Konsep kemampuan manajerial

8:08 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

Manajerial berasal dari kata manager yang berati pimpinan. Menurut Fattah (1999:13) menjelaskan bahwa praktek manajerial adalah kegiatan yang di lakukan oleh manajer. Selanjutnya Siagian (1996:63) mengemukakan bahwa “ Manajerial skill adalah keahlian menggerakan orang lain untuk bekerja dengan baik.”

Kemampuan manajerial sangat berkaitan erat dengan manajemen kepemimpinan yang efektif, karena sebenarnya manajemen pada hakekatnya adalah masalah interaksi antara manusia baik secara vertikal maupun horizontal oleh karena itu kepemimpinan dapat dikatakan sebagai perilaku memotivasi orang lain untuk bekerja kearah pencapaian tujuan tertentu. Kepemimpinan yang baik seharusnya dimiliki dan diterapkan oleh semua jenjang organisasi agar bawahanya dapat bekerja dengan baik dan memiliki semangat yang tinggi untuk kepentingan organisasi.
Menurut Mondy dan Premeaux (1993:5) bahwa “ Manajemen adalah proses penyelesaian pekerjaan melalui usaha-usaha orang lain.”Berdasarkan definisi ini Nampak bahwa proses manajemen akan terjadi apabila seseorang malibatkan orang lain untuk menacapi tujuan organisasi. Selanjutnya Gatewood, Tayler, dan Ferrel (1993:73) mengemukakan bahwa manajemen adalah “Serangkaian kegiatan yang di rancang untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya secara efektif dan efisien.” Definisi ini tidak hanya menegaskan apa yang telah di kemukakan sebelumnya tentang pencapaian hasil pekerjaan melalui orang lain, tetapi menjelaskan tentang adanya ukuran atau standar yang menggambarkan tingkat keberhasilan seorang manajer yaitu efektif dan efisien.
Manajemen adalah “proses menyelesaikan aktivitas-aktivitas secara efisien dengan dan melalui orang lain” (Robbins, 1986:86). Sedangakam Hasibuan (2001:20) mengemukakan bahwa “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya secara efektif dan efisien untuk suatu tujuan tertentu.”

Pada umumnya manajemen adalah suatu kerjasama dengan dan melalui orang lain untuk mencapai tujuan yang telah di sepakati bersama dengan sistematis, efisiensi, dan efektif (Martoyo, 2002:12). Manajemen menurut Hasibuan (2001:42), adalah suatu proses yang khas yang terjadi tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang di lakukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lain. Stooner (1986:7) menyatakan bahwa proses mencakup perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Siagian (1996:12) mengemukakan bahwa fungsi-fungsi manajemen yang ada pada prinsipnya tidak bebeda dengan berbagai pendapat lain yaitu, planning, organaising, stepping, directing, coordinating, reporting, dan budgeting

Menurut Tilaar (1994:24) bahwa manajemen pada hakekatnya berekenaan dengan cara-cara pengelolaan suatu lembaga agar lembaga tersebut efisien dan efektif. Suatu lembaga di katakan efisien apabila infestasi yang di tanamkan dalam lemabaga tersebut sesuai atau memberikan profit sebagaimana yang di harapkan. Selanjutnya suatu lembaga di katakan efektif apabila pengelolaannya menggunakan prinsip yang tepat dan benar sehingga berbagai kegiatan di dalam lembaga tersebut dapat tercapai tujuan yang telah di rencanakan sebelumnya.

Dari bebagai pandangan tentang proses manajemen atau fungsi-fungsi manajemen yang di kemukakan di atas, tidak di temukan perbedaan yang prinsipil karena semuanya mengandung fungsi-fungsi manajemen sebagai suatu proses manajemen. Jadi dapat di simpulkan bahwa fungsi-fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian.
Dalam praktek manajemen, fungsi-fungsi pokok manajemen tersebut merupakan kegiatan yang saling terkait yang harus dilakukan oleh para manajer, agar dapat memanfaatkan seluruh sumber daya yang di miliki organsisasi tersebut baik sumberdaya manusia maupun bukan untuk dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam upaya untuk mencapai tujuan dengan produktivitas yang tinggi dan kepuasan individu yang terlibat dalam kegiatan manajemen.

Menurut Robbins (1996:50), kemampuan (ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Yulk (1988) mengemukakan bahwa, kemampuan dapat di artikan keterampilan atau skill menuju kepada kemampuan dari seesorang untuk melalukan berbagai jenis kegiatan kognitif atau di perlukan dengan suatu cara yang efektif. Keterampilan menggerakkan orang lain inilah yang di sebut manajerial skill (Burhanudin, 1994). Demikian pula (Siagian, 1996:36) mengemukakan bahwa Manajerial skill adalah keahlian menggerakan orang lain untuk bekerja dengan baik.

Jadi dapat di simpulkan bahwa kemampuan manajerial adalah kemampuan untuk menggerakan orang lain dalam memanfaatkan sumber-sumber yang ada dalam mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Ukuran seberapa efisien dan efektifnya seorang manajer adalah seberapa baik dia menetapkan rencana dalam mencapai tujuan yang memadai, kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci keberhasilan organisasi.
Kepala sekolah sebagai manajer pada jalur pendidikan formal, di tuntut memiliki kemampuan dalam manajemen sekolah, agar mampu mencapai tujuan proses belajar mengajar secara keseluruhan.
Menurut Katz dan Payol (Robbins, 2003:7) bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas manajerial paling tidak di perlukan tiga macam bidang keterampilan, yakni:
1. Keterampilan tekhnis, yaitu kemampuan manusia untuk menggunakan prosedur, tekhnis, dan pengetahuan mengenai bidang khusus;
2. Keterampilan manusiawi, yaitu keterampilan untuk bekerja sama dengan orang lain, memahami, memotivasi, sebagai individu atau kelompok;
3. Keterampilam konseptual, yaitu kemampuan untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua kepentingan dan aktivitas organisasi.
Peranan kepala sekolah sebagai manajer, sangat memerlukan ketiga macam keterampilan di atas. Agar kepala sekolah dapat secara efektif melaksanakan fungsinya sebagai manajer maka harus memahami niali-nilai yang terkandung di dalam ketiga keterampilan di atas dan mampu mewujudkannya kedalam tindakan atau perilaku.
Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam ketiga keterampilan tersebut sebagai berikut:
1. Keterampilan teknis: (1) menguasai pengetahuan tentang metode. Proses, prosedur, dan tekhnik untuk melaksanakan kegiatan khusus dan (2) kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yang di perlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus tersebut;
2. Keterampilan manusiawi: (1) kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses kerja sama, (2) kemampuan untuk memahami isi hati, sikap, dan motif orang lain, mengapa mereka berkata dan berperilaku, (3) kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif, (4) kemampuan menciptakan kerja sama yang efektif, kooperatif, praktis, dan diplomatis, (5) mampu berperilaku yang dapat di terima;
3. Keterampilan konseptual: (1) kemampuan berpikir rasional, (2) cakap dalam berbagai macam konsepsi, (4) mampu menganalisis berbagai kejadian serta mamapu memahami berbagai kecendrungan, (5) mampu mangantisipasi perintah, dan (6) mampu mengenali dan mamahami macam-macam masalah sosial.
Untuk mendukung terpenuhinya tututan manajerial skill sesuai dengan kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi, maka setiap orang yang disebut pemimpin harus berusaha memiliki sikap kepemimpinan yang baik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat di simpulkan bahwa kemampuan manjerial kepala sekolah adalah kapasitas yang di miliki oleh seorang kepala sekolah dalam mengelola organisasi dan sumber daya yang ada, guna mencapai tujuan organisasi yang mancakup:
(1) kemampuan merencanakan dengan indikator yaitu mampu menyusun dan menerapkan strategi, dan mampu mengefektifkan perancanaan,
(2) kemampuan mengorganisasikan dengan indikator mampu melakukan departementalisasi , membagi tanggung jawab dan mampu mengelola personil. (3) kemampuan dalam pelaksanaan dengan indikator yaitu mampu mengambil keputusan, dan mampu menjalin komunikasi,
(4) kemampuan mengadakan pengawasan indikator mampu mengelola, dan mampu mengendalikan operasional.
4. Motivasi kerja
Istilah motivasi berasal dari kata latin yaitu: motifus yang berarti sebab, alasan dasar, pikiran dasar dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau ide pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia Kartono (1979:32).
Menurut Siswanto (2008:120), motivasi adalah (1) setiap perasaan atau kehendak dan keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan individu sehingga individu tersebut didorong untuk untuk berperilaku dan bertindak, (2) pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku individu, (3) setiap tindakan atau kejadian yangmenyebakan berubahnya perilaku seseorang, (4) proses yang menentukan gerakan atau perilaku individu kepada tujuan. . Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (1993:95), motivasi sebagai pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan berintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai tujuan.

Purwanto (1990:72), menyatakan bahwa motivasi mengandung tiga kemampuan pokok yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan menopang tingkah laku. Mengarahkan adalah menyatukan tingkah laku untuk mencapai suatu orientasi tujuan. Menopang yaitu memberikan penguatan intensitas, arah, dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu. Uno (2008:1), mengemukakan bahwa motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain sebagai dorongan mental terhadap pereorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses untuk mencoba mempengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan.
Stevenson (2002:2) menganggap bahwa motivasi adalah insentif , dorongan, atau stimulus untuk bertindak, atau semua hal verbal, fisik, atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon.
Walgito (1985:17) mengatakan bahwa seorang berperilaku pasti berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, apa yang mendorongnya, dan apa yang ditujuh, dengan kata lain bahwa perilaku manusia selalu menyangkut kebutuhan biologis dan psikologis.
Robbins (2003:208) mengatakan bahwa motivasi sebagai suatu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan.

Nawawi (1997:14), motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi penyebab seorang melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukan secara sadar, meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang melakukan sesuatu kegiatan yang tidak disukai, sehingga kekuatan didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa dilakukan cenderung berlangsung tidak efektif dan efisien. Motivasi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah pendorong perilaku yang bersumber dalam diri seseorang sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya manfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan atau menyenangkan orang yang memungkinkan seorang mampu mencapai suatu tujuan positif dimasa depan. Sedangkan ekstrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri sebagai individu berupa suatu kondisi yang mengharuskan pekerja melaksanakan perilaku secara maksimal karena adanya pujian, hukuman, aturan, dan sebagainya.

Dengan demikian jelaslah bahwa motivasi selalu berhubungan dengan kebutuhan, keinginan dan dorongan, sekaligus menjadi penyebab seorang pegawai, berusaha mencapai tujuan tertentu, dan berperilaku memelihara dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan dalam suatu organisasi.
Manusia dan kerja merupakan dua hal yang terangkung dalam kesatuan integral. Semua manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Abdurachman (1996:31), mengatakan bahwa kerja adalah kegiatan yang memuat suatu tujuan tertentu, disamping itu memuat perpaduan tenaga manusia, baik jasmani maupun rohani dengan alat, bahan, uang dan waktu. Moenir (1996:90), mengemukakan bahwa pekerjaan adalah rangkaian perbuatan tetap yang dilakukan oleh seseorang yang menghasilkan sesuatu yang dapat dinikmati baik langsung maupun tidak langsung, baik hasil itu berupa barang atau jasa.
Menurut Kartono (1997:23), alasan orang bekerja dapat dilihat dari sudut penting yaitu: (1) pandangan konservatif mengatakan bahwa kerja jasmani adalah orang berakal sehat harus bekerja untuk mempertahankan eksistensi dirinya dan keluarganya. Pandangan konservatif ini menganggap bahwa kebanyakan orang tidak menyukai pekerjaan, sehingga perlu diberikan motivasi. Motivasi adalah sebagai satu-satunya ransangan untuk bekerja. Kekuatan untuk dipecat dari pekerjaan adalah satu-satunya motivasi negatif untuk mendorong orang agar terus tetap bekerja, dan (2) pandangan moderen melihat kerja sebagai aktivitas dasar dan dijadikan bagian yang esensial dari kebutuhan manusia. Kerja memberikan status, mengikat seseorang pada individu lain serta masyarakat. Kerja merupakan aktivitas sosial yang memberikan isi dan makna dalam kehidupan.

Kerja merupakan realisasi diri manusia, yang bertitik tolak dari dalam kesenangan dan kesukaan, dengan kata lain kerja merupakan suatu bentuk pelayanan bagi manusia lain baik sebagai individu maupun bermasyarakat.
Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa bekerja adalah suatu aktivitas baik fisik maupun mental dengan maksud untuk mendapatkan kepuasan atau pemenuhan kebutuhan. Dengan kata lain orang bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan hidupnya.
Menurut Maslow yang dikutif Robbins (2003:209), mengemukakan bahwa kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi lima tingkatan yaitu :
1. Kebutuhan yang bersifat fisiologis atau fisik berupa pangan, sandang dan tempat tinggal;
2. Kebutuhan rasa aman yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman terutama berasal dari luar, baik yang bersifat ancaman fisik maupun psikis. Kalau dikaitkan dengan kerja, maka kebutuhan akan keamanan menyangkut keamanan jiwa sewaktu bekerja, perasaan aman akan harta benda yang ditinggalkan sewaktu bekerja dan juga menyangkut perasaan aman pada masa depan;
3. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan-kebutuhan sosial seperti kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dimana ia hidup dan bekerja, rasa ikut memiliki, kebutuhan akan dihormati, kebutuhan untuk maju dan perasaan ikut serta;
4. Kebutuhan akan harga diri/prestasi. Harga diri selalu menyertai status atau kedudukan seseorang di dalam organisasi atau masyarakat. Semakin tinggi kedudukan seseorang semakin banyak pula hal-hal yang digunakan sebagai statusnya;
5. Kebutuhan mempertinggi kapasitas diri/kerja. Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya melalui pengembangan dirinya.
Asa’ad (1987:23), mengemukakan motivasi kerja merupakan suatu yang menimbulkan semangat dan dorongan kerja. Lebih lanjut dikatakan bahwa motivasi kerja psikologis kerja disebut pendorong semangat kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi kerja.
Teori pemeliharaan motivasi dua faktor yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang dikutif oleh Syahdam (1996:22). Mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan yaitu : (1) faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfer atau intrinsik motivation, (2) faktor pemeliharaan (maintanance factor) yang disebut juga discatisfier atau extrinsic motivation.

Faktor pemuas merupakan faktor pendorong seorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan yang mencakup: (1) kepuasan kerja itu sendiri, (2) prestasi yang diraih, (3) peluang untuk maju, (4) pengakuan orang lain (5) kemungkinan pengembangan karier.
McClelland (dalam Handoko 2003:262), mengemukakan bahwa kebutuhan prestasi tersebut dapat dikembangkan pada orang dewasa orang-orang yang berorientasi prestasi mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan, yaitu:
1. Menyukai pengambilan risiko yang layak (moderat) sebagai fungsi keterampilan, bukan kesempatan, menyukai suatu tantangan dan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi hasil-hasil yang dicapai;
2. Mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan yang layak dan menghadapi risiko yang sudah diperhitungkan. Salah satu alasan mengapa banyak perusahaan berpinda keprogram management by objectives (MBO) adalah karena adanya korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi;
3. Menyukai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakannya;
4. Mempunyai keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan-kemampuan organisasional.

Selanjutnya McClelland mengatakan bahwa untuk berprestasi merupakan kebutuhan motivasi dalam setiap kegiatan, sehingga merupakan motivasi untuk bekerja dan berkreativitas dalam pekerjaannya.
Teori motivasi yang telah dijelaskan, secara nyata berhubungan dengan peningkatan aktivitas seseorang, motivasi kerja pada hakekatnya menggerakkan atau menjadi tenaga pendorong yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan secara sistematis dengan berkesinambungan, serta progresif, agar dapat mencapai tujuan organisasi. Sejalan dengan pandangan tersebut, Sardiman (1986:19) menyebutkan kesimpulan dua teori yang muncul yaitu: (1) biogenic theories, menyangkut proses biologis seperti intrinsik dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya, (2) sosiogenic theories, yang menekankan adanya pengaruh luar, berupa kebudayaan dan kehidupan masayarakat. Kedua teori tersebut menekankan bahwa seseorang melakukan aktivitas karena kebutuhan biologis intrinsik dan ekstrinsik atau sumber-sumber kebudayaan yang dipengaruhi oleh perkembangan budaya manusia.
Setiap manusia normal, berkeinginan meraih prestasi dan selalu mendambahkannya, sehingga ia akan terdorong melakukan aktivitas atau pekerjaan serta berusaha melakukannya secara berkualitas. Pencapaian prestasi atau achievement dalam suatu pekerjaan akan menggerakkan bagi yang bersangkutan untuk melakukan aktivitas atau tugas-tugas berikutnya. Prestasi yang dicapai dalam suatu pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, atau sikap yang selalu ingin melakukan aktivitas yang penuh tantangan. Sebaliknya jika seseorang selalu gagal meraih prestasi dalam pekerjaannya, akan menimbulkan rasa tidak puas, kecewa, bahkan mungkin frustasi, sehingga dapat berakibat munculnya kecenderungan konflik dalam lingkungan pekerjaannya.

Untuk mencapai pelaksanaan pekerjaan bagi setiap pegawai, diperlukan seorang pemimpin yang selalu berusaha mendorong bawahannya agar dapat melakukan pekerjaan yang lebih berkualitas guna mencapai prestasi semaksimal mungkin. Hal itu penting karena prestasi yang dicapai oleh setiap pegawai bukan saja menimbulkan rasa kebanggaan tersendiri pada diri yang bersangkutan, tetapi juga menguntungklan bagi organisasi dalam usaha meningkatkan produktivitasnya.
Sedangkan Wainer (1990:96), mengemukakan bahwa orang-orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi ditandai oleh:
(1) berusaha untuk elakukan kegiatan yang meningkatkan prestasi,
(2) berusaha untuk menghindari terjadinya kmegagalan, (3) bekerja dengan intensitas yang lebih tinggi dan (4) memilih tugas yang mempunyai tingkat kesulitan. Pendapat ini pun menggambarkan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi akan selalu bekerja keras untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam pekerjaannya, sebab yang bersangkutan akan merasa bangga dan bahagia jika ia berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan meskipun dengan mengerahkan segala kemampuan dan usaha maksimal yang cukup melelahkan, bahkan perasaan bangga/bahagia ini dapat semakin memperbesar dorongan seseorang untuk meraih prestasi yang lebih baik.
Menurut Wahjosumijo (1999::92), motivasi itu merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, karena motivasi tersebut mempengaruhi seseorang untuk melakukan peningkatan aktivitas atau tindakan, serta mempertahankan kegiatan ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi merupakan proses biologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, persepsi dan kemampuan lainnya yang ada pada diri seseorang. Proses psikologi tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) faktor intrinsik yang meliputi : kepribadian, sikap, pengalaman, pribadi, latar belakang pendidikan, dan harapan atau cita-cita, dan (2) faktor ekstrinsik, yang meliputi: prilaku pimpinan, hubungan antara individu, atau antar individu dengan kelompoknya, sosial ekonomi dan sebagainya.

Dalam hubungannya dengan penelitian ini, bahwa begitu pentingnya motivasi kerja bagi kepala sekolah baik yang bersumber dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) sebagai pendorong dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan pokoknya dan tugas-tugas tambahan yang dibebangkan kepadanya. Dengan memiliki motivasi kerja yang tinggi maka kecenderungan produktivitas kerja kepala sekolah akan tinggi.
Indikator untuk mengukur motivasi kerja kepala sekolah di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan adalah (1) meningkatkan prestasi, (2) menghindari kegagalan, (3) bekerja keras,
(4) mengaktualisasikan diri, (5) pujian, (6) hukuman, (7) aturan.
1. 5. Fungsi kepala sekolah
a. Konsep dasar fungsi kepala sekolah
Fungsi merupakan karakteristik suatu tindakan yang harus dilakukan pada suatu pekerjaan. Menurut Sutaryadi (1993:6), konsep kepemimpinan dipandang sebagai seperangkat fungsi yang dibawah oleh pemimpin, bahwa tugas-tugas, iklim kelompok, dan kepuasan individu berhubungan dengan tujuan organisasi. Dari pandangan Sutaryadi ini tersurat tugas-tugas kepemimpinan yang pokok yaitu:
(1) menentukan sasaran organisasi, (2) menyiapkan fasilitas,
(3) mempengaruhi, (4) memotivasi, dan (6) menciptakan suasana kerja kondusif untuk tercapainya tujuan.

Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi disekolah. Pola kepemimpinannya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan guru, stap, siswa, orang tua siswa, dan pihak lain yang terkait, untuk bekerja atau berperan serta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Atmodiwiro (2000:63) mengemukakan bahwa ada lima keterampilan administrasi dan dua belas kompetensi yang diperlukan untuk menjadi seorang kepala sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Lima keterampilan yang dimaksud adalah:
(1) keterampilan teknis, 2) keterampilan hubungan manusia,
(3) keterampilan konsepsional, (4) keterampilan pendidikan dan pengajaran, dan (5) keterampilan kognitif. Sedangkan dua belas kompetensi yaitu: (1) komitmen terhadap misi sekolah dan keterampilan untuk menjadikan gambaran bagi sekolahnya, (2) orientasi kepemimpinan proaktif (3) ketegasan, (4) sensitif terhadap hubungan yang bersifat interpersonal dan organisasi, (5) mengumpulkan informasi, menganalisis pembentukan konsep, (6) fleksibilitas i ntelektual,
(7) persuasif dan manajemen interaksi, (8) kemampuan beradaptasi secara taktis, (9) motivasi dan perhatian terhadap pengembangan,
(10) manajemen kontrol, (11) kemampuan berorganisasi dan pendelegasian, dan (12) komunikasi.

Menurut Dirawat, dkk (1986:43) tugas dan tanggung jawab kepala sekolah digolongkan atas dua bidang yaitu: (1) tugas kepala sekolah dalam bidang administrasi dan (2) tugas kepala sekolah dalam bidang supervisi. Tugas kepala sekolah dalam bidang administrasi digolongkan dalam bidang manajemen yang berhubungan dengan pengelolaan pengajaran, kepegawaian, kesiswaan, gedung dan halaman, keuangan, dan pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat. Sedangkan tugas kepala sekolah dalam bidang supervisi bertugas memberi bimbingan, bantuan, pengawasan, dan penilaian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran yang berupa perbaikan program dan kegiatan pendidikan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
Peningkatan prestasi kepala sekolah dapat tercipta jika tugas dan fungsi kepala sekolah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Menurut Mulyasa (2005:98-120) Fungsi tersebut adalah: (1) edukator,
(2) manager, (3) administrator, (4) supervisor, (5) leader, (6) inovator, dan (7) motivator.

Menurut Lazarut (1992:21) kompetensi manajerial kepala sekolah pada dasarnya merupakan kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotor. Kepala Sekolah mengelolah pendidikan melalui fungsi-fungsi manajemen dengan memamfaatkan semua sumber-sumber daya sekolah termasuk manusia dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan pendidikan.
b. Fungsi kepala sekolah sebagai manajer di sekolah.
Dari berbagai pandangan tentang fungsi-fungsi manajemen tidaklah terdapat perbedaan yang prinsip, semuanya memandang fungsi-fungsi manajemen sebagai suatu proses manajemen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen dapat dikelompokkan atas perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan.
Fungsi manajemen diatas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wahjosumijo (1999:94), bahwa proses manajemen disekolah mencakup proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan program, sumber daya manusia, sarana dan dana.
Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah menyelenggarakan berbagai bidang diantaranya adalah :
1) Kurikulum atau pengajaran
Salah satu tugas utama kepala sekolah adalah melaksanakan perencanaan, mengkoordinasikan, sampai tahap evaluasi pada kegiatan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Dengan demikian pemahaman terhadap kurikulum sampai dengan strategi pelaksanaan sangat penting.
Tahap pelaksanaan kurikulum melalui empat tahap, yaitu:
(1) perencanaan (2) pengorganisasian dan koordinasi, (3) pelaksanaan, dan (4) pengendalian (Depdikbud, 1999).
2) Personalia

Dalam manajemen personalia, ada tiga aspek tugas kepala sekolah yaitu: (1) pengadaan tenaga, (2) pemamfaatan tenaga yang telah dimiliki, dan (3) pembinaan dan pengembangan. Ada dua tahap harus dilakukan kepala sekolah untuk pengadaan tenaga yaitu analisis pekerjaan, pengadaan tenaga, sedangkan yang berhubungan dengan pemamfaatan tenaga yaitu peningkatan propesionalisme, pembinaan karier, dan kesejahteraan, demikian pula pembinaan dan pengembangan personalia, kepala sekolah perlu mendayagunakan staf.
3) Kesiswaan
Semua kegiatan di sekolah pada akhirnya ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan dirinya. Upaya itu akan optimal jika siswa itu sendiri secara aktif berupaya mengembangkan diri, sesuai dengan program-program yang dilakukan sekolah. Oleh karena itu peran kepala sekolah sangat penting untuk menciptakan kondisi agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal. Misalnya, penerimaan siswa baru, pembinaan siswa, dan pemantapan program kesiswaan.
4) Keuangan

Segala kegiatan yang dilakukan di sekolah perlu dana. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan di sekolah dalam segala aktivitasnya perlu sarana dan prasarana untuk proses pengajaran, layanan, supervisi, penggajian, dan kesejahteraan guru, dan staf lainnya kesemuanya itu memerlukan dana ( Cambell, dalam Maisyaroh, 2003)
5) Sarana dan prasarana
Para pakar pendidikan sering kali menegaskan bahwa guru merupakan sumber daya manusia yang menentukan keberhasilan program pendidikan. Namun tidak berarti bahwa keberadaan unsur-unsur lain tidak begitu penting. Tujuan manajemen sarana dan prasarana di sekolah yaitu: (1) untuk mengupayakan pengadaan melalui sistim perencanaan agar sesuai dengan kebutuhan sekolah,
(2) mengupayakan pemakaian secara tepat dan efisien,
(3) mengupayakan pemeliharaan sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai.
6) Hubungan sekolah dengan masyarakat

Sekolah adalah bagian dari sistem sosial yang berperang dalam rangka mencetak kader bangsa yang diharapkan dapat meneruskan cita-cita pembangunan nasional. Dengan dasar itu maka hubungan sekolah dengan masyarakat harus dijalin dengan baik, karena mempunyai tujuan seperti yang dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1995:334), tujuan pokok pengembangan hubungan efektif dengan masyarakat setempat adalah untuk memungkinkan orang tua dan warga wilayah berpartisipasi aktif dan penuh arti di dalam kegiatan. Pendekatan yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah dalam menjalin hubungan dengan masyarakat adalah persuasif. Atas dasar itu maka beberapa teknik yang dapat digunakan antara lain: (1) pertemuan dari hati kehati, kunjungan rumah, (2) laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tua, (3) pertemuan kelompok, (4) tatap muka, (5) tukar menukar pengalaman, (6) diskusi bersama ( Husain, MS 2005).

Mintzberg (dalam Marzuzak, 2008) membagi tiga kemampuan kepala sekolah sebagai manajer di sekolahnya, yaitu: (1) impersonal, kepala sekolah sebagai figur, pemimpin, dan juru runding, (2) informational, kepala sekolah menjalankan fungsi sebagai pemantau, penyebar dan perantara, (3) desisional, kepala sekolah menjalankan fungsi sebagai wiraswastawan, pengalokasi sumber-sumber dan negosiator

You Might Also Like

0 Komentar Tog Bhe Maseh: