002).
Berdasarkan penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah yang sedang berjalan maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk mengembangkan SDM adalah : (1) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based management) dimana sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara keseluruhan; (2) Pendidikan yang berbasiskan pada partisipasi komunitas (community based education) di mana terjadi interaksi yang positif antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community learning center; dan (3) Dengan menggunakan paradigma belajar atau learning paradigm yang akan menjadikan pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan. Selain itu pada tanggal 2 Mei 2002, bertepatan hari pendidikan nasional, pemerintah telah mengumumkan suatu gerakan nasional untuk peningkatan mutu pendidikan, sekaligus menghantar perluasan pendekatan Broad Base Education System (BBE) yang memberi pembekalan kepada pelajar untuk siap bekerja membangun keluarga sejahtera. Dengan pendekatan itu setiap siswa diharapkan akan mendapatkan pembekalan life skills yang berisi pemahaman yang luas dan mendalam tentang lingkungan dan kemampuannya agar akrab dan saling memberi manfaat. Lingkungan sekitarnya dapat memperoleh masukan baru dari insan yang mencintainya, dan lingkungannya dapat memberikan topangan hidup yang mengantarkan manusia yang mencintainya menikmati kesejahteraan dunia akhirat
Untuk merealisasikan kebijakan diatas maka sekolah perlu melakukan manajemen peningkatan mutu. Manajemen Peningkatan Mutu (MPM) ini merupakan suatu model yang dikembangkan di dunia pendidikan, seperti yang telah berjalan di Sidney, Australia yang mencakup : a) School Review, b) Quality Assurance, dan c) Quality Control, dipadukan dengan model yang dikembangkan di Pittsburg, Amerika Serikat oleh Donald Adams, dkk. Dan model peningkatan mutu sekolah dasar yang dikembvangkan oleh Sukamto, dkk. Dari IKIP Yogyakarta Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif & kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingtkat MPM, terkandung upaya a) mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnose, c) memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswa, orang tua dan pakar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat difahami bahwa Manajemen Peningkatan Mutu memiliki prinsip :
1. Peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah
2. Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik
3. Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif
4. Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di sekolah
5. Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada siswa, orang tua dan masyarakat.
Adapun penyusunan program peningkatan mutu dengan mengaplikasikan empat teknik : a) school review, b) benchmarking, c) quality assurance, dan d) quality control. Berdasarkan Panduan Manajemen Sekolah (2000:200-202) dijelaskan sebagai berikut :
a. School review
Suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas sekolah, serta mutu lulusan.
School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut :
1. Apakah yang dicapai sekolah sudah sesuai dengan harapan orang tua
siswa dan siswa sendiri ?
2. Bagaimana prestasi siswa ?
3. Faktor apakah yang menghambat upaya untuk meningkatkan mutu ?
4. Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah ?
School review akan menghasilkan rumusan tentang kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan dan prestasi siswa, serta rekomendasi untuk pengembangan program tahun mendatang.
b. Benchmarking :
Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok ataupun lembaga.
Tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh benchmarking adalah :
1. Seberapa baik kondisi kita?
2. Harus menjadi seberapa baik?
3. Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut?
Langkah-langkah yang dilaksanakan adalah :
1. Tentukan fokus
2. Tentukan aspek/variabel atau indikator
3. Tentukan standar
4. Tentukan gap (kesenjangan) yang terjadi.
5. Bandingkan standar dengan kita
6. Rencanakan target untuk mencapai standar
7. Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target
c. Quality assurance
Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat dideteksi adanya penyimpangan yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada monitoring yang berkesinambungan, dan melembaga, menjadi subsistem sekolah.
Quality assurance akan menghasilkan informasi, yang :
1. Merupakan umpan balik bagi sekolah
2. Memberikan jaminan bagi orang tua siswa bahwa sekolah senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi siswa.
Untuk melaksanakan quality assurance menurut Bahrul Hayat dalam hand out pelatihan Calon kepala sekolah (2000:6), maka sekolah harus :
1. Menekankan pada kualitas hasil belajar
2. Hasil kerja siswa dimonitor secara terus menerus
3. Informasi dan data dari sekolah dikumpulkan dan dianalisis untuk memperbaiki proses di sekolah.
4. Semua pihak mulai kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua siswa harus memiliki komitmen untuk secara bersama mengevaluasi kondisi sekolah yang kritis dan berupaya untuk memperbaiki.
d. Quality control
Suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Quality control memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi.
Mutu pendidikan adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan Nasional. Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut SPMP adalah subsistem dari Sistem Pendidikan Nasional yang fungsi utamanya meningkatkan mutu pendidikan.DDDDDDDAFTAdfda

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

MBS DAN UJIAN NASIONAL

8:50 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

MBS DAN UJIAN NASIONAL
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan Permendknas No.20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian bahwa yang dimaksud Ujian Nasional yang disingkat dengan UN adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
Selanjutnya yang disebut dengan Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ) adalah keseluruhan proses pendayagunaan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh sekolah bersama pihak terkait dengan memperhatikan kondisi sekolah dan menjunjung tinggi aturan nasional. Model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan utama manajemen berbasis sekolah adalah untuk meningkatkan kinerja sekolah, terutama meningkatkan hasil belajar siswa. Namun dalam pelaksanaannya sering terjadi penyimpangan sehingga hasilnya melenceng dari tujuan utama. Menurut Drury dan Levin (1994) dalam Mulyono mengatakan bahwa MBS belum bisa secara langsung meningkatkan pencapaian prestasi belajar siswa, namun memiliki potensi untuk meningkatkannya. MBS memberi kontribusi terhadap empat keluaran pendidikan: pertama, meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya termasuk personel, kedua, meningkatkan profesionalisme guru, ketiga, impelementasi reformasi kurikulum, keempat, meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan
Kalau dikaji secara mendalam antara MBS dan Ujian Nasional, bahwa Ujian Nasional bukan akhir dari segala kegiatan yang dilakukan didalam Manajemen Berbasis Sekolah. Mengingat ada anggapan bahwa pelaksanaan MBS seolah-olah mengelola segala/seluruh kegiatan sekolah tergantung apa keputusan kepala sekolah atau apa yang menjadi kemauan para guru disekolah. Salah satu contoh kita ambil dalam menyikapi Ujian Nasional, masih ada sekolah yang menerapkan bahwa nilai Ujian Nasional memberikan suatu gambaran keberhasilan sekolah dalam mengelola lembaga pendidikan. Disini dapat kita lihat, bahwa masih ada lembaga pendidikan yakni sekolah yang menerapkan hasil Ujian Nasional sukses, bahkan juara tingkat Propinsi, namun sebaliknya setelah siswa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi hasil Ujian yang diperoleh siswa tersebut tidak menunjukkan gambaran dari proses hasil belajar yang mereka peroleh, karena siswa-siswa yang juara tersebut tidak dapat menunjukkan prestasi mereka yang signifikan. Bahkan ada yang berkata masa bodoh, bahwa tugas kami mengajar cukup mengantarkan mereka sukses pada jenjang yang kami ajar, setelah itu urusan guru pada jenjang berikutnya. Dengan demikian mulailah antar jenjang pendidikan saling menyalahkan.
Mencermati pernyataan diatas bahwa jelas sekali, manajemen berbasis sekolah yang mereka terapkan bukan menunjukkan tujuan MBS yang sebenarnya. Menurut Djam’an Satori bahwa tujuan MBS adalah untuk menjamin mutu pembelajaran anak didik/para siswa yang berpijak pada student-driven services Asas ini mengandung makna yang sangat mendasar karena kepentingan dan aspirasi stakeholder ( orang tua ) adalah terciptanya kondisi dan situasi yang kondusif dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah untuk kepentingan prestasi hasil belajar dan kualitas pengembangan pribadi putra-putrinya (Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan 2008:243)
Pada intinya tujuan implementasi MBS ini mendorong sekolah melakukan perubahan ke arah yang lebih bermutu dan kompetitif. Untuk ini perlu pembenahan dukungan sumberdaya manusia seperti kepala sekolah, dewan pendidikan, konselor, tenaga kependidikan lainnya di sekolah. Seiring dengan pembenahan SDM juga dibenahi sarana dan fasilitas yang mendukung penguatan terhadap layanan belajar.
Penerapan MBS sesungguhnya bukanlah reformasi yang luar biasa, melainkan hanyalah upaya mengembalikan hakekat penyelenggaraan pendidikan di sekolah kepada sifat alaminya, sifat yang masuk akal ( Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan 2009:85)
Kapasitas sekolah untuk menghadapi tuntutan yang semakin meningkat dan lingkungan yang dinamis akan menjadi potensi penentu sekolah. Oleh sebab itu, kita harus yakin dan adanya kemauan pemerintah daerah kabupaten/kota, dinas pendidikan dan sekolah memperbaharui diri sehingga dapat meningkatkan prestasi peserta didik. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional, jadi bukan hanya pada dimensi prestasi akademik.
Manajemen Berbasis Sekolah bukan menjadikan sekolah egois apalagi arogan, tetapi menjadikan sekolah tersebut lebih mandiri, inovatif dan kreatif. Dengan kemandirian itu sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program kurikuler dan ektrakurikuler yang lebih sesuai dengan kebutuhan mutu dan mengoptimalkan potensi sekolah. Kemandirian dan otonomi sekolah menggambarkan bahwa sekolah mengatur rumah tangganya sendiri mempunyai kendali dan akuntabilitas terhadap lingkungannya. Sekolah yang berdaya akan mampu memberikan respon kontekstual sesuai dengan orientasi pembangunan daerah, aspirasi masyarakat dan para pengguna lulusan pendidikan.
Dengan demikian MBS bukan hanya semata-mata mengelola dan meningkatkan nilai akhir ujian nasional tapi merupakan pengelolaan lembaga secara keseluruhan sesuai dengan delapan standar nasional pendidikan.
( Penulis Uray Iskandar, S.Pd /Guru SMP Negeri 1 Selakau /Mahasiswa S2 AP FKIP UNTAN POntianak)

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

GURU DIANTARA MENGAJAR DAN MENDIDIK

8:49 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

MENGAJAR DAN MENDIDIK

Mengajar adalah merupakan suatu kegiatan dalam mendidik dan membimbing serta membina pebelajar untuk mendapatkan pengetahuan ataupun ketrampilan yang dimiliki anak. Didalam kegiatan proses belajar mengajar sudah menyangkut kegiatan mendidik, dalam arti kata mengantarkan anak pada tingkat kedewasaannya, baik secara fisik maupun mental. Berdasarkan Kamus Pelajar Pusat Bahasa Depdiknas arti mendidik adalah memelihara dan memberi pelatihan ( pelajaran ) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sedangkan arti mengajar adalah memberi pelajaran dengan kata lain dapat diartikan sebagai usaha guru untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan kepada peserta didik. Tetapi kenyataan yang kita lihat sekarang dan hasil pengajaran di sekolah-sekolah diantara pengertian kedua kata tersebut diatas hampir sama pengertiannya.
Guru sebagai pekerjaan profesi secara holistik berada pada tingkatan tertinggi dalam sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu guru dalam melaksanakan tugas ke profesionalannya memiliki otonomi yang kuat. Adapun tugas guru di sekolah menurut Dr.H. Syaiful Sagala, M.Pd dalam bukunya Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan adalah : pertama, mempersiapkan administrasi pembelajaran yang diperlukan, kedua : mengajar dan membimbing para muridnya, ketiga : memberikan penilaian hasil belajar peserta didiknya, keempat : kegiatan lain yang berkaitan dengan pembalajaran. Disamping itu juga guru haruslah senantiasa berupaya meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya agar tidak ketinggalan jaman, ataupun diluar jam kedinasan yang terkait dengan tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar sekolah. Selain itu dalam melaksanakan tugasnya guru bukanlah sebatas kata-kata, akan tetapi juga dalam bentuk perilaku, tindakan dan contoh-contoh.
Seperti yang dikatakan Bobbi De Porter, dkk dalam bukunya Quantum Teaching (1999) ”Siswa sering mencari-cari alasan untuk tidak tertarik, lubang-lubang dalam cerita kita, kontradiksi,ketidaksesuaian antara kata-kata dan tindakan kita, tetapi semakin banyak kita memberi teladan, semakin mereka tertarik dan mulai mencontoh kita”. Jadi dengan memberi teladan adalah salah satu cara ampuh untuk membangun hubungan dan memahami orang lain. Peran guru yang ditampilkan akan dapat membentuk karakteristik anak didik dan lulusan yang beriman, berahlak mulia, cakap, mandiri, berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Sekarang di dalam kenyataan bahwa mengajar lebih banyak menekankan kepada transfer ilmu pengetahuannya. Kebanyakan guru dan dan juga orang tua siswa sudah merasa puas apabila anak didik mendapatkan nilai baik pada hasil ulangannya. Jadi yang penting dalam hal ini siswa dituntut untuk mengetahui pengetahuan yang telah diajarkan oleh gurunya. Yang penting adalah kecerdasan otaknya, bagaimana perilaku dan sikap mental anak didik jarang mendapatkan perhatian secara khusus dan serius. Cara evaluasi yang dilakukan oleh para guru pun juga hanya melihat bagaimana hasil pekerjaan ujian, ulangan ataupun tugas yang telah diberikannya. Hal ini semua mendukung kepada pengertian mengajar dari segi kognitif dan kadang juga ditambah ketrampilan dan masih jarang sampai pada unsur afektifnya.
Kasus sederhana yang dapat kita simak adalah ada beberapa siswa yang sudah tamat dari sekolah ketika sedang berpapasan dengan gurunya, ia tidak menunjukkan sikap dan perilaku ketika ia sedang diajar oleh guru tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kasus dan kejadian tersebut sebagai petunjuk atau akibat dari mengajar yang hanya mentransfer ilmu pengetahuan dan subjek belajar seolah-olah hanya membutuhkan pengetahuan saja. Padahal tujuan belajar belajar secara esensial, disamping untuk mendapatkan pengetahuan juga ketrampilan dan untuk pembinaan sikap mental. Dengan demikian tidaklah hanya cukup kalau dilakukan proses pengajaran yang menstranfer ilmu pengetahuan, namun harus kita barengi dengan mendidik.
Guru tidak boleh terisolasi dari perekembangan sosial masyarakatnya, tugas guru sebagai pendidik merupakan tugas mewariskan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada muridnya. Kemudian muridnya belajar memperoleh dan lebih besar juga dari gurunya. Dengan demikian tampaklah bahwa tugas dan tanggung jawab guru begitu berat dan luas.
Lebih jauh lagi pendapat Wens Tanlain, dkk ( 1989 ) menyebutkan ada beberapa poin yang menjadi tanggung jawab seorang guru adalah pertama: mematuhi norma dan nilai kemanusiaan, kedua : menerima tugas mendidik bukan sebagai beban tetapi dengan gembira dan sepenuh hati, ketiga : belajar dan mengajar memberikan penghargaan kepada orang lain termasuk kepada anak didik, keempat : bersikap arif dan bijaksana dan cermat serta hati-hati, kelima : sebagai orang beragama melakukan kesemua hal tersebut diatas berdasarkan tawa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila guru yang ditampilkan seperti diatas akan tercapailah fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang pada Bab II pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Penddikan Nasional yang berbunyi ” pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berekembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan menjadi warga negara yang demokratis serta beranggung jawab. Pendek kata guru wajib bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan amalannya dalam rangka membina dan membimbing anak didik . Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa tugas seorang guru sangat berat, baik yang berkaitan dengan dirinya ataupun dengan para mudridnya, dengan teman sekerjanya, dengan orang tua murid, maupun dengan yang lainnya.
Hal tersebut mempunyai arti bahwa seorang guru adalah figur pemimpin yang dalam batas-batas tertentu dapat mengendalikan para muridnya. Guru seorang arsitek yang berusaha membentuk jiwa dan watak anak didik, disamping itu juga guru memiliki peluang yang sangat menentukan untuk membangun sikap hidup atau kepribadian anak didiknya sehigga dapat berguna bagi diri dan keluarganya kelak di kemudian hari. Seorang guru bekerja dalam melaksanakan tugas kepprofesionalannya tidak karena takut pada pimpinannya, tetapi karena panggilan tugas profesionalnya dan juga merupakan ibadah.
Oleh karena itu mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. Apabila kita bandingkan dengan pengertian mengajar maka mendidik lebih mendasar. Mendidik tidak sekedar menstranfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga menstranfer nilai-nilai yang harus kita tanamkan untuk bekal mereka dikemudian hari. Menurut pendapat Sardiman AM dalam bukunya Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (2000) bahwa mendidik diartikan lebih komprehensif yakni membina diri anak didik secara utuh, baik segi kognitif, psikomotorik maupun afektifnya agar tumbuh dan berkembang sebagai manusia-manusia yang berpribadi.
Dengan demikian berkaitan dengan soal pembentukan kepribadian anak didik maka mendidik juga harus merupakan usaha memberikan tuntutan kepada anak didik untuk dapat berdiri sendiri dengan norma-norma kemanusiaan yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Itulah sebabnya mendidik harus merupakan usaha untuk memberikan motivasi kepada anak didik agar terjadi proses internalisasi nilai-nilai pada dirinya yang akan melahirkan suatu sikap yang baik. Sedangkan mengajar harus diartikan dalam kegiatan belajar mengajar secara konseptual, disinkronisasikan dengan pengertian mendidik.

(Uray Iskandar, Guru SMP Negeri 1 Selakau Mahasiswa S2 AP FKIP Untan Pontianak)

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

PEMILIHAN GURU FAVORIT

8:48 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

PEMILIHAN GURU FAVORIT
Jika anda diidolakan, dikagumi, diteladani siswa. Segera putuskan ikut program guru favorit, demikian iklan untukmu guruku dalam beberapa hari ini menghiasi koran kesayangan kita Pontianak Post. Berdasarkan telusuran penulis dalam Kamus Pelajar arti favorit adalah yang diunggulkan untuk menjadi pemenang dalam perlombaan. Sedangkan pengertian guru adalah orang yang pekerjaannya atau mata pencahariannya mengajar. Menurut Syaiful Sagala dalam bukunya Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dengan demikian guru favorit adalah seorang guru yang di senangi muridnya di suatu sekolah akan diunggulkan untuk menjadi pemenang dalam perlombaan.
Begitu antusiasnya program untukmu guruku dengan brandnya pemilihan guru favorit gemanya juga sampai ke daerah perbatasan ( Pontianak Post tanggal 12 April 2010 ). Apresiasi terhadap pihak penyelenggara kami haturkan banyak terima kasih, karena sudah sepantasnya dan sewajarnya mereka untuk menghargai para guru, dan memang para guru didaerah perlu juga mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan tersebut, semoga orang semakin banyak peduli dengan guru.
Dengan adanya berbagai persyaratan yang telah ditentukan, tentu sangat menarik bahwa seorang peserta harus menyertakan tulisan tentang karya inovatif guru tersebut, dimana para guru dituntut untuk berkarya terutama dalam hal tulis menulis. Mudah-mudahan para guru peserta lomba tersebut tidak hanya tahu mengutif atau menjiplak karya orang lain, yang saat ini sangat begitu mudah di akses lewat internet, karena sang guru sudah tidak asing menggunakan layanan internet tersebut. Lain halnya guru-guru yang dipedalaman, masih banyak yang gaptek, namun mereka tetap konsisten untuk tidak mau berbuat atau menjiplak hasil karya orang lain tersebut. Dengan adanya suatu perbedaan diatas sudah selayaknya kita juga mengapresiasikan guru-guru kita yang ingin ikut, seperti teman-teman kita didaerah pedalaman, namun menurut hemat penulis bahwa kenyataan dilapangan masih begitu banyak guru-guru kita yang tidak mau ambil peduli dengan adanya perkembangan teknologi internet. Tetapi mudah-mudahan kedepan guru-guru kita sudah sangat membanggakan mereka pergi kesekolah dan mengajar sudah menggunakan Laptop dan Projector, karena mereka sudah mendapat pelatihan dan penghasilan tambahan dari Sertifikasi Guru.
Dengan adanya perlombaan guru favorit tersebut, jelaslah bahwa profesi guru merupakan bidang kajian dari ilmu yang telah memiliki suatu pengakuan kekuasaan, akibat dari keahliannya. Pengakuan ini ditandai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat untuk menggunakan jasa profesi sebagaimana yang diharapkan mereka. Secara implisit makna profeionalisme tersebut diatas mengandung berbagai nilai pengetahuan, ketrampilan,etika serta moral yang ditentukan standarnya untuk melayani masyarakat yang memerlukannya itu.
Guru favorit diatas tentunya tidak terlepas dari Sepuluh Kompetensi dasar guru yang telah dikembangkan melalui kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, adalah : pertama: kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disajikan, kedua: kemampuan mengelola program belajar mengajar, ketiga: kemampuan mengelola kelas, keempat: kemampuan menggunakan media/sumber belajar,kelima: kemampuan menguasai landasan-landasan pendidikan, keenam: kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, ketujuh: kemampuan menilai prestasi peserta didik, kedelapan: kemampuan mengenal fungsi dan program layanan BK, kesembilan: kemampuan mengenaldan menyelenggarakan administrasi sekolah, kesepuluh: kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Sekiranya setiap guru memiliki sikap positip dan utuh seperti di atas, niscaya keadaan pendidikan di suatu daerah memiliki prospek yang cerah. Guru seperti itulah yang harus dilahirkan oleh lembaga pendidikan guru yang ada. Walaupun kadang-kadang sang guru yang memiliki dedikasi yang tinggi tidak memperdulikan hambatan yang dihadapinya. Mereka mengabaikan kesulitan cuaca panas atau dingin, hujan lebat ataupun gerimis, bahkan sakit yang mungkin sempat dia rasakan, yang penting tetap dapat memberikan pelayanan memadai pada tiap orang yang dibawah tanggung jawabanya. Kadang sang guru juga menghadapi anak didik yang berbuat tidak pada tempatnya, seperti kurang sopan, kasar, tidak memberikan penghargaan dan rasa hormat. Namun mereka tetap tegar menghadapinya, karena mereka menjadi guru karena pilihan utama yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam. Tentunya mereka-mereka itulah yang kita katakana guru favorit nantinya.
Kesepuluh komptensi guru di atas adalah merupakan bagian dari komptensi pedagogik yang dimiliki guru, karena untuk menghadapi tantangan tersebut, guru perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Guru dituntut terus menerus belajar sebagai upaya melakukan pembaharuan atas ilmu pengetahuan yang dimiliki, bahkan guru juga dituntut untuk melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka, amupun melakukan penelitian tindakan kelas.
Berikutnya komptensi kepribadian juga harus dimiliki baik pisik maupun psikis. Sehingga dapat kita ketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan darikepribadian seseorang. Tentunya yang menjadi dasarnya adalah ilmu pengetahuan dan moral yang dimiliki seorang guru, karena kepribadia akan turut menentukan apakah mereka dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya menjadi perusak anak didiknya.
Dan yang ketiga tidak kalah pentingnya adalah kompetensi sosial, dimana kita lihat UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pada pasal 4 ayat 1, menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tunggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, tidak dapat diurus dengan pardikma birokratik, tentnya ruang kreatifitas dan inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Sedangka yang terakhir adalah kompetensi professional, dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Komptensi ini tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten.
Guru favorit niscaya mampu melaksanakan pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang efektif dan efisien. Guru yang profesional diyakini mampu memotivasi siswa untuk mengoptimalkan potensinya dalam kerangka pencapaian standar pendidikan yang ditetapkan.
( Penulis : Uray Iskandar, S.Pd/ Guru SMP N 1 Selakau yang sedang mengikuti S2 AP FKIP Untan )

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

8:46 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN
PENDIDIKAN
A. Administrasi Pendidikan
Pergeseran paradigma yang awalnya memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial dan kini menjadi suatu lahan bisnis mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan. Perubahan pengelolaan ini seirama dengan tuntutan zaman. Situasi, kondisi dan tuntutan pada era reformasi membawa konsekwensi kepada pengelola pendidikan untuk melihat kebutuhan kehidupan di masa depan. Maka merupakan hal yang logis ketika pengelola pendidikan mengambil langkah antisipatif untuk mempersiapkan diri bertahan pada zamannya. Mempertahankan diri dengan tetap mengacu pada mutu pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan pada era reformasi merupakan pembenahan manajemen yang serius dengan menekanakan pembenahan secara global.
Di dalam lembaga pendidikan khususnya sekolah administrasi sering di sebut juga dengan istilah ketatausahaan yang diartikan dengan kegiatan penyusunan keterangan-keterangan secara sistematis dan pencatatan-pencatatan secara tertulis mengenai semua kegiatan yang diperlukan dengan maksud memperoleh suatu ikhtisar mengenai keterangan-keterangan itu dalam keseluruhannya dan dalam hubungannya satu sama lainnya.
Administrasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk membantu/melayani, mengarahkan dan mengatur semua kegiatan organisasi di dalam mencapai tujuan secara tertib, efisien dan efektif. Menurut Sondang P. Siagian dalam Mulyono (2008:42) mengatakan bahwa administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan daripada keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atrau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut Syaiful Sagala ( 2009:46 ) bahwa adminstrasi adalah kegiatan memberi bantuan dalam mengelola informasi, mengelola manusia, mengelola harta benda kearah pada suatu tujuan yang terhimpun dalam organisasi.
Jadi administrasi pendidikan adalah kegiatan orang banyak yang menuju kepada suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelum pekerjaan itu dimulai.
1. Tujuan Administrasi Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya bermaksud mengembangkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi warga negara yang memiliki kualitas sesuai dengan cita-cita bangsa berdasarkan falsafah dan dasar negara Pancasila. Tujuan administrasi pendidikan tentunya sangat berkaitan erat dengan tujuan pendidikan secara umum, karena administrasi pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Menurut Mulyono dalam bukunya Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan (2008:54) bahwa tujaun administrasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kegiatan operasional kependidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Sergiovanni dan Carver dalam Mulyono ( 2008:55) menyebutkan ada empat tujuan administrasi, yaitu :
1. Efektivitas produksi
2. Efisiensi
3. Kemampuan menyesuaikan diri
4. Kepuasaan Kerja.
Keempat tujuan tersebut dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dengan tujuan administrasi pendidikan segala usaha kerjasama dalam mendayagunakan berbagai sumber dapat berjalan secara teratur, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Fungsi Administrasi Pendidikan
Administrasi Pendidikan mempunyai fungsi yang integral dalam proses pendidikan, terutama dalam pengelolaan pelaksanaan belajar mengajar di sekolah. Fungsi-fungsi pengelolaan proses belajar mengajar antara lain sebagai berikut :
1. Perencanaan, menyangkut berbagai kegiatan seperti menentukan kebutuhan, penentuan strategi pencapaian tujuan dan penentuan program guna melaksanakan strategi pencapaian tersebut.
2. Organisasi, meliputi personel, sarana dan prasarana, distribusi pengelolaan personel, distribusi tugas dan tanggung jawab yang terwujud sebagai suatu badan pengelolaan yang integral.
3. Koordinasi, stabilisator antar berbagai tugas dan tanggung jawab dan wewenang untuk menjamin tercapainya relevansi dan efektivitas program kerja yang dilaksanakan.
4. Motivasi, meningkatkan efisiensi proses dan efektivitas hasil kerja.
5. Pengawasan, meliputi pengamatan proses pengelolaan secara menyeluruh, sehingga tercapai hasil sesuai dengan program kerja
3. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan
Ruang lingkup administrasi pendidikan meliputi dua bidang kegiatan, yaitu :
1. Management of administrative function, yakni kegiatan yang bertujuan mengarahkan agar semua orang dalam organisasi / kelompok kerjasama dalam mengerjakan hal-hak yang tepat sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Management of operative function, yakni kegiatan yang bertujuan mengarahkan dan membina agar dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi beban tugas masing-masing, setiap orang melaksanakannya dengan tepat dan benar.
Namun di lingkungan lembaga pendidikan, khususnya sekolah secara umum bahwa ruang lingkup adminstrasi pendidikan meliputi :
a. Administrasi kurikulum
b. Adminstrasi ketenagaan
c. Administrasi kesiswaan
d. Administrasi sarana prasarana
e. Administrasi keuangan
f. Administrasi perkantoran
g. Adminstrasi penunjang pendidikan
h. Administrasi layanan khusus pendidikan
i. Administrasi tata lingkungan dan keamanan sekolah
j. Administrasi Humas
Namun perlu digaris bawahi bahwa semakin besar dan maju suatu lembaga pendidikan, maka semakin banyak ruang lingkup administrasi yang harus dilaksanakan dan ditangani oleh pihak sekolah. Demikian juga sebaliknya semakin kecilnya sekolah semakin sedikit ruang lingkup administrasi yang ditanganinya.
4. Prinsip Adminstrasi Pendidikan
Administrasi Pendidikan lebih mengarah kepada komponen manusia, dimana demokrasi dalam administrasi pendidikan di junjung tinggi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Mulyono ( 2008:60 ) bahwa prinsip administrasi pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Pelibatan tanggung jawab individu-individu untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan dan penciptaan situasi dan prosedur dimana individu-individu dalam berbagai kelompok dapat bekerjasama dalam perencanaan pendidikan.
2. Usaha menempatkan kepemimpinan dan mendorong pelaksanaannya sesuaidengan abilitas, kapasitas, latar belakang, pengalaman, minat dan kebutuhan setiap pribadi yang terlibat.
3. Adanya fleksibilitas organisasi yang memungkinkan penyesuaian yang dilakukan secara kontinyu dan menyangkut human relationshif sehingga terjadi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
4. Penghargaan terhadap usaha dan aktivitas kreatif sesuai dengan hakaikat manusia yang diekspresikan dalam perencanaan dan pelaskanaan program pendidikan.
B. Manajemen Pendidikan
Pengelolaan atau manajemen bermakna penggunaan sumber daya organisasi secara efektif untuk mencapai tujuan. Manajemen merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari secara mendalam strategi atau cara-cara mencapai tujuan secara sistematis.
Menurut Luther Gulick dalam Syaiful Sagala ( 2009:50 ) bahwa manajemen sebagai ilmu karena manajemen sebagai bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Sedangkan menurut Terry ( 1964 ) mengemukakan manjemen merupakan proses yang khas terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber daya lainnya.
Bertitik tolak dari pengertian diatas bahwa manajemen adalah cara-cara efektif dan efisien menggerakkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan sasaran manajemen itu sendiri lebih mengarah kepada pencapaian tujuan dan memiliki inti dasar dari producting, marketing, financial, personal, human relation, serta adinistratif manajemen.
Manajemen dalam mengelola pendidikan tidak dapat dilepaskan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukti dari pertalian erat tersebut adalah perubahan yang terjadi pada hampir semua aspek kehidupan manusia dengan berbagai permasalahan yang ditimbulkannya dapat dipecahkan melalui upaya penguasaan serta peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi demikian membawa dampak kepada perlunya seseorang mengikuti perkembangan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang dan berubah. Perkembangan dan perubahan yang terus bergulir ini pun membawa manusia ke era persaingan global yang ketat. Oleh karena itu kalau tidak ingin kalah bersaing dalam era globalisasi peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien. Pengembangan dan peningkatan kualitas SDM yang berdaya saing international dan mempunyai kompetensi untuk bertahan pada perkembangan zaman menjadi suatu perhatian penting dalam manajemen pendidikan.
Globalisasi menuntut adanya perubahan paradigma dalam dunia pendidikan. Menurut Reigeluth dan Garfinkle (1994) dalam Syafaruddin, kebutuhan terhadap paradigma baru pendidikan di dasarkan atas perubahan besar-besaran dalam kondisi dan kebutuhankebutuhan pendidikan dalam masyarakat informasi. Untuk melakukan perubahan tersebut maka peranan manajemen pendidikan sangat signifikan untuk menciptakan sekolah-sekolah yang bermutu yang menghasilkan SDM terandalkan dan tangguh yang dibutuhkan masyarakat. Kualitas pendidikan yang diserap pada sekolah yang bermutu sudah seharusnya dipersiapkan seirama dengan perkembangan zaman.
Saat ini zaman berada pada era globalisasi dan informasi, maka era inilah yang membawa perubahan-perubahan mendasar dan mewarnaikehidupan pendidikan. Guru mengatur, murid diatur. Peluang apa yang Muncul Saat Ini? Salah satu perubahan mendasar yang telah digulirkan oleh pemerintah untuk menanggapi era globalisasi dan informasi dan membawa dampak pada manajemen pendidikan adalah berubahnya manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah. Secara resmi, perubahan manajemen ini telah diwujudkan dalam bentuk “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah” yang kemudian diikuti pedoman pelaksanaannya berupa “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi.
Konsekuensi logis dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi. Karena itu, manajemen pendidikan berbasis pusat yang selama ini telah dipraktikkan perlu diubah menjadi manajemen pendidikan berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah yang sudah berhasil mengangkat kondisi pendidikan dan memecahkan masalah pendidikan di beberapa negara maju seperti Australia dan Amerika tentunya harus ditangkap menjadi satu peluang untuk menyajikan pendidikan yang berkualitas dalam pembentukan SDM. Manajemen pendidikan harus mampu menerjemahkan perubahan itu ke dalam kebijakan-kebijakan strategis bagi lembaganya.
Komponen manajemen pendidikan antara lain meliputi proses pembelajaran, sumber daya manusia, siswa, stakeholder, fasilitas, pembiayaan, school public relation. Ada beberapa teori manajemen yang dapat menjadi panduan pembenahan manajemen pendidikan. Jika kita berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu industri, maka langkah selanjutnya berpikir bagaimana mengembangkan industri itu untuk terus bertumbuh. Maka dalam bingkai pemikiran ini kita memerlukan panduan yang sesuai. Manajemen Mutu Terpadu atau lebih dikenal dengan Total Quality Management dapat dijadikan “guiding philosophy” yang tentunya ditarik ke dunia pendidikan.


1. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan
a. Perencanaan, dimana kegiatan yang di mulai dari perumusan, dipilih dan ditetapkannya seluruh aktivitas sumber daya yang akan dilaksanakan dan digunakan dimasa yang akan datang untuk mencapai tujuan.
b. Pengorganisasian, adalah pembagian pekerjaan yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota kelompok, penentuan hubungan pekerjaan diantara mereka dan pemberian lingkungan pekerjaan yang sepatutnya.
c. Penggerakan, merupakan aktivitas seorang manajer dalam memerintah, menugaskan, menjuruskan, mengarahkan dan menuntun karyawan atau personel organisasiuntuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
d. Pengkoordinasian, mempersatukan sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan dan sumber lain ke arah tercapainya maksud yang telah ditetapkan.
e. Pengarahan, difokuskan pada aktivitas masing-masing orang pada tiap-tiap unit agar terhindar kekliruan dan bahkan kerugian.
f. Pengawasan dan pemantauan, melakukan penyesuaian terhadap rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan tujuan sistem hanya dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan juga untuk mengukur tingkat keefektifan program layanan belajar dan manjemen satuan pendidikan.
2. Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS )
Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ) adalah keseluruhan proses pendayagunaan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh sekolah bersama pihak terkait dengan memperhatikan kondisi sekolah dan menjunjung tinggi aturan nasional. Model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan utama manajemen berbasis sekolah adalah untuk meningkatkan kinerja sekolah, terutama meningkatkan hasil belajar siswa. Namun dalam pelaksanaannya sering terjadi penyimpangan sehingga hasilnya melenceng dari tujuan utama. Menurut Drury dan Levin (1994) dalam Mulyono mengatakan bahwa MBS belum bisa secara langsung meningkatkan pencapaian prestasi belajar siswa, namun memiliki potensi untuk meningkatkannya. MBS memberi kontribusi terhadap empat keluaran pendidikan: pertama, meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya termasuk personel, kedua, meningkatkan profesionalisme guru, ketiga, impelementasi reformasi kurikulum, keempat, meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan.
Menurut Djam’an Satori bahwa tujuan MBS adalah untuk menjamin mutu pembelajaran anak didik/para siswa yang berpijak pada student-driven services Asas ini mengandung makna yang sangat mendasar karena kepentingan dan aspirasi stakeholder ( orang tua ) adalah terciptanya kondisi dan situasi yang kondusif dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah untuk kepentingan prestasi hasil belajar dan kualitas pengembangan pribadi putra-putrinya (Mulyono, 2008:243)
Pada intinya tujuan implementasi MBS ini mendorong sekolah melakukan perubahan ke arah yang lebih bermutu dan kompetitif. Untuk ini perlu pembenahan dukungan sumberdaya manusia seperti kepala sekolah, dewan pendidikan, konselor, tenaga kependidikan lainnya di sekolah. Seiring dengan pembenahan SDM juga dibenahi sarana dan fasilitas yang mendukung penguatan terhadap layanan belajar.
Penerapan MBS sesungguhnya bukanlah reformasi yang luar biasa, melainkan hanyalah upaya mengembalikan hakekat penyelenggaraan pendidikan di sekolah kepada sifat alaminya, sifat yang masuk akal ( Syaiful Sagala, 2009:85)
Kapasitas sekolah untuk menghadapi tuntutan yang semakin meningkat dan lingkungan yang dinamis akan menjadi potensi penentu sekolah. Oleh sebab itu, kita harus yakin dan adanya kemauan pemerintah daerah kabupaten/kota, dinas pendidikan dan sekolah memperbaharui diri sehingga dapat meningkatkan prestasi peserta didik. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional, jadi bukan hanya pada dimensi prestasi akademik.
Manajemen Berbasis Sekolah bukan menjadikan sekolah egois apalagi arogan, tetapi menjadikan sekolah tersebut lebih mandiri, inovatif dan kreatif. Dengan kemandirian itu sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program kurikuler dan ektrakurikuler yang lebih sesuai dengan kebutuhan mutu dan mengoptimalkan potensi sekolah. Kemandirian dan otonomi sekolah menggambarkan bahwa sekolah mengatur rumah tangganya sendiri mempunyai kendali dan akuntabilitas terhadap lingkungannya. Sekolah yang berdaya akan mampu memberikan respon kontekstual sesuai dengan orientasi pembangunan daerah, aspirasi masyarakat dan para pengguna lulusan pendidikan.
Dengan demikian MBS bukan hanya semata-mata mengelola dan meningkatkan nilai akhir ujian nasional tapi merupakan pengelolaan lembaga secara keseluruhan sesuai dengan delapan standar nasional pendidikan.













BAB III
KESIMPULAN
Di dalam proses administrasi pendidikan terdapat kegiatan manajemen. Proses administrasi pendidikan bukan hanya menyangkut urusan material, tetapi juga personel dan spiritual yang merupakan garapan utama manajemen. Adminstrasi pendidikan merupakan penerapan ilmu administrasi dalam dunia pendidikan atau dalam pembinaan, pengembangan, dan pengendalian usaha praktik-praktik pendidikan.
Tujuan administrasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efisensi dan efektivitas penyelengaraan kegiatan operasional kependidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Manajemen pendidikan adalah aplikasi prinsip, konsep dan teori manajemen dalam aktivitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Di berbagai organisasi selalu menjalankan fungsi manajemen yang seharusnya dilaksanakan yaitu “Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling”.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan inovasi pengelolaan sekolah yang merupakan suatu bentuk pengaturan dimana kekuasaan pengambilan keputusan sekolah bergeser dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, melainkan sekolah sendiri sebagai tempat yang apling dekat dengan proses belajar mengajar.
Manajemen Berbasis Sekolah menjadikan pendidikan sebagai proses penanaman nilai kemanusiaan yang baik, karena dapat menciptakan pendidikan menjadi konsisten antara keluarga sekolah dan masyarakat.

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

FUNGSI ORGANISASI DALAM MANAJEMEN

8:41 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

FUNGSI ORGANISASI DALAM MANAJEMEN
Salah satu prinsip pengorganisasian adalah terbaginya tugas dalam berbagai unsur organisasi. Pengorganisasian yang efektif adalah membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas kedalam sub-sub unit kerja atau komponen-komponen organisasi ( Syaiful Sagala ( 2008: 62).
Sedangkan menurut Hadari Nawawi dalam Mulyono ( 2008:77 ) menyatakan bahwa organisasi harus profesional yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian perluasan aktivitas yang mengharuskan penambahan jumlah satuan kerja hanya dilakukan bila tidak dapat ditampung dalam satuan kerja yang ada.
A. Tujuan dan manfaat organisasi.
Dalam kehidupan nyata orang-orang bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan bersama, yang dilakukan adalah kegiatan menandakan suatu lembaga atau kelompok. Adapun yang menjadi tujuan dan manfaat daripada organisasi adalah :
1. Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan dan sumber daya yang dimiliki dalam mencapai tujuannya.
2. Mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien karena dikerjakan bersama-sama
3. Wadah memanfaatkan sumber daya dan teknologi bersama-sama
4. Wadah mengembangkan potensi dan spsialisasi yan gdimiliki seseorang
5. Wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
6. Wadah mengelola lingkungan bersama-sama
7. Wadah mencari keuntungan bersama-sama
8. Wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan
9. Wadah mendapatkan penghargaan
10. Wadah memenuhi kebutuhan manusia yang semakin banyak dan kompleks
11. Wadah menambah pergaulan
12. Wadah memanfaatkan waktu luang
B. Tipe Organisasi dalam Manajemen
Tipe organisasi dalam manjemen dapat dikategorikan bermacam-macam jenis pembagiannya. Dibawah ini berdasarkan Modul 1 Adaministrasi oleh L.D. White dan H.A. Simon dalam Wikipedia bahwa tipe orgganisasi adalah sebagai berikut.
1. Pengorganisasian bagi organisasi lini atau garis. Dalam organisasi lini atau garis ini hanya dikenal 2 (dua) unsur, yaitu: unsur Pimpinan dan unsur Pelaksana.
2. Pengorganisasian bagi organisasi lini dan staf. Dalam organisasi ini dikenal 3 (tiga) unsur, yaitu: unsur Pimpinan, unsur Pembantu Pimpinan (staf), dan unsur Pelaksana (lini atau garis).
3. Pengorganisasian bagi organisasi fungsi. organisasi fungsi, ialah suatu organisasi yang disusun atas dasar kegiatan dari setiap fungsi, dimana fungsi yang satu dengan yang lain saling ketergantungan.
4. Pengorganisasian bagi organisasi Panitia. Organisasi Panitia dimaksudkan untuk memecahkan berbagai kendala atau hambatan yang tidak dapat dipecahkan oleh beberapa orang atau banyak orang.
5. Di samping itu terdapat Tipe Organisasi, yang terdiri dari 3 macam tipe yaitu: Piramid Mendatar (Flat), Piramid Kerucut (Tall) dan Tipe Piramid Terbalik.
Sedangkan menurut http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_sosial"secara garis besar tipe organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi formal dan organisasi informal. Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat mereka terstruktur. Namur dalam kenyataannya tidak ada sebuah organisasi formal maupun informal yang sempurna.
1. Organisasi Formal
Organisasi formal memiliki suatu struktur yang terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk saluran-saluran melalui apa komunikasi berlangsung. Kemudian menunjukkan tugas-tugas terspesifikasi bagi masing-masing anggotanya. Hierarki sasaran organisasi formal dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta prasarat lainya terurutkan dengan baik dan terkendali. Selain itu organisasi formal tahan lama dan mereka terencana dan mengingat bahwa ditekankan mereka beraturan, maka mereka relatif bersifat tidak fleksibel. Contoh organisasi formal ádalah perusahaan besar, badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas (J Winardi, 2003:9).
2.Organisasi informal
Keanggotaan pada organisasi-organisasi informal dapat dicapai baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kerap kali sulit untuk menentukan waktu eksak seseorang menjadi anggota organisasi tersebut. Sifat eksak hubungan antar anggota dan bahkan tujuan organisasi yang bersangkutan tidak terspesifikasi. Contoh organisasi informal adalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam bersama. Organisasi informal dapat dialihkan menjadi organisasi formal apabila hubungan didalamnya dan kegiatan yang dilakukan terstruktur dan terumuskan. Selain itu, organisasi juga dibedakan menjadi organisasi primer dan organisasi sekunder menurut Hicks:
• Organisasi Primer, organisasi semacam ini menuntut keterlibatan secara lengkap, pribadi dan emosional anggotanya. Mereka berlandaskan ekspektasi rimbal balik dan bukan pada kewajiban yang dirumuskan dengan eksak. Contoh dari organisasi semacam ini adalah keluarga-keluarga tertentu.
• Organisasi Sekunder, organisasi sekunder memuat hubungan yang bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Organisasi seperti ini tidak bertujuan memberikan kepuasan batiniyah, tapi mereka memiliki anggota karena dapat menyediakan alat-alat berupa gaji ataupun imbalan kepada anggotanya. Sebagai contoh organisasi ini adalah kontrak kerjasama antara majikan dengan calon karyawannya dimana harus saling setuju mengenai seberapa besar pembayaran gajinya.
Lain halnya lagi menurut Lipham,et al (1974:100) dalam Husaini Usman (2006:195) membagi organisasi atas dua tipe, yakni tipe Organis dan Mekanistis. Dengan demikian tipe organisasi dalam manajemen tergantung bagaimana kita akan mengelola manajemen tersebut dengan baik sesuai dengan apa yang diinginkan atau dengan kata lain tidak lain adalah bagaimana cara kita akan mencapai tujuan tersebut dengan optimal secara efisien dan efektif.

C. Pengembangan organisasi dalam manajemen
Pengembangan organisasi adalah strategi intervensi yang memanfaatkan proses kelompok untuk berfokus pada budaya organisasi secara menyeluruh dalam rangka melakukan perubahan yang diinginkan. Mula-mula orang berkumpul, diantara mereka mengusulkan untuk membentuk sebuah organisasi, karena orang-orang dalam organisasi berasal dari beragam latar belakang, maka terjadilah sebuah konflik internal antar mereka. Peristiwa ini disebut dengan badai organisasi. Untuk menyelesaikan masalah tersebut orang-orang yang ada dalam organisasi itu aturan yang harus ditaati oleh setiap anggota organisasi. Kesepakatan ini disebut dengan norma. Dengan adanya norma ini diharapkan kinerja organisasi dapat berkembang dan mampu mewujudkan apa yang dicita-citakan organisasi.
Menurut hasil penelitian Kao dalam Husaini Usman ( 1991) perkembangan organisasi di bagi menjadi lima dimensi :
a. Usia organisasi
b. Besar organisasi
c. Tahap organisasi
d. Evolusi dan revolusi organisasi
e. Rata-rata pertumbuhan organisasi
Tahapan perkembangan organisasi menurut Greiner dalam Husaini Usman ( 1972) perkembangan organisasi melalu lima tahap :
a. Tahap kreativitas
b. Tahap kepemimpinan dan staff yang baru
c. Tahap pengembangan struktur organisasi yang desantralisasi
d. Tahap koordinasi
e. Tahap perpaduan tindakan yang spontan dala menyelesaikan perbedaan individu
Dalam pelaksanaan pengembangan organisasi mempunyai sisi positif dan sisi negatif, sebagai misal adalah yang positif perubahan seluruh organisasi dan yang negatif diperlukan banyak waktu.
D. Perubahan Organisasi dalam manajemen
Semua yang ada di dunia ini mengalami perubahan. Misalnya perilaku manusia ketika pada tahun lalu dengan pada tahun sekarang jelas ada perubahan dan seterusnya. Sedangkan yang tidak mengalami perubahan adalah perubahan itu sendiri.
Menurut Husaini Usman ( 2006:215) bahwa perubahan organisasi adalah perpindahan ke arah yang lebih baik untuk mempertahankan keberadaan organisasi terhadap tuntutan perubahan zaman. Jika dalam jangka waktu tertentu sebuah organisasi tidak melakukan perubahan, dapat dipastikan organisasi itu akan ketinggalan. Bahkan bisa kehilangan keberadaan dalam bidangnya. Karena organisasi yang fleksibel dalam menerima perubahan yang terjadi akan tetap mempertahankan keberadaannnya.
1. Proses Perubahan Organisasi
Pada organisasi diawali oleh keadaan organisasi lama, karena perkembangan zaman maka organisasi itu merubah diri menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Sehingga organisasi itu berubah menjadi lebih segar. Kesegaran ini akan membawa kepada organisasi baru yang harapannya mengurangi rasa kebekuan pada onggota organisasi itu.
2. Sikap Manusia Terhadap Perubahan
Latar belakang warga organisasi yang beragam akan mencipkan sebuah dinamika tersendiri dalam organisasi. Demikian halnya dalam menerima sebuah perubahan dalam organisasi.
Menurut Newstrom & Davis dalam Husaini Usman (1997) ada tiga jenis penolakan :
a. Penolakan logis, rasional
b. Penolakan psikologis, emosional
c. Faktor sosiologis
3. Resistensi terhadap perubahan
Pada diri manusia ada yang menolak akan adanya perubahn, mereka lebih mempertahankan status quo. Mereka berkeyakinan bahwa perubahan organisasi tidak membawa kepada arah yang lebih baik.











BAB III
KESIMPULAN
Pengertian pengorganisasian adalah “ merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal , mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien”
Organisasi sebagai Proses Kerjasama adalah proses kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.
Organisasi sebagai sistem sosial ialah subsistem-subsistem yang saling berinteraksi, berkorelasi dan berdepensi yang membentuk suatu kesatuan utuh melebihi jika subsistem-subsitem bekerja sendiri-sendiri (sinerjik). Dalam suatu sistem, apabila salah satu subsistemnya berubah, maka akan dapat mengubah sistem ini secara keseluruhan. Disamping itu organisasi sebagai sistem sosial dipengaruhi oleh lingkungan unternal maupun eksternal organisasi.
Organisasi sebagai struktur ialah sebagai sistem formal dari hubungan aturan-aturan dan tugas serta berkaitan otoritas yang mengontrol tentang cara orang bekerja sama dan memanfaatkan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi sebagai kultur adalah mendeskripsikan bagaimana orang-orang dalam organisasi berpikir (cipta), berperasaan(rasa) bertindak (karsa).
Organisasi sebagai suatu wadah ialah tempat organisasi melakukan kegiatan. Wadah kegiatan ini disebut sebagai organisasi biasanya berbentuk sebuah lembaga.
Organisasi sebagai iklim adalah produk akhir dari interaksi antaranggota organisasi yang ada di suatu organisasi guna mencapai keseimbangan antara tujuan lembaga dengan tujan individu.
Organisasi belajar adala

0 Komentar Tog Bhe Maseh: