PENGENDALIAN PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI

9:22 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

Oleh : Uray Iskandar, S.Pd
A. Pengertian Kelompok
Perilaku Organisasi merupakan suatu bidang studi yang menyelidiki dampak oleh individu, kelompok dan struktur terhadap perilaku didalam organisasi, kemudian menerapkan pengetahuan tersebut agar organisasi itu bekerja dengan lebih efektif. Khususnya organisasi perilaku memfokus pada bagaimana memperbaiki produktivitas, mengurangi kemangkiran dan tingkat keluarnya karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja. Menurut Robbins dan Colter (20004) dalam Komang Ardana bahwa kelompok adalah gabungan atau kumpulan dua atau lebih individu yang berinteraksi dan saling bergantung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. (http://suryanto.blog.unair.ac.id/2009/02/11/perilaku-kelompok-dan-individu/akses tanggal 28 Januari 2011)
Menurut Hammer dan Organ, dalam Adam Ibrahim Indrawijaya ( 2010:56) menyebutkan adanya empat hal penting dari kelompok yaitu : adanya saling berhubungan, saling memerhatikan, merasa sebagai satu kelompok, dan untuk pencapaian tujuan bersama.
Perilaku kelompok merupakan ilmu tentang perilaku tiap individu dan kelompok serta pengaruh tiap individu dan kelompok terhadap organisasi, maupun perilaku interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam organisasi demi kemanfaatan suatu organisasi.
B. Teori Pembentukan Kelompok
Ada beberapa kedekatan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pembentukan kelompok, yaitu:
1. Teori kedekatan
Teori ini adalah teori yang sangat dasar dan menjelaskan tentang adanya afiliasi diantara orang-orang tertentu. Seseorang berhubungan dengan orang lain disebabkan adanya kedekatan.
2. Teori interaksi
Teori ini menjelaskan pembentukan kelompok berdasarkan aktivitas-aktivitas, interaksi-interaksi, sentiment-sentimen (perasaan dan emosi). Dan semuanuya saling berhubungan.
Semakin banyak aktifitas seseorang dilakukan dengan orang lain, semakin beraneka interaksi-interaksinya dan semaki kuat tumbuhnya sentiment-sentimen mereka, semakin banyak interaksi-interaksi diantara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain dan semakin banyak aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentiment seseorang dipahami olleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkan aktivitas dan interaksi-interakri.
3. Teori keseimbangan
Teori menyatakan bahwa seseorang tertarik pada yang lain adalah didasarkan atas kesamaan sikap didalam menanggapi sesuatu tujuan
4. Teori pertukaran
Teori ini ada kesamaan fungsinya dengan teori motivasi dalam bekerja. Teori kedekatan, teori interaksi, dan teori keseimbangan memeinkan peranan dalam teori ini.


C. Jenis-jenis kelompok
Ada beberapa pandangan yang dipakai untuk mebedakan jenis-jenis kelompok. Menurut Duncan yang dikutip Adam Ibrahim Indrawijaya (1999) membedakannya berdasarkan kelompok itu bersifat formal atau informal, berdarkan keanggotaan, kesukaan serta berdasarkan besarnya kelompok.
1. Kelompok formal dan kelompok informal
Kelompok formal adalah kelompok yang terbentuk dan berlangsung berdarkan ketentuan resmi, sedangkan kelompok informal berkembang berdasarkan atas perasaan saling tertarik, karena kebutuhan akan tukar menukar informasi, untuk saling melengkapi ataupun karena adanya kesamaan sikap.
Setiap manajer perlu sekali memahami psikologi kedua macam kelompok tersebut, karena masing-masing dapat mempengaruhi usaha pencapaian tujuan organisasi.
2. Kelompok berdasarkan keanggotaan dan yang berdarkan kesukaan
Kelompok ini merupakan kelompok yang lahir atas dasar ketentuan formal karena seseorang telah memenuhi ketentuan . Seorang penduduk yang tinggal dalam wilayah tertentu secara formal menjadi warga wilayah tersebut.
Kelompok yang berdasarkan kesukaan ditandai oleh adanya perasaan para anggotanya untuk lebih terikat kepada ketentuan dan kepentingan kelompok. Biasanya seseorang membiarkan perilaku kelompok mempengaruhi perilaku yang bersangkutan, bahkan ia berusaha menyesuaikan perilakunya dengan perilaku kelompok dalam mana ia merasa menjadi anggota.
3. Pembagian kelompok berdasarkan keanggotaan
Untuk membedakan kelompok ini adalah menurut jumlah anggotanya atau dikatakan oula menurut besarnya. Secara umum kelompok ini dibagi atas kelompok yang terjadi dari dua orang, tiga orang dan kelompok yang lebih besar yang anggotanya lebih dari tiga orang.
Kelompok dua orang, dima hubungan antarperorangan terjadi dalam bentuk yang sederhana, karena interaksi terjadi didalamnya semata-mata berdasarkan perasaan saling menyukai. Kelompok tiga orang lebih rumit, karena setiap anggotanya dapat melakukan dua fungsi yaitu dapat membuat suatu kelompok menjadi erat dan sebaliknya dapat pula menjadi pecah. Sedangkan kelompok yang lebih dari tiga orang, jumlah anggotanya mempengaruhi tingkat dan bentuk interaksi para anggotanya.
Anggota tergantung kepada keadaan atau kemampuan kelompok dan tujuannya. Kelompok yang bertujuan untuk mengumpulkan fakta akan lebih efektif bila jumlah anggotanya berkisar 14 orang, dan yang bertugas untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu.
Meskipun masih baisa diperdebatkan berapa jumlah anggota yang paling tepat untuk memungkinkan produktivitas cukup besar, jelas kiranya bahwa jumlah anggota tetap mempengaruhi produktivitas kelompok.
5. Pengaruh jumlah anggota terhadap kepemimpinan
Ukuran paling tepat mengenai besarnya jumlah anggota terhadap perilaku kelompok dan setiap ada penambahan anggota kelompok terjadi pergeseran dalam personlitas dan prestasi kelompok.
D. Alasan Membentuk Kelompok
Terbentuknya suatu kelompok tidak selalu karena adanya dorongan langsung dari pekerjaan yang harus dilakukan, sebab dalam kenyataannya sering juga membentuk suatu kelompok atas dasar sukarela. Kelompok belajar atau wisata pada hakekatnya lebih merupakan kelompok yang terbentuk atas dasar sukarela.
Menurut Tuckman dalam Adam Ibrahim Indrawijaya ( 2010: 59 ) mengidentifikasi ada empat tahap dalam terbentuknya suatu kelompok, yaitu tahap pembentukan, tahap pancaroba, tahap pembentukan norma dan tahap berprestasi.
Tahap pembentukan adalah tahapan dalam mana seseorang melakukan beberapa pengujian terhadap anggota lainnya tentang hubungan antarperorangan yang bagaimana yang dikehendaki oleh kelompok. Tahap pancaroba adalah ini mulai terjadi konflik dalam kelompok. Tiang anggota mulai menampilkan pribadinya. Tahap pembentukan norma memberikan manfaat dengan terbukanya setiap anggota kelompok yang menjadi lebih kenal dengan keadaan seungguhnya anggota kelompok yang lain. Sedangkan yang terakhir adalah tahap berprestasi adalah hubungan antarperorangan berperan sebagai alat untuk pelaksanaan pekerjaan, dimana peranan seseorang lebih menjadi luwes dan makin fungsional. Karena setiap anggota mulai mempunyai keinginan untuk membantu yang lain, sementara masing-masing tetap berusaha melaksanakan tugasnya sebaik mungkin.
Sedangkan menurut Umar Nimran dalam Komang Ardana ( 2008: 46 ) alasan membentuk kelompok adalah :
1) Rasa aman
2) Status dan harga diri
3) Interaksi dan afliasi
4) Kekuatan
5) Pencapaian tujuan
E. Struktur Kelompok
Kelompok kerja bukanlah gerombolan yang tidak terorganisasi. Kelompok kerja mempunyai struktur yang membentuk perilaku angota-angotanya dan memungkinkan untuk menjelaskan dan meramalkan bagian besar dan perilaku individual di dalam kelompok maupun kinerja kelompok itu sendiri.
Menurut Indriyo Gito Sudarmo dan Nyoman Sudita, dalam Komang Ardana Struktur kelompok yang meliputi :
1) Kepemimpinan formal, setiap kelompok kerja pasti mempunyai pimpinan yang sah yang akan berperanan penting dalam mempengaruhi perilaku anggota kelompok demi keberhasilan kelompoknya.
2) Peran, seperangkat pola perilaku yang diharapkan dan yang dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam satu ui organisasi. Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalams ebuah organisasi.
3) Norma, adalah pedoman-pedoman yang diterima dan diikuti oleh anggota-anggota sebuah kelompok. Apabila norma telah diterima oleh anggota kelompok, maka norma itu dapat berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan mengendalikan perilaku anggota kelompok.
4) Status kelompok, posisi atau peringkat yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain. Dimana status penting dipahami karena salah satu motivator perilaku individu.
5) Ukuran kelompok, kelompok besar sangat baik untuk memperoleh masukan yang beraneka. Kelompok kecil lebih baik dalam melakukansesuatu yang produktif dengan masukan tersebut, karena berhubungan dengan produktivitas.
6) Proses kelompok, pola komunikasi, pengambilan keputusan, perilaku pemimpin, dinamika kekuasaan dan konflik yang terjadi dalam kelompok. Dalam berinteraksi antar anggota kelompok bisa menghasilkan sinergi yang positif ataupun negatif.
F. Pengendalian dan Pengaruhnya terhadap perilaku organisasi
Meskipun sudah luas kalangan yang meyakini perlunya suatu pengemdalian dalam organisasi, tetapi banyak orang yang salah menafsirkan makna pengendalian itu. Salah satu bentuk salah tafsir itu oalah bahwa pengemdalian selalu dikaitkan dengan keinginan untuk mendapatkan pengaruh dan kekuasaan.Namun perlu juga disadari dari segi perilaku organisasi, pengendalian merupakan salah satu usaha untuk membandingkan norma suatu kelompok atau organisasi dengan perilaku seseorang atau sekelompok orang.
Bagi perilaku organisasi akan memberikan pengaruh pada penempatan dari pusat pengendalian, konsepsi mengenai besar kecilnya pengendalian dan prosedur pengendalian. Pengendalian harus dekat dekat dengan pusat kekuasaan, cenderung pula orang beranggapan bahwa seseorang yang dekat dengan pimpinanlah yang melakukan tugas pengendalian.
Berkenaan dengan konsepsi mengenai besar kecilnya pengendalian dalam suatu organisasi, cenderung untuk secafra pasti mengalokasikan porsinya pada jumlah tertentu. Sebagai konsekwensi lanjutannya adalah bila kelompok tertentu berusaha meningkatkan kuantitas pengendalian sampai melebihi apa yang biasanya, maka kelompok lainnya akan dan harus mengurangi bagiannya. Atau secara lebih jelas dapat dikatakan, bahwa bila staf meningkatkan pengendalian, manajer sebaliknya harus mengurangi.
Menurut Tanenbaum dan kawan-kawan, dalam Adam Ibrahim Indrawijaya (2010: 103) mengatakan jumlah atau pembagian pengaruh dalam suatu organisasi dapat meningkat, Perbedaan tingkat efektivitas suatu usaha, perserikatan dan organisasi sukarela bukanlah gtrletak pada pembagian atau penyebaran pengaruh atau kekuasaan, tetapi tergantung pada keseluruhan jumlah pengawasan yang dilakukan oleh kelompok, para atasan dan sebagainya. Korelasi antara pengawsan yang terjadi pada pegawai rendahan dengan yang terjadi pada tingkat atas bukanlah suatu yang harus dipertentangkan, seperti yang umumnya kita anut. Adalah positip bahwa bila para bawahan pun akan berusaha untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar.
Berekenaan dengan proses pengendalian dan pengaruhnya terhadap perilaku kelompok, membawa suatu konsekwensi bahwa proses pengendalian dan pengaruhnya hanya bersifat satu arah, yaitu dari para manajer ke arah bawahannya. Memang betul betul bahwa tindakan dan bicara pimpinan dan manajer merangsang tindakan para bawahannya. Memang betul pula bahwa jika pimpinan dan manajer mengeluarkan edaran, menerbitkan pedoman atau menentukan asuatu prosedur tertentu, para bawahan akan bertindak sebagimana mestinya. Tetapi ini tidak berarti bahwa pimpinan atau manajer tersebut sudah mempengaruhi perilaku bawahannya secara keseluruhan. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena dorongan untuk melakukan komformitas dan kompliansi, bukan karena dorongan akseptasi. Perlu juga diperhatikan bahwa perilaku bawahan terhadap itu semua dapat mempengaruhi perilaku pimpinan. Hal tersebut dapat di lihat apabila seorang bawahan berperilaku sebagaimana yang diharapkan pimpinan. Kemungkinan pimpinan akan menilai kembali ketentuan nyang sudah diterbitkan atau mengadakan modifikasi terhadap ketentuan yang digariskan oleh pimpinan yang lebih tinggi.
Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan saling mempengaruhi antara pengendalian dan perilaku kelompok dan juga adanya hubungan timbal balik antara perilaku atasan dengan perilaku bawahan.


G. Akibat dari Perilaku Kelompok
Suatu kelompok merasa bahwa kelompoknya bertanding dengan kelompok lain atau kedua kelompok tersebut diserang oleh kelompok ketiga, mereka cenderung bersatu atau menguarangi pandangan atau mereka yang berbeda. Dalam keadaan seperti ini, mereka cenderung lebih memusatkan perhatian dan dana bagi tercapainya tujuan bersama. Bila kelompok tersebut merasa tidak mendapatkan perlakuan yang baik atau pada saat konflik meningkat, maka struktur kelompok menjadi ketat dan kaku. Pimpinannya menjadi cenderung untuk lebih totaliter atau otokratis.
Dalam keadaan terjadi peningkatan konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, masing-masing kelompok akan menganggap kelompok lainnya sebagai lawan kelompoknya. Dalam rapat misalnya, kelompok-kelompok yang sedang dalam konflik cenderung berprasangka jelek terhadap pendapat kelompok lainnya dan akan memanfaatkan setiap kata yang dianggap akan memperkuat kedudukan dan membenarkan perilaku mereka.
Apabila selama kelompok tersebut masih dalam konflik, masing-masing kelompok akan merasa seang atau menang apabila kelompoknya dapat melaksanakan sesuatu secara berhasil. Rasa puas diri ini dapat memperkuat keeratan hubungan kelompok, tetapi juga menyebabkan menurunnya perhatian terhadap tugas dan menimbulkan keinginan para anggota kelompok untuk mendapatkan imbalan yang lebih besar.
Bagi kelompok yang merasa kalah, perilaku anggota dan kelompoknya cenderung untuk merasa tidak senang, mereka menjadi lebih tegang dan berusaha menyalahkan yang alinnya. Bahkan mereka menyalahkan, keadaan, lingkungan, pimpinan. Atau mungkin pula mengkambinghitamkan kebijaksanaan, prosedur atau peralatan yang tersedia.




BAB III
KESIMPULAN
Perilaku manusia dan perilaku individu dalam organisasi
Sebelum membahas perilaku individu dalam organisasi kita harus mengetahui perilaku manusia. Perilaku manusia adalah suatu fungsi dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya. Sebagai contoh: seorang petani yang bekerja menanam padi di sawah, seorang tukang parker yang melayani jasa memparkirkan mobil dan lain-lain. Setiap orang akan melakukan perilaku yang berbeda dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi ketika individu memasuki dunia organisasi maka karakteristik yang dibawanya adalah kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Dan organisasi juga mempunyai karakteristik yaitu keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab, system penggajian, system pengendalian dan lain sebagainya. Jika karakteristik antara individu digabungkan dengan karakteristik organisasi maka akan terwujud perilaku individu dalam organisasi. Jadi perilaku individu dalam organisasi adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya ( organisasi ).
Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya . Individu membawa tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu, karakteristik individu akan dibawa memasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya. Selain itu organisasi juga mempunyai karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu. Karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, dengan kata lain perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Dan dalam mencapai tujuan tertentu seseorang selalu mempunyai motif . motif adalah ikhwal “mengapanya” perilaku. Motif timbul dan mempertahankan aktivitas serta menentukan arah umum perilaku seseorang. Motif atau kebutuhan merupakan dorongan utama aktivitas.
Manusia berperilaku karena didorong oleh serangkaian kebutuhan dan kebutuhan setiap manusia pasti berbeda. Kebutuhan merupakan beberapa pernyataan di dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang itu berbuat untuk mencapainya sebagai suatu objek atau hasil. Begitu juga dalam organisasi seperti seorang karyawan yang didorong untuk mendapatkan tambahan gaji supaya bisa hidup satu bulan dengan keluarganya, tingkah lakunya akan berbeda dengan seorang karyawan yang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan jabatan, kedudukan agar mendapatkan harga diri didepan orang lain. Kadang kala seseorang ketika sudah memenuhi kebutuhan yang satu dia akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang belum tercapaikan. Pemahaman tentang kebutuhan yang berbeda dari seseorang ini amat bermanfaat untuk memahami konsep perilaku seseorang dalam organisasi

















DAFTAR PUSTAKA
Indrawijaya, Adam. Teori, Perilaku, dan Budaya Organisasi. Refika Aditama. Bandung.2010.
Robbins P. Stephen,(1996). Perilaku Organisasi . Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prehallindo
Ardana, Komang.(2008). Perilaku Keorganisasian. Graha Ilmu. Yokyakarta.

(http://suryanto.blog.unair.ac.id/2009/02/11/perilaku-kelompok-dan-individu/akses tanggal 28 Januari 2011)

http://indraprasetya17.wordpress.com/2010/12/02/konsep-dasar-perilaku-organisasi/ akses tanggal 28 Januari 2011

http://faridlovanova.blogspot.com/2010/12/mengenal-perilaku-keorganisasian./akses tanggal 28 Januari 2011
http://aatmandai.blogspot.com/2010/10/perilaku-individu-dan-kelompok-dalam.html akses tanggal 28 Januari 2011

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

FILSAFAT ILMU

9:40 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

RESUME FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
- Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
- Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
- Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
- Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
- Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya

MENCARI KEBENARAN DAN PERSPEKTIFNYA
Manusia dengan akal berpikir dan berfilsafat, terus menerus tiada puasnya, mencari hakekat segala sesuatu, mencari kebenaran dan mencari realita. Dari pemikiran dan penyelidikan inilah kemudian timbul berbagai macam teori, doktrin dan dogma yang tidak saja berbeda, tapi terkadang saling bertentangan sesuai pola dasar pemikiran para pemikir dan filosof masing-masing. Di satu pihak berangkat dari manusia sebagai subyek, di lain pihak mulai dari benda sebagai obyek yang diamati, sedang yang lainnya berbeda pula dasar pemikirannya.
Berlainan tampak tegak, berlainan pula yang tampak. Akan tetapi dengan berjalannya masa, tidak akan tercapai kepuasan, akan tetapi timbul keraguan terhadap kemampuan akal itu sendiri.
Tetapi manusia tidak saja berpikir dan mengindera dalam persentuhan dan penghayatan terhadap semesta, diapun "merasakan"nya dengan berbagai aplikasi dan implikasinya. Akhirnya pada batas merasakan ketidakmampuan dan keterbatasan, serta membutuhkan. Tentu saja yang dapat mengatasi ketidakmampuan dan keterbatasannya yang secara intuitif diakui kebenarannya. Karena dengan segala kemampuan dirinya, dengan segala apa yang ada pada dirinya yang dianggap sebagai sumber pengetahuan, indera, rasa dan akal belum dapat memberikan apa yang dicari, maka dibutuhkanlah sumber yang lain yaitu wahyu.
Mencari hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah dilaksanakan. Pertanyaan-pertanyaan kritis kita di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki empat, mengapa burung bisa terbang, dan sebagainya, kadang tidak terjawab secara baik oleh orang tua kita. Sehingga akhirnya sering sesuatu kita anggap sebagai yang memang sudah demikian wajarnya (taken for granted). Yang pasti bahwa “benar” itu pasti “tidak salah” Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyek
Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah sifatnya lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas, bukan berarti bahwa kebenaran non-ilmiah atau filasat selalu salah. Malah bisa saja kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat terbukti lebih “benar” daripada kebenaran ilmiah yang disusun dengan logika, penelitian dan analisa ilmu yang matang.
KEBENARAN ILMIAH
Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden, koheren.
Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Sedangkan kebenaran Koheren adalah Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus.
KEBENARAN FILSAFAT
Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok (madzab).
- Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
- Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
- Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika.
- Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada diatas kekuatannya sendiri.
- Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman sebagai pernyataan pikiran.
- Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat dengan makna dan kebenaran
FILSAFAT, ILMU DAN PENGETAHUAN
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari sebab-sebab terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Filsafat berarti cinta akan kebenaran, lebih tepatnya usaha untuk mencari kebenaran. Filsafat adalah sebuah upaya, sebuah proses, sebuah pencarian, sebuah perburuan tanpa henti akan kebenaran. Jadi ‘cinta’ dalam filsafat tidak dimaknai sebagai sebuah kata benda yang statis, yang given, melainkan sebuah kata kerja yang berarti proses terus menerus. Dalam arti itu, filsafat adalah sebuah sikap yang dihidupi, yang dihayati dalam pencarian, dalam pertanyaan terus menerus.
Ilmu berkaitan dengan dua sumber pengetahuan yakni pikiran dan indera. Namun pada hakikatnya ilmu mencoba memadukan dua kemampuan manusia untuk mengungkapkan rahasia alam lewat kegiatan berpikir dan mengamati.
Pengetahuan merupakan bagian pengetahuan yang mempunyai karakteristik tersendidiri. Pengetahuan mempunyai berbagai cabang pengetahuan. Pengetahuan adalah mengenai suatu hal tertentu (objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu. Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan (memberi sintesis), dan yang dicari ialah sebab-sebabnya. Sumber Pengetahuan berupa pikiran,perasaan, indera, intuisi dan wahyu.
Dengan kata lain bahwa pengetahuan dapat dikategorikan tentang pengetahuan etika,estetika dan logika. Sedangkan ilmu masuk kedalam kategori logika yang dapat diartikan kegiatan berpikir secara teratur berdasarkan pikiran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari sebab-sebab terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu. Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan (memberi sintesis), dan yang dicari ialah sebab-sebabnya.
Maka yang membedakan pengetahuan adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontologi ilmu, obyek penelaahan ilmunya mencakup seluruh aspek kehidupan yang diuji oleh pancaindera manusia. Dasar epistemologi ilmu lebih mencerminkan hakekat ilmu yang bersifat kegiatan daripada sekedar produk yang siap dikonsumsikan.
PENALARAN DAN LOGIKA
Diantara bagian terpenting dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan adalah ‘kemampuan manusia untuk menalar’. Dari kemampuan menalar itulah manusia dapat:
(a) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara maksimal;
(b) memilih dan membedakan sesuatu itu benar atau salah, sesuatu itu baik atau tidak baik;
(c) memilih beragam alternatif pilihan jalan hidup yang benar atau tidak benar, bermanfaat atau tidak bermanfaat;
(d) terus melakukan inovasi diberbagai bidang kehidupan dengan pola perubahan yang bersifat progress of change (Ankersmit. 1987; Sztompka, P. 1993
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Sebagai suatu kegiatan berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu :
1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas yang disebut dengan logika
2. Sifat analitik dari proses berpikir
Penalaran merupakan bagian dari usaha untuk meningkatkan mutu ilmu dan teknologi. Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir harus dilakukan dengan cara tertentu. Cara penatikan kesimpulan inilah yang disebut dengan logika.
Dimana dalam pengetahuan terdapat proses penalaran yaitu berpikir dan analisis. Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir yang berdasarkan suatu aturan logika. Sedangkan analisis adalah merupakan proses yang ditempuh dalam berpikir agar kita kesimpulan yang ditarik sahih ditinjau dari suatu logika tertentu. Namun tidak semua kesimpulan dapat ditarik melalui kegiatan analisis.
Dalam bidang filsafat, ada berbagai macam metode antara lain:
1. Metode Kritis, yaitu dengan menganalisis istilah atau pendapat, dilakukan dengan jalan bertanya secara terus menerus sampai akhirnya ditemukan hakikat dari yang ditanyakan.
2. Metode Intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai simbol-simbol.
3. Metode Analisis Abstraksi, yaitu dengan jalan memisah-misahkan atau menganalisis dalam abstraksi atau angan-angan sampai akhirnya ditemukan hakikatnya.
Pengertian logika adalah ‘cabang filsafat ilmu yang melakukan kajian tentang cara berpikir sahih (valid), runtut, dan benar berdasarkan kaidah-kaidah atau hukum-hukum tertentu.Secara umum ada dua macam logika, yaitu:
1. Logika formal atau logika deduktif, yaitu ‘sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya (form) serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikiran’. Atau ‘suatu ilmu yang mempelajari asas-asas atau hukum-hukum dalam berpikir, hukum-hukum tersebut harus ditaati supaya pola berpikirnya benar dan mencapai kebenaran.
2. Logika material atau logika induktif, yaitu ‘sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi’. Atau logika induktif atau logika material juga sering disebut ‘metode-metode Ilmiah’
Paradigma kuantitatif:
Paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme. Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsur metafisis dan teologis, positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian dari Materialisme (bila yang terakhir ini dikontraskan dengan Idealisme).
Dalam penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason). Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera . Hal ini sekaligus mengindikasikan, bahwa secara ontologis, obyek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations between phenomena). Yang dimaksud dengan fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appearance given in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi.
Bagaimana pandangan penganut kuantitatif tentang fakta? Dalam penelitian kuantitatif diyakini sejumlah asumsi sebagai dasar otologisnya dalam melihat fakta atau gejala. Asumsi-asumsi dimaksud adalah;
(1) obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, baik bentuk, struktur, sifat maupun dimensi lainnya
(2) suatu benda atau keadaan tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu;
(3) suatu gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, melainkan merupakan akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Paradigma Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terkspresi secara eksplisit.
Bertolak dari proposisi di atas, secara ontologis, paradigma kualitatif berpandangan bahwa fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas konteksnya. Sebab tingkah laku (sebagai fakta) tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari setiap konteks yang melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum tunggal yang deterministik dan bebas konteks.
Dalam Interaksionisme simbolis, sebagai salah satu rujukan penelitian kualitatif, lebih dipertegas lagi tentang batasan tingkah laku manusia sebagai obyek studi. Di sini ditekankankan perspektif pandangan sosio-psikologis, yang sasaran utamanya adalah pada individu ‘dengan kepribadian diri pribadi’ dan pada interaksi antara pendapat intern dan emosi seseorang dengan tingkah laku sosialnya.
Paradigma kualitatif meyakini bahwa di dalam masyarakat terdapat keteraturan. Keteraturan itu terbentuk secara natural, karena itu tugas peneliti adalah menemukan keteraturan itu, bukan menciptakan atau membuat sendiri batasan-batasannya berdasarkan teori yang ada. Atas dasar itu, pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah satu kegiatan sistematis untuk menemukan teori dari kancah – bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Karenanya, secara epistemologis, paradigma kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai bahan dasar untuk melakukan verifikasi.
Dalam penelitian kualitatif, ‘proses’ penelitian merupakan sesuatu yang lebih penting dibanding dengan ‘hasil’ yang diperoleh. Karena itu peneliti sebagai instrumen pengumpul data merupakan satu prinsip utama. Hanya dengan keterlibatan peneliti alam proses pengumpulan datalah hasil penelitian dapat dipertanggungjawakan.
Khusus dalam proses analisis dan pengambilan kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi analitis (analytic induction) dan ekstrapolasi (extrpolation). Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data ke dalam konsep-konsep dan kateori-kategori (bukan frekuensi). Jadi simbol-simbol yang digunakan tidak dalam bentuk numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi, yang ditempuh dengan cara merubah data ke formulasi. Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan yang dilakukan simultan pada saat proses induksi analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu kasus ke kasus lainnya, kemudian –dari proses analisis itu--dirumuskan suatu pernyataan teoritis.
Paradigma positivisme
Aliran ini menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar, yaitu berdasarkan kriteria-kriteria eksplanatoris dan prediktif. Untuk dapat memenuhi kriteria-kriteria dimaksud, maka semua ilmu harus mempunyai pandangan dunia positivistik, yaitu :
1. Objektif. Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai
2. Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta yang teramati. Substansi metafisis yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan disingkirkan
3. Reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati;
4. Naturalisme. Alam semesta adalah obyek-obyek yang bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam (Burhan Bungis: 2005; 31-32).
Teori Konstruktivisme
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam minda manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah, maktab dan universiti tetapi tidak begitu ketara dan tidak ditekankan.
Pendekatan penelitian
Orientasi filosofis dan ciri pendekatan penelitian ilmiah menjelaskan tentang tiga hal, yaitu: orientasi filosofis dan ciri pendekatan penelitian kuantitatif; orientasi filosofis dan ciri pendekatan penelitian kualitatif; dan orientasi filosofis dan ciri pendekatan penelitian gabungan (kuantitatif dan kualitatif).
a. Orientasi filosofis dan ciri penelitian kuantitatif
Pada masyarakat ilmuwan telah lama terjadi perdebatan panjang dan tetap berlangsung sampai sekarang tentang cara terbaik dalam memahami fenomena sosial-alam melalui kegiatan penelitian ilmiah. Perdebatan tersebut karena adanya: perbedaan orientasi filosofis, perbedaan orientasi teori dalam penelitian, dan perbedaan metode atau pendekatan penelitiannya (Poloma, M.M. 1979; Cambell, T. 1981). Ada dua orientasi filosofis yang selalu menjadi acuan dalam menemukan atau mengembangkan teori dan dalam kegiatan penelitian ilmiah, yaitu:
Pertama, orientasi filosofis positivisme atau rasionalisme atau objektivisme. Proses penelitian ilmiah yang berorientasi pada paham ini, mempunyai ciri: (a) pendekatan penelitiannya adalah kuantitatif; (b) analisis datanya menggunakan statistik; (c) hakikat realitas hidup adalah tunggal; (d) proses research adalah menguji teori atau menguji hipotesis; (e) menggunakan logika deduktif dan melakukan generalisasi statistik; dan (f) kriteria kualitas penelitian adalah: objektivitas, reliabilitas dan validitas.
Kedua, orientasi filosofis empirisme, atau idealisme, atau konstruktivisme; atau subjektivisme. Proses penelitian ilmiah yang berorientasi pada paham ini, mempunyai ciri: (a) pendekatan penelitiannya kualitatif; (b) analisis datanya berupa deskriptif abstraktif (non statistik) secara sistematis dan alamiah; (c) hakikat realitas hidup adalah jamak, holistik; (d) menggunakan logika induktif, tidak menguji teori atau tidak melakukan uji hipotesis; dan (e) kriteria kualitas penelitiannya adalah: otentisitas dan relevansi dengan fenomena alami.
PENDEKATAN INTERPRETIVE
Pendekatan interpretif ini adalah suatu pendekatan dalam penelitian yang berbeda dengan pendekatan yang sudah lazim dan mapan dilakukan, yaitu pendekatan positivist atau empiris. Sesuai dengan definsi di atas, pendekatan interpretif ini dimulai dengan paradigma bahwa realitas itu dibangun sebagai wujud dari konstruksi sosial (social construction). Makanya pendekatan ini sering juga disebut pendekatan konstruksionis. Intinya adalah, realitas atau fakta itu adalah sesuatu yang dibangun manusia dalam ruang pikirannya, dan dipertajam dengan proses interaksi sosial.
Bahasa : Sarana Berpikir Ilmiah
Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia mempunyai bahasa. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak. Demikian juga tanpa bahasa maka kita tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada orang lain. Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. Demikian juga bahasa memberikan kemampuan untuk berpikir secara teratur dan dan sistematis . Bahasa mengkomunikasikan tiga hal, yakni : buah pikiran, perasaan dan sikap. Menurut Kneller dalam Jujun S. Suriasumantri ( 2005:175) bahwa bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa menonjol dalam komunikasi ilmiah, sedangkan emotif menonjol dalam komunikasi estetik. Dengan bahasa maka manusia hidup dalam dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik, maka manusia dapat memberikan arti kepada hidupnya. Arti yang terpateri dalam dunia simbolik yang diwujudkan lewat kata-kata yang mempunyai arti bahkan kekuatan.
Beberapa konsep penting tentang keberadaan bahasa dalam proses kehidupan manusia, baik dalam dunia ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
1. Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak.
2. Setiap bahasa yang dijadikan sebagai media komunikasi mengandung dua aspek, yaitu: aspek informatif (informasi tentang segala sesuatu), dan aspek imotif (mengandung perasaan dari para individu yang berinteraksi).
3. Bahasa membuat manusia mampu hidup dalam proses pengalaman demi pengalaman empirik, kemudian merekamnya dengan sistematis, logis, dan mampu berada pada dunia pengalaman simbolik yang dinyatakan dalam bahasa.
4. Dengan bahasa manusia mampu menyusun sendi-sendi yang membuka rahasia alam pikiran dan alam nyata sehari-hari dalam berbagai teori, seperti elektronik, termodinamik, relativitas dan quantum.
5. Para filosof mengatakan, ‘bahasa merupakan modus operandi dari cara manusia berada di dunia dan merupakan wujud yang seakan-akan merangkul seluruh konstitusi tentang dunia ini’. Manusia tidak akan pernah bisa berbuat apa-apa di dunia ini tanpa menggunakan bahasa.
6. Bahasa merupakan abstraksi dari suatu budaya masyarakat atau bangsa tertentu. Apabila manusia ingin mengkaji atau meneliti suatu karya budaya masyarakat atau bangsa tertentu, dipastikan dia tidak akan bisa apabila tidak memahami bahasa yang dimiliki oleh masyarakat atau bangsa yang ditelitinya.
7. Dengan bahasa manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, melalui kegiatan atau komunikasi ilmiah. Agar komunikasi ilmiah berjalan dengan baik, maka bahasa yang dipergunakan harus bebas dari unsur-unsur imotif, ideologis dan kepentingan subjektivistik. Jadi, komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif yang bersifat objektif (Suriasumantri, J.S.,1996; Sumaryono, 1999).





DAFTAR PUSTAKA
http://aljawad.tripod.com/artikel/filsafat_ilmu.Akses tanggal 18 Juni 2010
http://dienfaqieh.wordpress.com/2010/01/12/apa-itu-filsafat/ Akses tanggal 18 Juni 2010
http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/04/filsafat-dan-ilmu-pengetahuan.html Akses tanggal 18 Juni 2010
(http://romisatriawahono.net/2007/02/20/hakekat-kebenaran) Akses tanggal 22 Juni 2010
http://polres.multiply.com/journal/item/9 Akses tanggal 22 Juni 2010
http://sandiah-sandiah.blogspot.com/2010/05/positivisme-hermeunetik-perang_14.htm Akses tanggal 22 Juni 2010
http://www.teachersrock.net/teori_kon.htm Akses tanggal 22 Juni 2010
http://drarifin.wordpress.com/2009/12/18/kajian-filsafat-ilmu/ Akses tanggal 22 Juni 2010
http://staff.blog.ui.ac.id/rrsatria/2009/08/15/bagaimanakah-interpretive-research-di-dunia-ilmu-komputer-dan-sistem-informasi Akses tanggal 22 Juni 2010
http://www.x3-prima.com/2010/02/pengetahuan-dan-posisi-filsafat.html Akses tanggal 18 Juni 2010
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--mustafasoe-659) Akses tanggal 18 Juni 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Logika. Akses tanggal 18 Juni 2010

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/09/penalaran Akses tanggal 18 Juni 2010
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer.Jakarta.Pustaka Sinar Harapan. 2005
Suriasumantri, Jujun S.Ilmu dalam Perspektif. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 2006.

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

KRITERIA KELULUSAN TAHUN PELAJARAN 2010/2011

9:28 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

Kriteria kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan setelah:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri atas:
1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3) kelompok mata pelajaran estetika, dan
4) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan;
c. lulus US untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d. lulus UN.

Peserta didik dinyatakan lulus Ujian Sekolah apabila peserta didik telah memenuhi kriteria kelulusan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan Nilai Sekolah.

Nilai Sekolah diperoleh dari gabungan antara nilai Ujian sekolah dan nilai rata-rata rapor semester 1, 2, 3, 4, dan semester 5 dengan pembobotan 60% (enam puluh persen) untuk nilai Ujian Sekolah dan 40% (empat puluh persen) untuk nilai rata-rata rapor.

Kelulusan peserta didik dalam Ujian Nasional ditentukan berdasarkan Nilai Akhir (diperoleh dari nilai gabungan antara Nilai Sekolah dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan Nilai UN, dengan pembobotan 40% (empat puluh persen) untuk Nilai Sekolah dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan 60% (enam puluh persen) untuk Nilai Ujian Nasional.

Peserta didik dinyatakan lulus UN apabila nilai rata-rata dari semua NA sebagaimana dimaksud mencapai paling rendah 5,5 (lima komalima) dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0 (empat koma nol).

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN SDM

6:52 AM URAY ISKANDAR 2 Comments

Penilaian dan pengembangan telah dipandang secara tradisional sebagai dua buah fungsi utama dari manajemen sumber daya manusia. Saat ini berkembang sebuah pendapat yang melihat kedua hal tersebut secara kolektif sebagai suatu fungsi, seperti halnya Roti dengan Mentega yang dianggap sebagai kata tunggal.
Penilaian tanpa pengembangan dan pengembangan tanpa penilaian akan menjadi sebuah konsep yang lemah bila dibandingkan keduanya di padukan menjadi suatu konsep tunggal. Kelemahan yang ada pada salah satu dari konsep tersebut tidak akan bisa ditebus tanpa memperhatikan konsep lainnya.
Kelemahan-kelemahan penilaian dan pengembangan :
1. Staf manajemen cendrung kurang memiliki komitmen
2. Kurang memiliki Kreadibilitas
3. Petugas Evaluasi sering merupakan petugas yang tidak terlati
Kebutuhan Terhadap Penilaian Karyawan
Penilaian dan penegembangan terhadap karyawan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan tugas seorang karyawan, jika spesifikasi dari tujuan yang diharapkan tidak begitu jelas, maka prestasi yang bisa diterima akan menjadi cakupan yang sangat luas. Jika sebuah hasil spesifik menjadi tujuan dimana berlaku standar kesuksesan, maka hanya ada kemungkinan yang sangat kecil bagi toleransi terhadap prestasi yang tidak memadai.
Bentuk-bentuk Penilaian
Dalam kontek sekolah bentuk penilaian bisa berupa sebuah program, kebijakan, prosedur,materi pelajaran, peralatan, fasilitas, para siswa dan karyawan.
Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia fokus utama penilaian ini adalah karyawan sekolah.Ada 2 Tujuan Utama dari penilaian karyawan :
1. Untuk memfasilitasi keputusan administrasi terhadap karyawan
2. Untuk membantu para karyawan dalam melaksanakan tugas.
Pada akhirnya sebuah penilaian harus mampu mengenali kualitas dari produk layanan yang telah diberikan, karena itu penilaian karyawan semata-mata hanyalah sebuah cara dalam meraih tujuan-tujuan tersebut.
Bentuk pertama dari penilaian karyawan bisa saja dilaksanakan untuk menetapkan apakah seorang karyawan harus diberhentikan atau tetap di pekerjakan, dipromosikan, diberikan jabatan tetap atau bahkan layak untuk menerima sebuah bintang jasa. Langkah-langkah tersebut akan lahir dari sebuah penilaian terhadap prestasi kerja dimasa lalu yang bertujuan untuk menghargai atau menghukum prestasi tersebut; bentuk ini bisa digambarkan sebagai sebuah penilaian sumatif.
Bentuk kedua dari penilaian karyawan akan lebih berkaitan dengan apakah sebuah prestasi mampu meraih tujuan yang diharapkan atau tidak. Jika tidak penilaian tersebut akan mengidentifikasikan perubahan-perubahan dan perbaikan yang diperlukan dalam sebuah prestasi. Perbaikan tersebut diharapkan akan mampu membuat sebuah prestasi kerja menjadi lebih efektif dalam meraih tujuan yang diharapkan atau lebih efisien dalam pemanfaatan waktu dan sumber daya.
Setiap makhluk hidup dan setiap organisasi sama-sama membutuhkan sebuah mekanisme umpan balik untuk memonitor pencapaian mereka dan untuk mengupayakan panduan korektif agar mereka tetap bisa berada dalam jalur pertumbuhannya.
TOTAL QUALITY MANAGEMENT ( Management Mutu Terpadu )
Manajemen mutu terpadu dimulai dengan sebuah usaha yang terus-menerus dalam meningkatkan sebuah layanan dan produk dari sebuah organisasi. Kualitas atau mutu dari sebuah produk akan bergantung pada mutu yang ditambahkan dalam setiap proses ; karena itu, semua unsur dari sebuah sistem akan menjadi sebuah instrument dalam meraih sebuah kesuksesan. Apa yang membentuk sebuah mutu pada akhirnya akan didefinisikan oleh pelanggan / pengguna yang datang dari kalangan internal dan eksternal di lingkungan sekolah,pelanggan/ pengguna tersebut adalah para siswa,para orang tua,para karyawan,komunitas,dan lain sebagainya. Penilaian terhadap sebuah hasil merupakan sumber kekuatan yang memungkinkan sebuah organisasi meraih kemajuan secara positif.
PARTISIPASI DALAM PROSES PENILAIAN
Batas-batas yang bisa diterima
Konsep zone of acceptance, atau batas-batas yang bisa diterima, menyatakan bahwa karyawan bawahan harus berpatisipasi dalam pengambilan keputusan yang penting bagi mereka, Jika memang mereka mampu menunjukkan keahlian yang memadai dalam proses tesebut. Oleh kaena itu, apa Guru harus mendapatkan pelatihan agar kompetensi mereka dalam evaluasi guru sesuai dengan peran dalam proses tersebut. Salah satu dari tanda profesi tesebut dalam memonitor pencapaian dari rekan-rekan kerja mereka.
Jenis-jenis Patisipan
Survey Nasional terhadap 100 distrik operasional sekolah terbesar di AS menemukan bahwa para kepala sekolah berpartisipasi dalam proses evaluasi semua distrik. Yang menarik, evaluasi guru di distrik-distrik tersebut menyatakan beberapa bentuk evaluasi, yaitu :
1. Evaluasi diri (31%)
2. Penilaian rekan kerja (11%)
3. Penenilain siswa (4%).
Sementara sebuah survey di Pennsylvania menunjukkan bahwa para kepala sekolah (98%), staf management dari dinas pendidikan (74%), dan asisten kepala sekolah (70%) sebagai pihak yang paling sering berpartisipasi dalam evaluasi guru; rekan-rekan kerja sesama guru tercatat menunjukkan angka kurang dari 3 %.
Petugas Evaluasi yang berbeda
Proses penilaian diperlukan seorang fasilitator untuk membantu para guru mendapatkan umpan balik dari guru-guru yang lain, serta dari para staf management, orang tua siswa. Ini di mungkinkan bisa membantu para guru untuk mengidentifikasi kebutuhan , memahami proses evaluasi, menyetujui kesimpulan evaluasi tersebut, dan mengembangkan sebuah rancangan bagi pengembangan professional dimasa depan.
METODE PENILAIAN
Didorong oleh karya-karya semisal Morris Cogan dan Robert Goldhammer (1950), muncullah sebuah konsep tentang pengawasan klinis yang merubah hubungan antara petugas evaluasi dan peserta evaluasi. Para Guru dan staf management diharapkan bersepakat bergabung dalam beberapa tujuan dan dalam sebuah proses yang mengevaluasi tujuan-tujuan tersebut.
Tujuan Pencapaian yang diharapkan :
1. Diukur melalui pengumpulan dan penelitian data
2. Tindak lanjut yang memungkinkan terciptanya sebuah diskusi tentang pencapaian target
3. Guru harus bisa memisahkan tujuan yang berfokus pada perilaku para guru, tujuan dari sebuah program, tujuan yang berhubungan dengan siswa (prestasi) serta tujuan Administrasi dan organisasi.
TES PRESTASI SISWA
1. Tes praktek
2. Tes Kelas Reguler contohnya : PR, Karya tulis, Observasi guru terhadap siswa
Kesimpulan Menurut metode penilaian guru yang disahkan oleh National Education Association Target prestasi yang jelas yang sesuai dengan deskripsi kerja. Observasi kelas harus dilaksanakan secara regular dengan pemberitahuan awal. Tindak lanjut teratur untuk setiap observasi harus memungkinkan sebuah diskusi tentang evaluasi dengan menyediakan sebuah evaluasi tertulis bagi guru. Selain itu juga diberikan kesempatan untuk memberikan respon tertulis terhadap evaluasi sebelum evaluasi tersebut menjadi bagian dari riwayat kerja.
PENILAIAN STAF MANAJEMEN
Semua karyawan dalam sebuah organisasi sekolah harus menerima penilaian. Guru, Kepala Sekolah, pengawas sekolah dan staf dinas pendidikan harus menjadi peserta penilaian serta bertindak sebagai petugas penilaian.
Penilaian bagi seorang karyawan merupakan sebuah unsur penting dalam program penilaian yang berupa deskripsi kerja.
Deskripsi kerja menyediakan sebuah dasar tentang bagaimana staf manajemen menggunakan waktu mereka dan menyeimbangkan tanggung jawab mereka.
Sebuah proses penilaian harus menyediakan proses input dari berbagai kelompok yang berinteraksi dengan staf manajemen. Kelompok ini harus memberikan penilaian terhadap kinerja staf manajemen menyangkut berbagai tanggung jawab yang memiliki dampak langsung terhadap mereka dan sepenuhnya sudah mereka ketahui.
Penilaian merupakan bagian penting dalam menentukan tingkat produktivitas seseorang yang disebut penilaian kinerja. Penilaian Kinerja bagian dari proses manajemen SDM yang menitik beratkan pada upaya untuk memotret hasil yang telah dicapai secara obyektif sebagai bahan dasar ketika dilakukan pengukuran. Sedangkan pengukuran kinerja lebih menitikberatkan pada upaya untuk melakukan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan rencana atauatau standar yang telah ditetapkan sebelumnya ( Tjutju Yuniarsih Manajemen SDM, 2008: 162)
Sedangkan menurut Ike Kusdyah Rachmawati dalam bukunya Manajemen SDM mengatakan bahwa penilaian prestasi adalah proses dimana organisasi menilai atau mengevaluasi prestasi kerja karyawan. Aktivitas ini akan dapat memberikan umpan balik dan koreksi terhadap pengambilan keputusan organiasi tentang pelaksanaan kerja karyawan (2007:123)
PENILAIAN TERHADAP SISTEM PENILAIAN
Sistem penilaian karyawan sendiri harus dievaluasi secara periodik untuk memastikan apakah ia sudah mencapai suatu tujuan yang ditetapkan.
Validitas dan Reliabilitas
Agar sebuah evaluasi menjadi valid, data yang ada harus menunjukkan perbedaan yang nyata dalam sebuah pencapaian berdasarkan pada indikator yang merefleksi
kan pencapaian sejati dari tujuan yang diharapkan.
Jika sebuah proses penilaian sudah dianggap valid, jaminan apa yang akan memastikan bahwa proses penilaian akan berlangsung secara konsisten dari satu observasi ke observasi lainnya.
Vialiditas dan Reliabilitas merupakan hal yang sangat penting dalam menilai pencapaian kerja karyawan. Jika para karyawan diharapkan bersedia menerima tes penilaian tersebut, maka langkah pertama yang perlu dilakukan oleh sebuah organisasi adalah menciptakan keyakinan dalam diri karyawan bahwa system penilaian tersebut menghasilkan data yang akurat dan signifikan menyangkut prestasi mereka dan data tersebut dievaluasi secara adil.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam Penilaian :
1. Sistem penilaian harus dievaluasi dengan mempertimbangkan kemudahan administrasi.
2. Biaya yang murah
3. Waktu
4. Sumber daya yang dibutuhkan
Evaluasi Penilaian
Evaluasi Penilaian adalah proses pemberian umpan balik kepada karyawan yang sedang dinilai dalam upaya memberi masukan tentang aspek-aspek yang harus diperbaiki. Beberapa pendekatan yang dapat ditempuh adalah :
1. Evaluation interview, adalah memberikan umpan balik tentang unjuk kerja masa lalu dan potensi masa depan
2. Tell and sell approach, menggambarkan keadaan unjuk kerja pegawai dan meyakinkan pegawai untuk berprilaku lebih baik
3. Tell and listen method, memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memberikan alasan, mempertahankan apa yang sudah dilakukan dan mencoba mengatasi reaksi ini dengan membimbing pegawai untuk berperilaku lebih baik.
4. Problem solving approach, mengidentifikasi berbagai problem yang dihadapi pegawai dalam pekerjaannya melalui pelatihan, coaching dan counseling.
PENGEMBANGAN STAF
Adalah pertumbuhan profesional, pelatihan-pelatihan kerja, pendidikan ketrampilan dan dukungan organisasi terhadap kelangsungan pendidikan karyawannya. Tujuan daripada kegiatan tersebut adalah untuk membantu para karyawan agar mampu berprestasi baik dalam pekerjaannya saat ini dan atau mempercayakan tanggung jawab dan tugas-tugas baru kepada karyawan. Dengan adanya program pengembangan staf, sekolah akan mendapatkan keuntungan dengan kualitas kerja yang tinggi dan karyawan akan mendapatkan kepuaan kerja.
Pengembangan pegawai merupakan akativitas memelihara dan meningkatkan kompetensi pegawai guna mencapai efektivitas organisasi. Pengembangan pegawai dapat diwujudkan melalui pengembangan karir serta pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan.


Alasan utama bagi Pengembangan staf :
1. Tuntutan kurikulum, bahwa kandungan sebuah kurikulum telah berubah, sedang berubah dan akan terus berubah.
2. Tantangan demografis, melahiarkan kebutuhan untuk lebih memahami keadaan para siswa pada saat ini dan dimasa depan.
3. Tuntutan metodologi, menarik perhatian dengan berubah dan tumbuh dari pengetahuan pedagogis baru dan bagaimana siswa belajar dengan tingkat perkembangan yang beragam.
4. Tekanan kerja, menyadari bahwa perubahan akan melahirkan stress.
Dalam pengembangan staff harus mampu memaksimalkan, karakteristik orang dewasa sebagai seorang pelajar. Perhatian orang-orang dewasa terhadap proses belajar mandiri, pengalaman-pengalaman terdahulu yang mereka miliki, dan keinginan mereka untuk mengaplikasi dengan segera dari sebuah pembelajaran merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan staff. Fokus mereka lebih mementingkan sebuah pencapaian prestasi dari pada penguasaan materi.
BENTUK-BENTUK PENGEMBANGAN STAFF
1. Reading, Planning, Training, Implementation, Maintenance (RPTIM)
Staff yang ada dalam sebuah organisasi diharapkan mengemban tanggung jawab dalam perencanaan dan pengembangan staff di organisasi itu. Sehingga dalam RPTIM terjadi perbaikan yang signifikan dalam interval waktu yang cukup, keadaan sosial dan kepercayaan serta komunikasi yang terbuka, dukungan rekan kerja merupakan ha-hal yang mempengaruhi suksesnya program pengembangan staff.
2. Concern based adoption model ( CBAM )
Fokus dari ini adalah individualisasi pengembangan staff dan mengenali tingkat perhatian karyawan pada sebuah proses perubahan / inovasi.
Tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuan individu terhadap dampak dari sebuah perubahan / inovasi. Adapun tahapan seorang individu dalam proses pengembangan staff adalah :
a. Seorang individu yang sadar akan adanya sebuah inovasi tetapi tidak sadar akan dampak dari inovasi itu sendiri, maka individu itu termasuk tahap sadar ( tahap pertama )
b. Seorang individu yang mempunyai keinginan untuk mengetahui inovasi, maka individu itu termasuk tahap informasional.
c. Seorang individu ingin mengetahui pengaruh inovasi pada dirinya, maka individu itu termasuk pada tahap personal
d. Jika individu itu ingin mengetahui bagaimana cara menggunakannya inovasi, maka individu itu termasuk tahap manajemen
e. Ketika seorang individu memperhatikan dampak dari inovasi yang akan datang, maka individu itu sudah berada pada tahap konsekuensi
f. Ada keinginan seorang individu untuk berbagi inovasi kepada orang lain , maka individu itu sudah memasuki ranah tahap kolaboratif
g. Selanjutnya individu itu mempunyai keinginan untuk melakukan perbaikan terhadap inovasi itu, maka individu itu memasuku tahap pemusatan ulang.



PELATIHAN APLIKASI
Pada model ini didasarkan pada anggapan bahwa praktik sehari-hari dari kemampuan baru yang baru dipelajari dari proses pengembangan staff lebih memungkinkan dilakukan pada saat pelatihan sedang berlangsung.
Pada pelatihan aplikasi ada lima komponen :
a. Presentasi teori tentang gagasan / ide baru
b. Memperagakan / mendemonstrasikan
c. Mempraktikkannya di lingkungan kerja secara aktual atau dalan sebuah simulasi.
d. Umpan balik terstruktur yang tidak terbatas terhadap prestasi yang sudah diraih.
e. Pelatihan yang menyediakan bantuan / bimbingan langsung, yang bisa jadi akan diperlukan oleh sang individu.
Sasaran latihan dan pengembangan perlu disosialisasikan pada peserta dan dibuat representatif untuk revisi final pada hasil akhir untuk memastikan efektivitas program. Program ini bisa dilakukan dengan dua metode :
1. On The Job Training adalah : Pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya sambil benar-benar mengerjakannya, bentuk pelatihannya antara lain counching dan magang
2. Of The Job Training adalah: Pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya sesuai dengan kondisi dan metode pelatihan,antara lain Lecture,Presentasi dengan video,Vestibule training, bermain peran, Studi kasus, Self study, program pembelajaran, Laboratorium training, Action learning.

DAFTAR PUSTAKA
Ike Kusdyah Rachmawati,2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta :Penerbit Andi Yogyakarta.
Tjutju Yuniarsih dan Suwatno,2008.Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Alfabeta.
James J.Jones & Donald L.Walters, 2008. Human Resource Management in Education, Yogyakarta: Q-M

2 Komentar Tog Bhe Maseh:

KEPALA SEKOLAH DAN KEPEMIMPINANNYA

6:41 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

Oleh : Uray Iskandar, S.Pd
Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam pengembangan sekolah. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi dan profesionalisme yang memadai. Untuk memperlancar tugasnya maka perlu diadakan pendidikan dan pelatihan, serta penyiapan para calon kepala sekolah dan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan. Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional Baedhowi mengatakan, terdapat korelasi langsung antara kompetensi kepala sekolah dengan pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. "Jika kualitas kompetensi kepala sekolah tinggi maka ada korelasi yang bagus dalam melaksanakan proses pembelajaran," katanya saat memberikan keterangan pers tentang implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru menjadi Kepala Sekolah di Kemdiknas, http://fisika-smp.blogspot.com, akses tangal 4 Nopember 2010.
Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Permendiknas No.28 Tahun 2010 meliputi : a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi; c. berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah; d. sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah; e. tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku; f. memiliki sertifikat pendidik; h. pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB; i. memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing; j. memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan k. memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Baedhowi menyampaikan, Undang-Undang No.14/2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan persyaratan guru minimal berkualifikasi S1/D4. Oleh karena itu, kata dia, persyaratan kepala sekolah yang diatur dalam Permendiknas ini mengacu pada undang-undang tersebut. Ketentuan lain yang diatur dalam Permendiknas ini adalah terkait penyiapan calon kepala sekolah. Dulu kepala sekolah dipilih saja oleh kepala daerah, tetapi sekarang untuk menjadi kepala sekolah perlu ada persiapan-persiapan.
Ada proses-proses administrasi maupun proses akademik yang harus dilakukan untuk menjadi calon kepala sekolah,". Lebih lanjut Baedhowi mengatakan, setelah calon kepala sekolah dipilih maka harus mengikuti proses pendidikan dan pelatihan minimal 100 jam dan praktik lapangan minimal tiga bulan. Untuk menjadi kepala sekolah, kata dia, harus ada suatu bukti bahwa mereka itu kompeten dan punya suatu keterampilan manajerial di dalam mengelola sekolah. "Diharapkan implementasi di lapangan tidak menentukan kepala sekolah hanya karena like and dislike, tetapi ada satu proses," ujarnya. Dalam proses pengangkatan kepala sekolah/madrasah melalui penilaian akseptabilitas oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah yang ditetapkan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota atau penyelenggara sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan kewenangannya. "Anggotanya pun juga ada unsur pengawas," katanya.
Adapun masa tugas kepala sekolah/madrasah untuk satu kali masa tugas selama empat tahun. Namun, dapat diperpanjang satu kali masa tugas bila memiliki prestasi kinerja minimal baik. "Kalau sudah dua periode boleh diangkat kembali, tetapi pada sekolah yang lain dengan prestasi amat baik,"( http://fisika-smp.blogspot.com, akses tangal 4 Nopember 2010)
Dengan berlakunya permendiknas ini maka Kepmendiknas No.162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dinyatakan tidak berlaku. Pada kesempatan yang sama, Baedhowi menyampaikan Permendiknas No.22/ 2010 sebagai perubahan Permendiknas No.47 Tahun 2007 tentang Inpassing Guru Non-PNS.
Dijelaskan, guru-guru di bawah naungan yayasan agar mendapatkan tunjangan profesi layaknya guru-guru PNS lainnya maka perlu dilakukan inpassing atau penyetaraan. Hal ini dilakukan agar pembayaran tunjangan profesi setara dengan guru PNS.
Kepemimpinan merupakan salah satu elemen penting dalam mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kinerja organisasi. Koseptualisasi teoriteori kepemimpinan, telah menarik perhatian dan diskusi panjang para peneliti dan para praktisi. Menurut Pawar dan Eastman (1997), penelitian tentang kepemimpinan lebih ditekankan pada kepemimpinan transformasional. Penelitian di bidang ini telah dilakukan baik dalam rangka mencari konsepsi yang tepat terhadap gaya kepemimpinan yang paling efektif (di antaranya: Bycio, et al., 1995; Kirkpatrict dan Locke, 1996; Bass dan Avolio, 1993; Podsakoff, et al., 1996; Sosik dan Godshalk, 2000; Connelly, et al., 2000; Gofee dan Jones, 2000), maupun prasyarat-prasyarat kontekstual yang harus diciptakan agar proses kepemimpinan tersebut efektif (Fahrudin Js Pareke, 2004. Jurnal Kepemimpinan Transformasional Dan Perilaku Kerja Bawahan: Sebuah Agenda Penelitian. www.fokus.ekonomi.co.id. Vol.. 3 – No. 2 – Agustus 2004) Desentralisasi dan otonomi pendidikan akan berhasil dengan baik, jika diiringi pemberdayaan pola kepemimpinan kepala sekolah yang optimal.
Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan; dan (4) pengawasan.
Segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberiankesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Pertama, kepala sekolah adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan dan pembaharuan. Kemasan cita-cita mulia pendidikan kita secara tidak langsung diserahkan kepada kepala sekolah. Optimisme orang tua yang terkondisikan pada kepercayaan menyekolahkan putera-puterinya pada sekolah tertentu tidak lain berupa fenomen menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah. Peserta didik dapat belajar dan membelajarkan dirinya hanya karena fasilitasi kepala sekolah. Seonggokan aturan dan kurikulum yang selanjutnya direalisasiakan oleh para pendidik sudah pasti atas koordinasi dan otokrasi dari kepala sekolah. Singkatnya, kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan.
Kedua, sekolah sebagai suatu komunitas pendidikan membutuhkan seorang figur pemimpin yang dapat mendayagunakan semua potensi yang ada dalam sekolah untuk suatu visi dan misi sekolah. Pada level ini, kepala sekolah sering dianggap satu atau identik, bahkan secara begitu saja dikatakan bahwa wajah sekolah ada pada kepala sekolahnya. Di sini tampak peranan kepala sekolah bukan hanya seorang akumulator yang mengumpulkan aneka ragam potensi penata usaha, guru, karyawan dan peserta didik; melainkan konseptor managerial yang bertanggungjawab pada kontribusi masing-masingnya demi efektivitas dan efiseiensi kelangsungan pendidikan. Akhirnya, kepala sekolah berperanan sebagai manager yang mengelola sekolah. Sayang sekali kalau kedua peran itu yakni sebagai tokoh sentral dan manajer dalam sekolah diharubirukan oleh ketakmampuan mengatasi aneka krisis yang ada dalam sekolah (Xaviery, 2007. Jurnal Benarkah Wajah Sekolah Ada Pada Kepala Sekolah, www.tikkysuwantikno.wordpress.com. )
Ada beberapa pendapat tentang kepemimpinan. Menurut (Mulyasa, 2002:107) kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan (Dharma, 2000: 42) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Pendapat Siagian menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan suatu kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk berpikir dan bertindak sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi (Anwar, 2003: 66). Transformasi sekolah bermutu terpadu diawali dengan mengadopsi dedikasi bersama terhadap mutu oleh dewan sekolah, administrator, staf, siswa, guru, dan komunitas (Arcaro, 2006: 10).
Disimpulkan bahwa seorang pemimpinan adalah motor penggerak yang senantiasa mempengaruhi, mendorong dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu pemimpin seharusnya dapat memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik, sehingga mampu membawa para bawahan untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Menurut Kartono dalam (Anwar, 2003: 67) menyatakan bahwa pada setiap kepemimpinan minimal mencakup tiga unsur, yakni: 1) ada seorang pemimpin yang memimpin, mempengaruhi, dan memberikan bimbingan, 2) ada bawahan yang dikendalikan, 3) ada tujuan yang diperjuangkan melalui serangkaian kegiatan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Moeljono.2003:54) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan sebagai berikut: ing ngarsa sung tuladha, ingmadya mangun karsa, tut wuri handayani. Maksudnya, seorang pemimpin hendaknya dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, dan menjaga kehendak dan keperluan atasan kepada bawahan dengan baik, mampu bekerja sama, mencapai tujuan bersama (keberhasilan tim). Jadi kepemimpinan dalam pengambilan keputusan merupakan proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi peningkatan dan produktivitas kerjanya lebih baik dan ada peningkatan. Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi di suatu sekolah. Setiap pemimpin mempunyai pola yang berbeda-beda dalam menerapkan
kepemimpinannya. Cara mempengaruhi, mengarahkan, dan mendorong pemimpin terhadap orang-orang yang dipimpinnya berbeda-beda. Perbedaan pola kepemimpinan itulah yang sering disebut sebagai tipe kepemimpinan.
Pada dasarnya kepemimpinan dapat dibagi menjadi lima tipe, yaitu 1) otokratik, 2) paternalistik, 3) kharismatik, 4) Laissez Faire, dan 5) demokratik (Djatmiko, 2002: 52-54)
a. Tipe otokratik, pengambilan keputusan dilakukan sendiri oleh pimpinan; hubungannya dengan bawahan menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan, dan status; berorientasi pada kekuasaan.
b. Tipe paternalistic, pengambilan keputusan dilakukan sendiri oleh pimpinan; hubungannya dengan bawahan lebih banyak bersifat bapak dan anak. Pemimpin menganggap bawahan sebagai orang yang belum dewasa sehingga pemimpin bersikap terlalu melindungi bawahan
c. Tipe kharimatik, menekankan pada dua hal, yakni pemimpin berusaha agar tugas-tugas dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya dan memberikan kesan bahwa hubungan dengan bawahan didasarkan pada relasional, bukan kekuasaan. Pemimpin yang kharismatik meiliki kekuatan dan daya tarik yang luar biasa sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat banyak dan pengawal-pengawal yang dapat dipercaya, terutama dalam menjalankan amanat dan kepentingan pemimpin dan dapat dinikmati juga oleh bawahan.
d. Tipe laissez faire, semua pekerjaan dan tanggung jawab dilakukan sendiri oleh bawahan. Pemimpin hanya merupakan simbol dan tidak memiliki keterampilan teknis. Situasi kerja bawahan tidak terpimpin, tidak terkontrol, dan tanpa disiplin kerja.
e. Tipe demokratik, tipe ini dipandang paling ideal. Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin mengikut sertakan bawahan. Pemimpin cenderung memperlakukan bawahan sebagai rekan kerja, menjaga keseimbangan antara hubungan formal dan informal, juga menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian tugas dan orientasi hubungan yang bersifat relasional.

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

Fungsi Guru

10:05 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun 2005 peran guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi dari peserta didik.
1). Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Guru harus memahami nilai-nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah.
Sebagai pendidik guru harus berani mengambil keputusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.
2). Guru Sebagai Pengajar
Di dalam tugasnya, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar, harus terus mengikuti perkembangan teknologi, sehinga apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan hal-hal yang uptodate dan tidak ketinggalan jaman.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyak buku dengan harga relatif murah dan peserta didik dapat belajar melalui internet dengan tanpa batasan waktu dan ruang, belajar melalui televisi, radio dan surat kabar yang setiap saat hadir di hadapan kita.
Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas guru sebagai pengajar. Masihkah guru diperlukan mengajar di depan kelas seorang diri ?, menginformasikan, menerangkan dan menjelaskan. Untuk itu guru harus senantiasa mengembangkan profesinya secara profesional, sehingga tugas dan peran guru sebagai pengajar masih tetap diperlukan sepanjang hayat.
3). Guru Sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggungjawab. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Sebagai pembimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan kerjasama yang baik antara guru dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan tanggungjawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
4). Guru Sebagai Pengarah
Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Sebagai pengarah guru harus mampu mengarkan peserta didik dalam memecahkan permasalahan- permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan dan menemukan jati dirinya.
Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga peserta didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.
5). Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.
Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin.
6). Guru Sebagai Penilai
Penilaian atau evalusi merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik.
Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
Mengingat kompleksnya proses penilaian, maka guru perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memadai. Guru harus memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non tes yang meliputi jenis masing-masing teknik, karakteristik, prosedur pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.psb-psma.org/content/blog/profesi-guru
http://udhiexz.wordpress.com/2008/05/27/etika-guru/
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154.html
http://vhariss.wordpress.com/2009/11/06/peran-dan-fungsi-guru/
http://www.alfurqon.or.id/component/content/article/64-guru/58-tugas-dan-peran-guru

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

TAHAPAN DALAM PROSES PERENCANAAN

4:25 PM URAY ISKANDAR 1 Comments

Kegiatan perencanaan adalah : Kegiatan yang sistematis sequensial, dan karena itu kegiatan-kegiatan dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaan perencanaan.Banghart dan Trull ; 1973 mengembangkan tahapan perencanaan sebagai berikut :
1. Proloque, pendahuluan atau langkah persiapan untuk memulai suatu kegiatan perencanaan.
2. Identifying Educational planning problems, mencakup penentuan ruang lingkup permasalahan perencanaan, mengkaji apa yang telah dilaksanakan, membandingkan apa yang telah dicapai, sumber daya yang tersedia dan keterbatasannya, mengembangkan bagian-bagian perencanaan dan prioritas perencanaan
3. Analizing planning problem area, mengkaji permasalahan perencanaan yang mencakup permasalahan dan sub permasalahan, pengumpulan data tabulasi data, proyeksi
4. Coceptualizing and designing plans, mengembangkan rencana yang mencakup : identifikasi kecenderungan-kecenderungan yang ada, merumuskan tujuan umum dan khusus, menyusun rencana.
5. Evaluating plan, menilai rencana yang telah disusun mencakup : simulasi rencana, evaluasi rencana, memilih rencana.
6. Specifying the plan, menguraikan rencana yang mencakup : merumuskan masalah, menyusun hasil rumusan dalam bentuk final atau rencana akhir.
7. Implementing the plan, melaksanakan rencana yang mencakup persiapan rencana operasional, persetujuan dan pengesahan perencanaan dan mengatur aparat organisasi.
8. Plan feedback, balikan pelaksanaan rencana yang emncakup : memantau pelaksanaan rencana, evaluasi pelaksanaan rencana, mengadakan penyesuaian atau merancang apa yang perlu dirancang lagi.
Chesswas, 1973 mengemukakan proses dan tahapan perencanaan dalam bentuk yang lebih sederhana dan logis :
1. Need assessment, kajian terhadap kebutuhan yang mencakup berbagai aspek pembangunan pendidikan yang telah dilaksanakan.
2. Formulationof goals and objective, perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang merupakan arah perencanaan.
3. Policy and priority setting, penentuan dan penggarisan kebijaksanaan dan prioritas dalam perencanaan pendidikan.
4. Program and project formulation, rumusan program dan projek kegiatan yang merupakan komponen operasional perencanaan pendidikan
5. Feasibility testing, biaya suatu rencana yang disusun secara logis dan akurat serta cermat merupakan petunjuk kelayakan rencana.
6. Plan implementation, pelaksanaan rencana untuk mewujudkan rencana yang tertulis ke dalam perbuatan.
7. Evaluation and revision for future plan, kegiatan untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana yang merupakan feedback untuk merevisi dan mengadakan penyesuaian rencana untuk periode berikutnya.
Sedangkan menurut Mohammad Fakry Gaffar proses perencanaan sebagai berikut :
1. Kajian terhadap hasil perencanaan pembangunan pendidikan periode sebelumnya sebagai titik berangkat perencanaan
2. Rumusan tentang tujuan Umum Perencanaan pendidikan sebagai arah yang dijadikan titik tumpu kegiatan perencanaan
3. Rumusan kebijakan sebagai dasar perencanaan yang merupakan respon terhadap cara mewujudkantujuan yang ditentukan
4. Pengembangan Program dan proyek, sebagai operasionalisasi prioritas yang ditetapkan.
5. Scheduling, mengatur keseluruhan program dan prioritas secara teratur dan cermat.
6. Implementasi rencana, proses legalisasi dimulainya suatu rencana kegiatan, controling untuk membatasi kemungkinan tindakan yang tidak terpuji
7. Evaluasi dan Revisi, kegiatan untuk menentukan tingkat keberhasilan dan untuk mengadakan penyesuaian terhadap tuntutan baru yang berkembang.
Dengan adanya unsur-unsur yang sama tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa proses perencanaan adalah suatu proses yang diakui perlu dijalani secara sistimatik dan berurutan.

1 Komentar Tog Bhe Maseh:

SMP Negeri 1 Selakau

8:56 AM URAY ISKANDAR 1 Comments

Sekolah ini didirikan sekitar tahun 1965. Jarak tempuh ke pusat hanya sekitar 0.5 kilometer. Sedangkan jarak sekolah ke pusat kota Sambas kurang lebih 60 kilometer. Sekolah ini beralamat di Jl.Raya Selakau Desa Sungai Nyirih, Kec. Selakau, Kab. Sambas, Kalimantan Barat. Sekolah ini terdaftar dengan nomor statistik 201610107001. Surat Keputusan keberadaan sekolah ditandatangani langsung oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 2 September 1995.

Sekolah ini terakreditasi “B”. Sebelum menjadi SMP Negeri 1 Selakau, SMP ini dulunya adalah milik yayasan. Kemudian diganti menjadi SMP Persiapan, baru setelah itu dijadikan sebagai SMP Negeri. Didukung oleh beberapa fasilitas sekolah yang dapat menunjang belajar mengajar siswa siswi di sekolah tersebut, maka disediakan perangkat seperti dua belas Lokal Kelas yang terdiri dari empat lokal kelas VII,empat lokal kelas VIII, dan empat lokal kelas IX serta perangkat lain antara lain ruang guru, ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang BK, ruang laboratorium, ruang media, ruang olahraga, perpustakaan dan gudang.

Sekolah SMP Negeri 1 Selakau ini mencetak siswa siswi yang unggul sesuai dengan visi yang di emban unggul dalam mutu dengan berlandaskan iman dan taqwa. Misi sekolah ini adalah melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Tidak hanya itu, sekolah ini juga memotivasi siswa untuk mengembangkan diri secara optimal khususnya di bidang olahraga agar sekolah ini memiliki tim volley dan tenis meja yang dapat menjadi finalis di tingkat kabupaten. Sekolah ini juga memacu siswa untuk menumbuhkan penghayatan terhadap agama yang dianutnya dan budaya bangsa sebagai sumber kearifan dalam bersikap dan bertindak serta menumbuhkan sikap dan tingkah laku dalam membentuk kepribadian siswa itu sendiri.Setiap tahun ( 3 tahun berturut-turut 2008 s.d 2010) telah mewakili Tim Kabupaten dalam lomba Festival Seni Tingkat Propinsi yaitu cabang Story Telling )

Menurut pak Uray Iskandar, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Negeri 1 Selakau bahwa harapan sekolah ini ingin :
1. Meningkatkan Disiplin Guru Dan Pegawai
 Kehadiran Guru dan pegawai dalam pelaksanaan tugas dapat mecapai 93 %
 Guru yang membuat perangkat Pembelajaran dengan baik dan lengkap dapat mencapai 100 %
2. Melaksanakan Kegiatan Pembelajaran yang Efektif Tahun 2010 / 2011
 Nilai hasil ujian Nasional dapat mencapai Rata-rata 5,00 dari 4,56 Tahun 2010 / 2011
3. Mengaktifkan Kegiatan Ekstrakurikuler Bidang Volly Ball
 Memiliki Tim Volly Ball yang mampu menjdai Finalis Tingkat Kabupaten
 Menambah sarana olahraga berupa bola volley
4. Mengembangkan dan mengaktifkan Bakat Siswa Dalam Bidang Seni Tari dan Qasidah 2010 / 2011
 Memiliki Tim Seni Tari yang mampu menjadi Finalis Tingkat Kecamatan
 Memiliki Group Qasidah yang mampu menjadi Finalis tingkat Kecamatan.
5. Meningkatkan Kegiatan Ekstra Kurikuler Bid. Kebersihan Lingkungan dan Taman Sekolah 2010 / 2011
 Menjadi Finalis Kebersihan Lingkungan dan Taman Sekolah Tingkat Kecamatan.
 Menambah sarana kebersihan sekolah ( tong sampah dan sapu, pengepel)
6. Optimalisasi Pendidikan Agama Islam Tahun 2010 / 2011
 55 % siswa dapat melaksanakan Sholat Wajib dan Sunat dengan baik.
12 % siswa dapat Baca Al-Qur’an dengan Hatam.regu pramuka yang mampu diikutsertakan dalam jambore tingkat Nasional. Sekitar 30% orang tua dari siswa siswi yang bersekolah di SMP Negeri 1 Selakau adalah petani. Selebihnya mereka ada yang berprofesi sebagai karyawan swasta, pegawai negeri, pedagang, nelayan bahkan buruh. Tetapi mereka tetap menitipkan anak mereka untuk mengikuti proses belajar mengajar di sekolah tersebut sebab pendidikan merupakan modal utama dalam memperoleh hal yang lebih baik.

1 Komentar Tog Bhe Maseh:

Kepala Sekolah sebagai manajer

8:47 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

Oleh : Uray Iskandar, S.Pd
Sekolah yang sehat memiliki kultur organisasi sekolah yang baik. Sekolah dikatakan sehat bila terdapat dorongan dan semangat yang tinggi. Moral kerja yang tinggi jika kepala sekolah, guru dan staf selalu bekerja dengan semangat yang tinggi, sangat antusias, bergairah, dan sebagainya. Selanjutnya sekolah sehat bila sekolah itu terhindar dari tekanan-tekanan berbagai pihak.
Manajemen adalah suatu aktifitas atau seni dalam mengatur dan mengetahui secara tepat apa yang ingin dikerjakan melaui proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasandalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam melakukan peran dan tugasnya sebagi manajer bahwa kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk mendayagunakan tenaga kependidikan melalui kerjasama, memberi kesempatan kepasa tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya bahwakn mendorong adanya suatu keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Kemampuan memberdayakan tugas, peran tenaga kependidikan di sekolah harus diwujudkan dalam pemberian arahan secar dinamis dan terus menerus. Pengkoordinasian tenaga kependidikan dalam pelaksanaan pemberian hadiah.
Menurut Wahyudi ( 2009:65 ) Kepala Sekolah harus berusahan untuk mendorong keterlibatan semua tenaga kependidikan dalam setiap kegiatan di sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah bisa berpedoman pada :
a. Asas tujuan, bahwa kebutuhan tenga kependidikan akan harga dirinya mungkin dicapai dengan turut menyumbang pada suatu tujuan yang lebih tinggi. Kemampuan untuk menyampaikan dan menanamkan tujuan merupakan seni yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya.
b. Asas keunggulan, bahwa setiap tenaga kependidikan membutuhkan kenyamanan serta harus memperoleh kepuasan dan memperoleh penghargaan pribadi.
c. Asas mufakat, kepala sekolah harus mampu menghimpun gagasan bersama serta membangkitkan tenaga kependidikan untuk berpikir kreatif dalam melaksanakan tugasnya.
d. Asas kesatuan, kepala sekolah harus bverusaha untuk menjadikan tenaga kependidikan sebagai pengurus upaya-upaya pengembangan sekolah. Hal ini untuk menumbuhkan rasa kepemilikan pada tenaga kependidikan terhadap sekolah.
e. Asas persatuan, kepala sekolah harus mendorong untuk meningkatkan profesionalismenya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi sekolah.
f. Asas empirisme, kepala sekolah harus mampu bertindak berdasarkan atas nilai dan angka-angka yang menunjukkan prestasi para tenaga kependidikan, karena data yang memuat komponen sekolah memegang peranan yang sangat penting.
g. Asas keakraban, kepala sekolah harus berupaya menjaga keakraban agar tugas dapat dilaksanakan dengan lancar,
h. Asas integritas, kekuasaan untuk menciptakan dan memobilisasi energi seluruh tenaga kependidikan untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi dasar yang disyaratkan Peraturan di dalam Permen Diknas Nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah yang disahkan pada 17 April tahun 2007 dijelaskan bahwa kepala sekolah mempunyai 5 kompetensi utama yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan kompetensi sosial. Namun, dalam penulisan ini, penulis fokuskan hanya pada peran kepala sekolah / Madrasah sebagai manajer yang mempunyai tanggung jawab manajerial, yang meliputi beberapa aspek, yaitu:
a. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
b. Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
c. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
d. Mengelola perubahan dan pengembangansekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
e. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
f. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
g. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
h. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
i. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
j. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
k. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.
l. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah.
m. Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
n. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
o. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

KEBIJAKAN PENINGKATAN NILAI AKADEMIK MELALUI TAMBAHAN JAM BELAJAR

8:45 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

A. Tujuan dan fungsi
MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membanntu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, baik kepada orang tua, masyarakat, maupun pemerintah.
Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga dapat ditunjukkan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Penekanan aspek-aspek tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Misalnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat ini, berdampak buruk terhadap mutu pendidikan, terutama berkurangnya kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana yang cukup untuk pendidikan dan menurunnya kemampuan orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan menurut Bank Dunia dalam Education in Indonesia: From Crisis to Recovery pada tahun 1998, mengidentifikasi terhambatnya kemajuan pendidikan di Indonesia, khususnya pada tingkat pendidikan dasar, yaitu terpecah-belah dan kakunya proses pembiayaan pendidikan pada tingkat sekolah dasar dan SLTP. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut Bank Dunia merekomendasikan lima aspek yang diproyeksikan akan mampu mengatasi kelemahanan institusional yang dimaksud, yaitu:
(1) pemberdayaan lokal,
(2) penetapan kembali tanggung jawab atas perencanaan jangka panjang,
(3) pembangunan kemampuan kelembagaan,
(4) pemberian otonomi yang lebih besar dengan manajemen sekolah yang bertanggung jawab
(5) sistem pendanaan yang menjamin pemerataan dan efisiensi.
Mutu pendidikan nasional yang tercermin dalam kompetensi lulusan satuan-satuan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai komponen seperti proses, isi, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang dapat digambarkan dalam konstelasi
mutu pendidikan. Mutu pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas proses dan isi pendidikan. Pencapaian kompetensi lulusan yang memenuhi standar harus didukung oleh isi dan proses pendidikan yangjuga memenuhi standar. Perwujudan proses pendidikan yang berkualitas dipengaruhi oleh kinerja pendidik dan tenaga kependidikan, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana, kualitas pengelolaan, ketersediaan dana, dan sistem penilaian yang valid, obyektif dan tegas. Oleh karena itu perwujudan pendidikan nasional yang bermutu harus didukung oleh isi dan proses pendidikan yang memenuhi standar, pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi agar berkinerja optimal, serta sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan yang memenuhi standar ( Rusiati Implemetasi Kebijakan MBS, 2006 )
Dengan demikian tujuan dan fungsi peningkatan nilai akademik melalui tambahan jam belajar adalah sebagai berikut :
1. Untuk mencapai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah
2. Untuk kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
3. Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Untuk berkembangnya potensi peserta didik.

B. Teknik-teknik peningkatan nilai akademik melalui tambahan jam belajar
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru menjadi salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Kinerja guru selalu menjadi pusat perhatian, karena guru merupakan faktor penentu dalam meningkatkan prestasi belajar dan berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2004: 11).
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan gagasan yang menempatkan kewenangan pengelolaan sekolah sebagai satu entitas sistem. Dalam format ini kepala sekolah dan guru-guru sebagai kelompok profesional, dengan pihak-pihak yang bekepentingan lainnya (stakeholder sekolah), dianggap mempunyai kapasitas untuk memahami kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi sekolah dalam upaya mengembangkan program-program yang tertuang dalam Rencana Pengembangan Sekolah.
Kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan, dengan demikian maka pihak sekolah perlu mempersiapkan teknik-teknik peningkatan nilai akademik melalui tambahan jam belajar adalah :
1. Membahas soal-soal Ujian Nasional
2. Membahas standar kompetensi lulusan dengan membuat indikator soal
3. Memperbanyak latihan mengerjakan soal-soal yang rumit
4. Penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik
5. Mengembangkan indikator pencapaian KD

C. Peran Komite Sekolah terhadap peningkatan nilai akademik melalui tambahan jam belajar
Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Secara yuridis formal, hampir semua sekolah telah memiliki perangkat Komite Sekolah sebagai wakil masyarakat dalam membantu program pendidikan. Komite Sekolah telah menunjukkan perannya sebagai mitra sekolah, terutama bagi kepala sekolah dan guru dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan, baik program pembangunan fisik maupun non fisik seperti program pembelajaran di kelas. Namun demikian, dalam perjalanannya kiprah Komite Sekolah belum sepenuhnya melaksanakan peran dan fungsi sebagai organisasi mitra sekolah dalam membantu program pendidikan sesuai dengan rencana.

Komite Sekolah berperan sebagai:
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan, terutama dalam melaksanakan jam tambahan belajar.
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, dalam pembiayaan kegiatan
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan; dalam hal kegiatan yang setiap akhir bulan mengadakan evaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan.
4. Mediator antara pemerintah (mediating agency) dengan masyarakat di satuan pendidikan, terutama dengan orang tua siswa kelas IX.
Komite Sekolah berfungsi sebagai berikut:
1. Membantu sekolah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 36 Ayat 2);
2. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
3. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
4. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikanyang diajukan oleh masyarakat;
5. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
a. kebijakan dan program pendidikan;
b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
c. kriteria kinerja satuan pendidikan;
d. kriteria tenaga kependidikan;
e. kriteria fasilitas pendidikan; dan
f. hal‑hal lain yang terkait dengan pendidikan;
6. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
7. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
8. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
D. Peran orang tua siswa terhadap peningkatan nilai akademik melalui tambahan jam belajar
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang akan diatur dalam POS Ujian Sekolah/Madrasah.
Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Dengan demikian peran orang tua siswa kelas IX khususnya terhadap peningkatan nilai akademik melalui tambahan jam belajar di SMP Negeri 1 Selakau adalah :
1. Memberikan support dana bantuan untuk kegiatan, baik untuk penggandaan soal maupun transport guru.
2. Memantau hasil kegiatan tambahan belajar dengan memonitor hasil latihan
3. Berkoordinasi dengan guru bidang studi mengenai kelemahan dan hambatan yang ditemukan terhadap anaknya dalam mendapatkan bimbingan
4. Memotivasi anak dan selalu membimbing anak untuk belajar dengan giat dan sungguh-sungguh.

0 Komentar Tog Bhe Maseh: