PEMBERIAN MOTIVASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

2:33 PM URAY ISKANDAR 0 Comments

PEMBERIAN MOTIVASI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Oleh :Uray Iskandar

2. Hubungan dengan administrasi pendidikan adalah dalam hal Kepala Sekolah sebagai Motivator

3. Dasar Hukum :
a. Peraturan Mendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrah
b. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
c. UU RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
d. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
e. Permenpan nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya
f. Permen Diknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah

4. Masuk ke dalam Renstra 2010 -2015
3.3 Tata Nilai Depdiknas
Depdiknas menyadari bahwa misi dan tujuan tersebut di atas dapat terwujud apabila didukung dengan penerapan tata nilai ideal yang akan sangat menentukan eberhasilan dalam melaksanakan proses pembangunan pendidikan sesuai dengan okus prioritas yang telah ditetapkan untuk mendukung pengembangan ekonomi reatif. Penetapan tata nilai yang merupakan dasar sekaligus pemberi arah bagi ikap dan perilaku semua pegawai dalam menjalankan tugas sehari-hari. Selain itu, ata nilai tersebut juga akan menyatukan hati dan pikiran seluruh pegawai dalam saha mewujudkan fokus prioritas Depdiknas.

Nilai-nilai proses (process values), yakni nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam ekerja di Depdiknas dalam rangka mencapai dan mempertahankan kondisi yang iinginkan, yaitu sebagai berikut.
1) Visioner dan berwawasan: bekerja berlandaskan pengetahuan dan informasi yang luas serta wawasan yang jauh ke depan.
2) Menjadi teladan: berinisiatif untuk memulai dari diri sendiri untuk melakukan halhal yang baik sehingga menjadi contoh bagi pihak lain.
3) Memotivasi (motivating): memberikan dorongan dan semangat bagi pihak lain untuk berusaha mencapai tujuan bersama.
4) Mengilhami (inspiring): memberikan inspirasi dan memberikan dorongan agar pihak lain tergerak untuk menghasilkan karya terbaiknya.
5) Memberdayakan (empowering): memberikan kesempatan dan mengoptimalkan daya usaha pihak lain sesuai dengan kemampuannya.
6) Membudayakan (culture-forming): menjadi motor dan penggerak dalam
pengembangan masyarakat menuju kondisi yang lebih berbudaya.
7) Taat azas: mematuhi tata tertib, prosedur kerja, dan peraturan perundangundangan.
8) Koordinatif dan bersinergi dalam kerangka kerja tim: bekerja bersama
berdasarkan komitmen, kepercayaan, keterbukaan, saling menghargai, dan
partisipasi aktif bagi kepentingan Depdiknas.
9) Akuntabel: bekerja secara terukur dengan prinsip yang standar serta memberikanhasil kerja yang dapat dipertanggungjawabkan.

5. Rumusan Masalah Penelitian :


Berdasarkan pokok-pokok permasalahan sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Seberapa besar kontribusi pemberian motivasi kepala sekolah terhadap kinerja guru pada SMP Negeri 3 Selakau ?
b. Seberapa besar kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru pada SMP Negeri 3 Selakau ?
c. Seberapa besar kontribusi pemberian motivasi dan kepemimpinan kepala sekolah secara bersama-sama terhadap kinerja guru pada SMP Negeri 3 Selakau?

6. Metode Rencana Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik korelasional. Variabel penelitian meliputi dua variabel bebas yaitu pemberian motivasi kepala sekolah (X1), kinerja guru variabel terikat (Y). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei penjelasan dengan pendekatan kuantitatif melalui korelasi dan analisis jalur. Analisis ini akan digunakan dalam menguji besarnya pengaruh yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi antar variabel diatas.

7. Grand Teori Penelitian :
A. Teori Motivasi
I. Teori Dini Motivasi
Sejumlah teori-teori awal mengenai motivasi telah muncul sejak 1950-an. Ada tiga teori spesifik pada masa itu yang, meskipun sekarang dipertanyakan kevaliditasnya, agaknya masih penjelasan yang dikenal paling baik untuk motivasi karyawan. Meskipun banyak teori baru yang lebih sahih, namun tiga teori lama ini akan dibahas karena mereka mewakili suatu pondasi darimana teori kontemporer berkembang dan para manager mempraktekkan penggunaan dan peristilahan teori-teori tersebut secara teratur dalam menjelaskan motivasi karyawan.
a. Teori Hirarki Kebutuhan
Abraham Maslow menghipotesiskan adanya lima jenjang kebutuhan dalam diri semua manusia, yaitu dimulai dari kebutuhan psikologis, keamanan, social, penghargaan, dan yang paling tinggi, aktualisasi diri. Teori ini mengatakan bahwa setelah tiap teori dibawahnya terpuaskan, maka masing-masing teori diatasnya akan menjadi kebutuhan dominan. Sementara motivasi untuk kebutuhan yang telah cukup terpuaskan tidak ada lagi.

b. Teori X dan Teori Y
Dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana Teori X mengandaikan bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sementara Teori Y mengandaikan bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri.

c. Teori Motivasi Higiene (Teori Dua Faktor)
Dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana ada faktor-faktor intrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja (prestasi, pengakuan kerja, tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan) dan faktor-faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja (kebijakan dan pimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan antarpribadi, dan kondisi kerja). Disebutkan bahwa ada faktor hygiene seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, dan gaji yang, bila memadai dalam pekerjaan, menentramkan pekerja. Bila tidak memadai, maka orang-orang akan tidak terpuaskan.

II. Teori Kontemporer Motivasi
Sementara itu, ada beberapa teori kontemporer tentang motivasi yang masing-masing memiliki derajat dokumentasi pendukung sahih yang wajar. Teori-teori ini mewakili keadaan terakhir dewasa ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
a. Teori Erg
Dikemukakan oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale yang mengerjakan ulang teori kebutuhan Maslow. Ia berpendapat bahwa ada tiga kelompok :
1) Eksistensi : mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan.
2) Keterhubungan, adalah hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Termasuk disini hasrat sosial dan status.
3) Pertumbuhan, yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari aktualisasi diri pada teori kebutuhan Maslow.
Disamping menggantikan lima kebutuhan dengan tiga, teori ERG ini juga memperlihatkan bahwa (a) lebih dari satu kebutuhan dapat beroperasi terus, dan (b) jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat-lebih-tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi kebutuhan ditingkat yang lebih rendah meningkat. Disini ketiga kategori dapat beroperasi sekaligus dengan tingkat yang berbeda-beda. Teori ini konsisten dengan perbedaan individual diantara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga, dan lingkungan budaya dapat mengubah tingkat kepentingan kebutuhan bagi tiap individu.

b. Teori kebutuhan McClelland
Dikemukakan oleh david McClelland dan kawan-kawannya, , teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu :
1) Kebutuhan akan prestasi : dorongan untuk lebih unggul, berprestasi, dan berusaha keras untuk sukses. Peraih prestasi tinggi memiliki hasrat untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Mereka tidak menyukai kemenangan oleh kebetulan, melainkan tantangan menyelesaikan suatu masalah dan menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses ataupun kegagalan.
2) Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang mana tidak akan mereka lakukan jika tidak terpaksa. Individu dengan Pow (need for power) ini menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat mempengaruhi orang lain, suka ditempatkan dalam situasi kompetitif, berorientasi status, dan cenderung lebih peduli akan prestise dan memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif.
3) Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab, untuk disukai dan diterima baik oleh orang lain. Individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, menyukai situasi yang kooperatif, dan ssangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbale balik yang tinggi.
Untuk mengetahui kebutuhan mana yang dominan pada diri individu, beberapa metode seperti kuisioner, tes proyektif dengan gambar dapat efektif. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan untuk berprestasi tinggi tidak selalu berarti dapat menjadi manager yang baik, terutama dalam organisasi-organisasi besar. Sementara kebutuhan akan afiliasi erat dikaitkan dengan sukses manajerial. Manager terbaik tinggi dalam kenutuhan kekuasaan dan rendah dalam kebutuhan afiliasinya.

c. Teori evaluasi kognitif
Dikemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah memberi ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Dengan kata lain, bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas itu sendiri merosot. Namun teori ini telah dipertanyakan diantara para spesialis kompensasi selama bertahun-tahun bahwa jika upah atau ganjatan ekstrinsik lain harus merupakan motivator yang efektif, ganjaran itu seharusnya dibuat bergantung pada kinerja seorang individu. Selain itu, teori ini juga diserang dalam hal metodologi yang digunakan didalamnya dan dalam penafsiran dari penemuan-penemuan itu. Teori ini mungkin relevan dengan perangkat pekerjaan organisasi yang berada diantaranya, yaitu pekerjaan yang tidak luar biasa membosankan dan tidak luar biasa menarik.
d. Teori penetapan tujuan
Bahwa tujuan yang khusus akan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan benar, adanya tujuan sulit yang spesifik akan menghasilkan kinerja lebih tinggi bila diterima dengan baik. Kespesifikan tujuan itu sendiri akan bertindak sebagai ransangan internal. Tetapi, adalah logis juga untuk mengandaikan bahwa tujuan yang mudah akan lebih besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi sekali seorang karyawan menerima tugas yang sulit, ia akan mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi sampai tugas itu dicapai, diturunkan, atau ditinggalkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja, yaitu umpan balik, komitmen tujuan, kefektifan diri yang memadai, dan budaya nasional.
e. Teori penguatan
Adalah lawan bagi teori penetapan tujuan, yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Teori ini mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak memperdulikan apa yang mengawali perilaku, teori ini bukanlah teori motivasi. Tetapi ia memberikan analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa penguatan memiliki pengikut yang luas sebagai piranti motivasional. Bagaimanapun, dalam bentuknya yang murni, teori ini mengabaikan perasaan, sikap, pengharapan, dan variable kognitif lainnya yang dikenal berdampak terhadap perilaku. Tidak diragukan bahwa penguatan mempunyai pengaruh yang penting atas perilaku.

f. Teori keadilan
Bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Peran yang dimainkan keadilan dalam motivasi akan memicu individu untuk mengoreksinya. Untuk itu, ada empat pembandingan acuan yang dapat digunakan karyawan/individu tersebut :
a. Didalam diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda didalam organisasinya dewasa ini.
b. Diluar diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi/situasi diluar organisasinya saat ini.
c. Didalam diri orang lain : individu atau kelompok individu lain didalam organisasi karyawan itu.
d. Diluar diri orang lain : individu atau kelompok individu diluar organisasi karyawan itu.
Acuan mana yang dipilih seorang karyawan akan dipengaruhi oleh informasi yang dipegang karyawan itu mengenai acuan-acuan maupun oleh daya tarik acuan itu, sehingga ada pemusatan pada empat variabel pelunak : jenis kelamin, masa kerja, level dalam organisasi, dan tingkat pendidikan/profesionalisme. Berdasarkan teori ini, bila karyawan mempersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut :
b. Mengubah masukan mereka (misalkan tidak mengeluarkan banyak upaya).
c. Mengubah keluaran mereka.
d. Mendistorsikan persepsi mengenai diri.
e. Mendistorsikan persepsi mengenai orang lain.
f. Memilih acuan yang berlainan.
g. Meninggalkan medan.
Secara khusus, teori keadilan menegakkan empat dalil yang berkaitan dengan upah yang tidak adil :
- Pembayaran menurut waktu, karyawan yang diganjjar terlalu tinggi menghasilkan lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil.
- Dengan adanya pembayaran menurut kuantitas produksi, karyawan yang diganjar lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit satuan, tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil.
- Dengan adanya penggajian menurut waktu, karyawan yang kurang diganjar menghasilkan keluaran dengan kualitas yang kurang atau lebih buruk.
- Dengan adanya penggajian menurut kuantitas produksi, karyawan yang kurang diberi ganjaran menghasilkan sejumlah besar satuan dengan adil.
Sebagai kesimpulan, teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak.



g. Teori Harapan
Dikembangkan oleh Victor Vroom, yang meskipun banyak dikritik, banyak bukti riset yang mendukungnya. Teori ini berargumen bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi individu.
Oleh karenanya, teori ini memfokuskan pada tiga hubungan :
- Hubungan upaya-kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.
- Hubungan kinerja-ganjaran : derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
- Hubungan ganjaran-tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut bagi individu.
Teori harapan ini sangat membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan yang minimum untuk menyelamatkan diri. Namun, teori ini cenderung bersifat idealistis karena sedikit individu yang mempersepsikan suatu korelasi yang tinggi antara kinerja dan ganjaran dalam pekerjaan mereka. Jika organisasi benar-benasr mengganjar individu untuk kinerja, bukannya menurut kriteria seperti senioritas, upaya, tingkat ketrampilan, dan sulitnya pekerjaan, maka validitas teori ini mungkin lebih besar.
h. Teori Motivasi lainnya :
Banyak orang yang mencoba menjelaskan bagaimana semua motivasi bekerja. Berikut adalah beberapa diantaranya:
a. Teori Insentif.
Yaitu teori yang mengatakan bahwa seseorang akan bergerak atau mengambil tindakan karena ada insentif yang akan dia dapatkan. Misalnya, Anda mau bekerja dari pada sampai sore karena Anda tahu bahwa Anda akan mendapatkan intensif berupa gaji. Jika Anda tahu akan mendapatkan penghargaan, maka Anda pun akan bekerja lebih giat lagi. Yang dimaksud insentif bisa tangible atau intangible. Seringkali sebuah pengakuan dan penghargaan, menjadi sebuah motivasi yang besar

B. TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan beerangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan
Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan “the greatma theory”

Dalam perkemabangannya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwaa sifat – sifat kepemimpinan tidak
seluruhnya dilahirkan, akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain ; sifat fisik, mental dan kepribadian
2. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecenderungan kea rah dua hal
a. Konsiderasi yaitu kecenderungan pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia bekonsultasi dengan bawahan.
b. Struksur inisiasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil apa yang akan dicapai.
Jadi berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Kemudian juga timbul teori kepemimpinan situasi dimana seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
3. Teori kontingensi
Mulai berkembang th 1962, teori ini menyatakan bahwa tidak ada satu sistem manajemen yang optimum, sistem tergantung pada tingkat perubahan lingkungannya. Sistem ini disebut sistem organik (sebagai lawan sistem mekanistik), pada sistem ini mempunyai beberapa ciri:
a. Substansinya adalah manusia bukan tugas.
b. Kurang menekankan hirarki
c. Struktur saling berhubungan, fleksibel, dalam bentuk kelompok
d. Kebersamaan dalam nilai, kepercayaan
e. Norma Pengendalian diri sendiri, penyesuaian bersama
4. Teori Behavioristik
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa manajemen yang efektif bila ada pemahaman tentang pekerja – lebih berorientasi pada manusia sebagai pelaku. Beberapa tokohnya, antara lain:
a. Maslow
Individu mempunyai 5 kebutuhan dasar yaitu physical needs, security needs, social needs, esteem needs, self actualization needs. Kebutuhan tersebut akan menimbulkan suatu keinginan untuk memenuhinya. Organisasi perlu mengenali kebutuhan tersebut dan berusaha memenuhinya agar timbul kepuasan.
b. Douglas Mc Gregor (1906-1964)
Teori X dan teori Y. Teori X melihat karyawan dari segi pessimistik, manajer hanya mengubah kondisi kerja dan mengektifkan penggunaan rewards & punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Teori Y melihat karyawan dari segi optimistik, manajer perlu melakukan pendekatan humanistik kepada karyawan, menantang karyawan untuk berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, mendorong kinerja.
5. Teori Humanistik
Teori ini lebih menekankan pada prinsip kemanusiaan. Teori humanistic biasanya dicirikan dengan adanya suasana saling menghargai dan adanya kebebasan. Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel pokok, yaitu;
(1), kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-nya,
(2), organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan.
(3), interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan orang lain (Blanchard & Zigarmi, 2001).
C. KINERJA
Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan (Sulistyorini, 2001). Sedangkan Ahli lain berpendapat bahwa Kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: Kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya; Kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi; Kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud (Tempe, A Dale, 1992).
Fatah (1996) Menegaskan bahwa kinerja diartikan sebagai ungkapan kemajuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu pekerjaan.
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
8. KESIMPULAN PENELITAN TERDAHULU
Pengaruh efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru oleh Sumiati, M.Pd adalah :
Secara umum rendahnya mutu pendidikan dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Rendahnya profesionalisme disebabkan beberapa hal : masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, rentan dan rendah kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat, masih belum smootnya perbedaan tentang proporsi, materi ajar yang diberikan kepada calon guru, masih belum berfungsinya organisasi guru.
Motivasi merupakan suatu kekuatan potensial yang ada pada diri seseorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya sekitar imbalan moneter, dan imbalan non moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Motivasi juga bukan merupakan hal yang mudah dilakukan,
karena seorang pimpinan sulit untuk mengetahui kebutuhan (needs) dan
keinginan (wants) yang diperlukan oleh seorang bawahan dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
Segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru dan merupakan permasalahan adalah aspek kualifikasi standard guru dan relevansi antara bidang keahlian guru dengan tugas mengajar. Faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang : latihan dan pengalaman kerja, pendidikan, sikap kepribadian, organisasi, para pemimpin kondisi social kebutuhan individu.
Kinerja guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global semakin ketat. Kinerja guru (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi disamping cara-cara yang lain.
9. DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIA
http://ubed-centre.blogspot.com/2006/12/motivasi-berorganisasi-sebuah-catatan.html. Akses tanggal 10 Desember 2010
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/01/4/man01.html. Akses Tanggal 2010.
http://lilisulastri.wordpress.com/category/perilaku-organisasi-organizatonal-behavior/Akses Tanggal 10 Desember 2010
http://ilmiahmanajemen.blogspot.com/2008/10/pengaruh-faktor-motivasi-terhadap.html. Akses tanggal 10 Desember 2010
http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/teori-kinerja. Akses tanggal 10 Desember 2010
Robbins P. S. Perilaku Organisasi , Edisi Bahasa Indonesia. Prehallindo. Jakarta.1996
Teori-teori Kepemimpinan http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/01/teori-teori-kepemimpinan.html.Akses tanggal 10 Desember 2010
Umam Khaerul. Perilaku Organisasi. Bandung. Pustaka Setia. Bandung. 2010

Standar Nasional Pendidikan (SNP). Asa Mandiri. Jakarta. 2006

Azis A.W. Anatomi Organisasi dan kepemimpinan Pendidikan. Telaah Terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan. Alfabeta. Bandung. 2008
10. DAFTAR PUSTAKA BAHASA INGGRIS
Alkin, Marvin C. Encyclopedia Of Educational Research.Macmillan Publishing Company. Newyork.1992
Sergiovanni, J.Thomas. The Principalship A Replactive Practice Prespective; Allyn and Bacon.Inc.San Antonio Texas. 1987.

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

KEBIJAKAN YANG BIJAK

9:15 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

KEBIJAKAN YANG BIJAK
Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentag organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan, adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam negaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1991), kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.
Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat kepelikan masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang dipandang paling penting.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah kebijakan, adalah:
1). Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi) seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan kesehatan).
2). Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diindentifikasi, diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif.
3). Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga dapat menimbulkan masalah kebijakan.
4) Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah baru, yang membutuhkan pemecahan masalah lanjutan.
5). Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan sistem masalah kebijakan.
Kebijakan pendidikan merupakan hasil dari keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan kaitan pendidikan dengan komponen sosial yang lain. Oleh karena itu, seperti halnya analisis kebijakan dalam bidang lain, sifat kontekstual dan interdisipliner ini merupakan ciri analisis kebijakan pendidikan.
Oleh karena itu analisis kebijakan pendidikan adalah usaha dengan ciri yang disebutkan diatas yang diterapkan dalam bidang pendidikan. Sebagian besar orang tua zaman dulu menjadikan profesi guru sebagi idaman bagi anak-anaknya, karena posisi itu memiliki nilai lebih di mata masyarakat. Ini tercermin misalnya, pada kebanyakan orang Jawa, sebutan mas atau pak guru masa itu merupakan sebutan yang sangat istimewa sekaligus sebutan yang mengandung makna penghormatan. Bahkan, sejak jaman penjajahan atu awal kemerdekan, profesi guru disanjung-sanjung. Guru memiliki strata social yang begitu menjulang sehingga mencucuk atap langit. Apalagi di desa-desa, sosok guru biasa dikatakan setara dengan kaum priayi, penuh wibawa dan cukup disegani.
Peran Guru Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan
Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, sebagai pengajar dan pendidik, maka guru secara otomatis mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai kemajuan pendidikan. Secara teoritis dalam peningkatan mutu pendidikan guru memilki peran antara lain : (a) sebagai salah satu komponen sentral dalam system pendidikan, (b) sebagai tenaga pengajar sekaligus pendidik dalam suatu instansi pendidikan (sekolah maupun kelas bimbingan), (c) penentu mutu hasil pendidikan dengn mencetak peseta didik yang benar-benar menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman danbertaqwa kepada Tuhan YME, percaya diri, disiplin, dan bertnggung jawab, (d) sebagai factor kunci, mengandung arti bahwa semua kebijakan, rencana inovasi, dan gagasan pendidikan yang ditetapkan untuk mewujudkan perubahan system pendidikan, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan, (e) sebagai pendukung serta pembimbing peserta didik sebagai generasi yang akan meneruskan estafet pejuang bangsa untuk mengisi kemerdekaan dalam kancah pembangunan nasional serta dalam penyesuaian perkembangaanjaman dan teknologi yang semakin spektakuler, (f) sebagai pelayan kemanusiaan di lingkungan masyarakat, (g) sebagai pemonitor praktek profesi. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah Benarkah guru sebagai penentu keberhasilan pendidikan Indonesia?.
Sebuah keputusan atau kebijakan lahir dari sebuah pemikiran panjang dan penuh pertimbangan. Sama halnya dengan kebijakan sekolah gratis. Peristiwa tersebut kedengarannya sangat biasa tetapi pada kenyatannya adalah sebuah peristiwa besar yang perlu kita kaji dan fikirkan bersama. Dimana peristiwa tersebut dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu Negara. Karena program sekolah gratis tersebut dapat melahirkan para pewaris bangsa yang berkualitas maupun yang bobrok. Dibalik semua itu tergantung para pengolah ( pendidik) dalam mengelolanya dengan baik agar menghasilkan SDM yang berkualitas, bukannya SDM yang hanya mampu mencoreng nama baik bangsa saja.
Alhasil kebijakan sekolah gratis mampu memberikan dampak yang positif demi tercapainya cita-cita nasional, yang mana kebijakan tersebut dapat memberikan sedikit titik terang bagi dunia pendidikan yang selama ini sangat kurang sekali perhatiannya oleh pemerintah. Adapun dampak yang mampu ditimbulkan dari sekolah gratis ini, diantaranya, pertama: mampu memberikan peluang dan kesempatan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk dapat mengenyam bangku pendidikan yang selama ini hanya ada dalam bayangan dan angan-angan mereka saja,
kedua, mampu meningkatkan mutu pendidikan kedepannya,
ketiga, mampu mengurangi tingkat kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan,
keempat, mampu menghasilkan SDM yang berkualitas,
kelima, mampu mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu ikut mencerdaskan anak bangsa (http://witry.blogdetik.com)
Dari sebuah keputusan yang besar seperti “Kebijakan Sekolah Gratis” tersebut selain mampu memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia, juga dapat memberikan dampak negatif dari adanya penetapan kebijakan tersebut, diantaranya :
rakyat yang masih awam akan berfikiran bahwa mereka hanya cukup dengan menyekolahkan anak-anak mereka sampai tingkat SD atau SMP saja,
biaya yang digratiskan hanyalah biaya administrasinya saja,
menimbulkan sebagian peserta didik berlaku seenaknya dalam hal belajar,
sekolah membutuhkan dana untuk keperluan pengadaan dan pemeliharaan banyak yang terbengkalai.
Namun sekarang sudah menunjukkan
peningkatan, biaya satuan BOS pada tahun 2009 yang cukup signifikan merupakan salah satu bukti komitmen pemerintah dalam
menyelenggarakan amanat UUD perihal 20% anggaran untuk pendidikan. Komitmen pemerintah ini harus juga diikuti oleh peningkatan komitmen pemerintah daerah serta peran serta masyarakat dalam pengawasan program dan pendanaan. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 semakin memperjelas jenis-jenis dana pendidikan, serta peran dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan. Demikian juga kebijakan program buku murah Kementerian Pendidikan Nasional yang dimulai tahun 2008, akan menjadi salah satu acuan utama program BOS tahun 2010.

(Uray Iskandar, Guru SMP Negeri 1 Selakau Mahasiswa S2 AP FKIP Untan Pontianak)

0 Komentar Tog Bhe Maseh: