Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi

10:37 AM URAY ISKANDAR 0 Comments


Sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha dan siswa serta fasilitas sarana dan prasarana pendidikan memerlukan adanya organisasi yang baik agar dapat berjalan dengan lancar sesuai tujuan yang diinginkan. Semua komponen yang ada di sekolah merupakan bagian yang integral, artinya dalam kegiatannya mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan fungsi masing-masing, tetapi secara keseluruhan pekerjaan mereka diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi sekolah.
Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar ( Depdiknas Dirjen PMPTK, 2008 :21). Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. 
Guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Tugas utama itu akan efektif apabila guru memiliki  derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan  atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu. Lebih jauh Wens Tanlain dalam Syaiful Sagala (2009:13) menyebutkan ada beberapa poin yang menjadi tanggung jawab seorang guru, antara lain: mematuhi norma dan nilai kemanusiaan, menerima tugas mendidik bukan sebagai beban, tetapi dengan gembira dan sepenuh hati, menyadari benar akan apa yang dikerjakan dan akibat dari setiap perbuatannya itu, belajar dan mengajar memberikan penghargaan kepada orang lain termasuk kepada anak didik, bersikap arif bijaksana dan cermat serta hati-hati dan sebagai orang beragama melakukan kesemua yang tersebut di atas berdasarkan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Peran guru yang ditampilkan demikian, akan membentuk karakteristik anak didik atau lulusan yang beriman, berakhlak mulia, cakap, mandiri, berguna bagi agama, nusa dan bangsa terutama untuk kehidupannya yang akan datang. Bila kita amati di lapangan, bahwa guru sudah menunjukkan kinerja maksimal di dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Akan tetapi barangkali masih ada sebagian guru yang belum menunjukkan kinerja baik, tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja guru secara makro. Berkaitan dengan jabatan dan profesi tadi, fenomena sekarang terlihat di beberapa sekolah bahwa masih terdapat guru yang memiliki keahlian yang ditunjukkan dengan sertifikasi atau ijazah dan akta yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Demikian juga untuk pembuatan rencana pembelajaran, mereka kurang maksimal. Hal ini sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan pada umumnya.
Guru sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin pendidikan dan sangat menentukan dalam proses pembelajaran di kelas. Peran kepemimpinan tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran dan tugasnya. Hal ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan bagi mutu pembelajaran/pendidikan yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan setelah menyelesaikan sekolah. Kinerja guru pada dasarnya merupakan  kinerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan di sekolah.
         Rendahnya tingkat kelulusan sekolah tersebut, sehingga mendapat bantuan dari pemerintah untuk peningkatan mutu. Padahal kepala sekolah sudah berusaha memberikan berbagai macam strategi yang tepat untuk mendayagunakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau koperatif, memberi kesempatan untuk meningkatkan profesi dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Ketidakdisplinan kepala sekolah yang terlihat dari kurangnya frekwensi kehadiran di sekolah, mencerminkan rendahnya komitmen kepala sekolah yang dapat mengakibatkan tidak adanya keteladanan dalam diri kepala sekolah di mata bawahannya. Padahal kita ketahui bahwa sebagai pimpinan yang bermutu faktor keteladanan menjadi amat penting karena nilai-nilai dasar yang dianut pemimpin dalam hal ini kepala sekolah tercermin dalam perilakunya. Keteladanan pemimpin juga akan dapat mempengaruhi, membimbing, membina, mengarahkan dan menyosialisasikan serta menanamkan nilai-nilai, aturan serta pola kerja dan pola pikir yang baru.
Guru yang memiliki komitmen yang rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada murid, demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang sangat sedikit. Sebaliknya seseorang guru yang memiliki komitmen yang tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya dalam bekerja. Demikian pula waktu yang disediakan untuk peningkatan mutu pendidikan sangat banyak. Sedangkan tingkat abstraksi yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, mengklarifikasi masalah-masalah pembelajaran, dan menentukan alternatif pemecahannya
Kinerja guru saat ini ditengarai masih rendah, jika indikator yang dipakai untuk mengukurnya adalah prestasi belajar siswa dalam ranah kognitif. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional. Sebagai salah satu anggota organisasi sekolah, tenaga guru menduduki peran yang amat penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran dalam mempersiapkan peserta didik untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan.
Menurut Stephen Stolp, dalam E. Kosasih ( 2010:23) mengemukakan bahwa budaya organisasi di sekolah berkorelasi dengan pengembangan motivasi prestasi belajar siswa serta kepuasan kerja dan produktivitas kerja. Budaya sekolah memberi gambaran bagaimana seluruh warga sekolah bergaul, bertindak dan menyelesaikan masalah dalam segala urusan di lingkungan sekolahnya. Kebiasaan mengembangkan diri terutama bagaimana setiap anggota kelompok di sekolah berusaha memperbaiki diri dan meningkatkan mutu pekerjaannya, merupakan kultur yang hidup  sebagai suatu tradisi yang tidak lagi dianggap sebagai suatu beban kerja ( Dadang Suhardan, 2010 : 121 )
Menurut Komang Ardana ( 2008: 169 ) suatu budaya organisasi yang kuat dan telah beakar akan dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi anggota organisasi dalam hal pemahaman yang jelas dan lugas tentang suatu persoalan diselesaikan. Budaya memiliki pengaruh berarti pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi.
Budaya adalah sumber keunggulan kompetitif utama berkelanjutan yang kemungkinan timbul sebagai pemersatu dalam organisasi sistem, struktur dan karir. Budaya sebagai semua temu hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan, kebendaan dan kebudayaan jasmaniah dalam upaya menguasai alam sekitarnya. Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan  dalam  arti  luas,  di  dalamnya  meliputi  ideologi,  kebatinan,  kesenian  serta  segala  pengetahuan  dan teknologi.
Menurut Edgar Schein dalam Hikmat ( 2009:204) budaya organisasi mencakup observer behavior, groups norms, espoused values, formal philosophy, rules of the game, climate, embedded skills, habits of thinking, shared meaning of the group, methaphors or symbols. Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan serta manajemen di sekolah perlu memberikan perhatian khusus pada pengelolaan faktor budaya organisasi di sekolah yang dipimpinnya, terutama budaya belajar siswa dari tergantung pada guru, berubah menjadi pembelajar yang mandiri, penuh inisiatif, kreatif dan interaktif.

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

Kepemimpian dan Motivasi Kerja Kepala Sekolah

10:28 AM URAY ISKANDAR 0 Comments


Guru dalam proses pembelajaran memiliki peran penting terutama dalam membantu peserta didik untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan rasa ingin tahu, mendorong kemandirian dan ketepatan logika intelektual, serta menciptakan kondisi-kondisi untuk sukses dalam belajar.
Prajudi Atmosudirdjo (1982:60) dalam Martinis Yamin& Maisah (2010:26) menyebutkan bahwa guru memiliki peran yag sangat besar dalam pendidikan, di pundaknya dibebani suatu tanggung jawab atas mutu pendidikan. Maka dari itu guru harus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan kompetensi dan kinerjanya.
 Tugas utama guru adalah membimbing, membantu, mengarahkan peserta didik kedewasaaannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Martinis Yamin&Maisah, 2010:87, bahwa kinerja guru menyangkut seluruh aktivitas yang ditunjukkan oleh tenaga pengajar dalam tanggungjawabnya sebagai seorang yang mengemban suatu amanat dan tanggung jawab untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, dan memandu peserta didik dalam rangka menggiring perkembangan peserta didik kearah kedewasaan mental-spiritual maupun fisik-bilogis.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menegaskan bahwa pendidik (guru) harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini. Arahan normatif tersebut yang menyatakan bahwa guru sebagai agen pembelajaran menunjukkan pada harapan, bahwa guru merupakan pihak pertama yang paling bertanggung jawab dalam pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.dan juga harus menguasai kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial
            Kompetensi pedagogik, merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik meliputi pemahaman wawasan guru akan ladasan dan filsafat pendidikan, pemahaman potensi dan keberagaman peserta didik. Kompetensi kepribadian, guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Kompetensi profesional, tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.  Kompetensi sosial,  kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul  secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar..
            Guru yang bermutu niscaya mampu melaksanakan pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang efektif dan efisien. Mereka diyakini mampu memotivasi siswa untuk mengoptimalkan potensinya dalam kerangka pencapaian standar pendidikan yang ditetapkan. Kemampuan mengajar guru yang sesuai dengan tuntutan standar tugas yang diemban memberikan efek positif bagi hasil yang ingin dicapai seperti perubahan hasil akademik siswa, sikap siswa, keterampilan siswa, dan perubahan pola kerja guru yang semakin meningkat.
SMP Negeri di kecamatan Teluk Keramat mempunyai peranan yang sangat besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan pelayanan yang baik kepada siswa. Sebelum memberikan pelayanan kepada siswa maka Guru yang terlibat dalam proses belajar mengajar juga harus diperhatikan kinerjanya
Untuk mewujudkan tujuan di atas diperlukan seorang pemimpin/ kepala  sekolah yang mampu memanage sekolah dengan baik dan memiliki motivasi kerja yang tingggi, serta mampu menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif dapat mendukung kinerja guru yang berakhir pada peningkatan prestasi siswa.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang sangat berpengaruh dan menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memilikikomitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan tugasnya. Kepemimpinankepala sekolah yang baik harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja gurumelalui program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuanserta keterampilan-keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan
Hal ini disebabkan karena pemimpin adalah orang yang berada di barisan paling depan yang diharapkan para pengikut untuk mengarahkan mereka, sehingga tidaklah mengherankan apabila pemimpin yang efektif atau “pemimpin yang baik” pada umumnya sangat pandai untuk memotivasi diri sendiri (self motivated) dan memotivasi para pengikutnya.
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga pendidik dalam melakukan tugasnya. Memberikan motivasi terhadap guru dapat terdiri atas pemberian penghargaan yang dapat menumbuhkan inisiatif, kemampuan-kemampuan kreatif, dan semangat berkompetisi yang sehat. Penghargaan ini sangat penting untuk meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik, dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif.
Motivasi pada dasarnya merupakan kondisi mental yang mendorong pemimpin melakukan suatu tindakan atau aktivitas dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian pemenuhan keinginan, kebutuhan, memberi kepuasan, ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Stanley Vance, dalam Sudarman Danim (2010:117), mengatakan bahwa pada hakikatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan pemimpin yang berada dan bekerja di kondisi tertentu untuk melaksakan tindakan-tindakan yang menguntungkan dilihat prespektif pribadi dan terutama organisasi. Selanjutnya Robert Dubin dalam Sudarman Danim (2010:117), mengartikan motivasi sebagai kekuatan kompleks yang membuat pemimpin berkeinginan memulai dan menjaga kerja dalam organisasi.
Dengan motivasi kerja yang merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang, besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang diberikan.
Dalam hal ini motivasi mengacu pada faktor-faktor yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku yang melibatkan dorongan perbuatan tersebut terhadap tujuan tertentu. Abraham Maslow (Stephen P. Robbin, 1996) menghipotesiskan adanya lima jenjang kebutuhan dalam diri semua manusia, yaitu dimulai dari kebutuhan psikologis, keamanan, social, penghargaan, dan yang paling tinggi, aktualisasi diri.
Demikian keterkaitan kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja, merupakan faktor yang saling mempengaruhi terhadap kinerja guru. Demikian halnya dengan kinerja Guru ditentukan oleh tingkat sejauh mana kepemimpinan dan motivasi kerja,. berdasar alasan tersebut peneliti akan meneliti sejauh mana variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap kinerja Guru SMP Negeri  di Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas.
Kelangsungan hidup dan keberhasilan sekolah pada masa kini tergantung pada kemampuan pemimpinnya dalam mengantisipasi perubahan eksternal. Dalam hal ini, sekolah harus memilki kepala sekolah yang efektif dalam menjalankan kepemimpinannya. Tantangan bagi kepala sekolah adalah bagaimana menjadi pendorong atau pelopor perubahan sekolah yang dipimpinnya.
Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah,yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien.
Davi F Salisbury (1996:149) dalam Suryadi (2009:70) menjelaskan “without quality leadership and skillful management, even the ideas are never implemented. Witouth good management and on going support for their leaders, those lower in the organization become disillusioned in time, case to continue the change effort”. Upaya perbaikan mutu dalam suatu organisasi sangat ditentukan oleh mutu kepemimpinan dan manajemen yang efektif. Dukungan dari bawah hanya akan muncul secara berkelanjutan ketika pimpinannya benar-benar bermutu atau unggul.

0 Komentar Tog Bhe Maseh:

Supervisi dan Motivasi Kepala Sekolah

10:24 AM URAY ISKANDAR 0 Comments


Menciptakan produktivitas sekolah yang tinggi, diperlukan kinerja tenaga pendidik yang berkualitas dan memadai. Kinerja tenaga pendidik perlu dilakukan karena untuk memenuhi tuntutan dan perubahan-perubahan di lingkungan pendidikan serta untuk pembinaan dan pengembangan guru dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan dalam dunia pendidikan, dan hanya dengan pengukuran kinerja seseorang dapat diketahui bahwa telah bekerja dengan baik atau tidak.
            Asep Jihat (2008:53) mengatakan bahwa dalam melaksanakan tugas profesionalnya, seorang guru tidak terlepaskan dari kegiatan penilaian. Kedudukan penilaian sangat penting bagi penunaian tugas keberhasilan melaksanakan pembelajaran.   Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui apakah program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan tersebut telah dikuasai oleh pesertanya atau belum.          Selanjutnya Komariah dan Triatna (2005:30), menyatakan bahwa kinerja personal sekolah terkait dengan produktivitas sekolah, yang merupakan tujuan akhir dari administrasi atau penyelenggaraan pendidikan. Jika produktivitas sekolah diukur dari prestasi belajar siswa, maka hal tersebut sangat tergantung  pada prosesnya, yaitu kinerja mengajar gurunya.
Lebih lanjut Mahmudi dalam Martinis Yamin dan Maisah (2010:110), menegaskan:”Penilaian kinerja menjadi sarana pembelajaran bagi semua pegawai organisasi untuk: (1) merefleksi terhadap kinerja masa lalu; (2) mengevaluasi kinerja saat ini; dan (3) mengidentifikasi solusi terhadap permasalahan kinerja saat ini dan membuat keputusan-keputusan untuk perbaikan kinerja yang akan datang.
Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, Pasal 3) dikemukakan sebagai berikut:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan     membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka  mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi   peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertatakwa kepada   Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,   mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung   jawab”.

            Untuk  mewujudkan tujuan nasional tersebut, dalam tatanan mikro pendidikan harus mampu menghasilkan SDM berkualitas dan professional sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Sisdiknas Pasal 3 di atas. Dalam hal ini guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama. Dengan kata lain, perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru pula.
Berdasarkan data yang dipaparkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas bahwa peserta Ujian Nasional Kabupaten Sambas tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 6.568 siswa, yang tidak lulus 1.093 siswa (17,11%) dan menempati urutan ke 13 dari 14 kabupaten yang ada di Kalimantan Barat. Sementara SMP di Kecamatan Galing yang dijadikan sebagai obyek penelitian memiliki gambaran yang tidak jauh berbeda dengan kecamatan lain di Kabupaten Sambas. Dari data yang didapat, hasil Ujian Nasional tahun 2010, siswa yang ikut ujian berjumlah 195 siswa, hanya meluluskan 45.93% siswa. Sedangkan dari 67 orang guru yang tersebar di 5 (lima) SMP Kecamatan Galing, yang berpendidikan S-1 ada 42 orang guru (63%), dan 6 orang guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik. Dengan demikian, ada 37% guru SMP di Kecamatan Galing belum memiliki kualifikasi S-1 dan 92% guru belum memiliki sertifikat pendidik. Dari data tersebut secara formal untuk menjadi guru profesional  yang di isyaratkan dalam Peraturan Pemerintah No. 74 tentang guru belum terpenuhi.
Samiun (1995:5) dalam Abdul Hadis dan Nurhayati.B (2010:61-62), menyatakan:  dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru di sekolah, banyak faktor yang harus diperhatikan oleh kepala sekolah, selain faktor yang bersifat internal yang bersumber pada guru itu sendiri, juga faktor eksternal yang bersumber dari luar diri guru. Faktor internal seperti faktor potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik guru. Faktor ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru di sekolah. Faktor eksternal yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap profesionalisme dan kepuasan kerja guru adalah faktor layanan supervisi kepala sekolah. Signifikansi kontribusi layanan supervisi kepala sekolah, khususnya dalam mendukung kegiatan profesional guru dan profesionalisme guru, secara teoritik dikemukakan oleh Marks (1991) yang menyatakan bahwa nilai dari suatu layanan supervisi kepala sekolah terletak kepada perbaikan prosedur profesionalisme guru yang tercermin dalam prestasi siswa atau perkembangan belajar siswa.
Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan profesionalisme guru, Djabar (1992) mengemukakan lima pola pendekatan, yaitu: (1) peningkatan disiplin kerja; (2) peningkatan kualitas kerja; (3) peningkatan disiplin belajar mengajar; (4) peningkatan mutu proses belajar mengajar; dan (5) peningkatan supervisi.
Sementara itu, kecenderungan melemahnya produktivitas guru berdasarkan pengamatan penulis dilapangan, terjadinya guru yang membolos mengajar, guru yang masuk ke kelas tidak tepat waktu, tidak mempunyai persiapan mengajar (Satuan Pelajaran), dan tidak punya absensi siswa. Dan pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah belum dilaksanakan dengan sebaik-baiknya kepada guru. Beberapa rekan penulis yang sama-sama menjabat kepala SMP mengaku kurang serius dalam melaksanakan fungsinya sebagai supervisor.
Efek dari hal tersebut berakibat adanya menurunnya Nilai Ujian SMP di Kecamatan Galing dan merupakan salah satu penyebabnya adalah tidak adanya ke puasan guru terhadap supervisi kepala sekolah, dan motivasi kepala sekolah. Oleh karena itu supervisi kepala sekolah berkontribusi signifikan terhadap profesionalisme dan kinerja guru, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, layanan supervisi kepala sekolah juga berpengaruh dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar mengajar di kelas.
Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa supervisi pengajaran yang diberikan oleh kepala sekolah sebagai manajer organisasi sekolah dan sebagai supervisor kepada guru dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerja di sekolah (Wahjosumidjo,1994:12).
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, kepala sekolah harus memerankan diri dalam tatanan perilaku yang disingkat EMASLIME, sebagai singkatan dari educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator, dan entrepreneur. Dan dua diantara EMASLIME tersebut, yaitu: supervisor (supervisi) dan motivator (motivasi) yang diperankan kepala sekolah merupakan variabel yang dipilih dalam penelitian ini karena merupakan langkah strategis yang diduga dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.
Peningkatan profesionalisme guru dalam mengajar adalah melalui supervisi akademik. Supervisi akademik yang juga disebut sebagai supervisi pengajaran “menjunjung tinggi perbaikan mutu secara berkesinambungan (continuous quality improvement)” sebagai salah satu prinsip dasar dari manajemen mutu terpadu (Satori, 2006:6).
Lebih lanjut, Glickman (1981) mendefinisikan supervisi akademik adalah: serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Sedangkan, Daresh (1989), menjelaskan: supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Ditegaskan lagi oleh Dadang Suhardan (2010:13), bahwa masalah mutu pembelajaran, menyangkut masalah yang sangat esensial yaitu masalah kualitas mengajar yang dilakukan guru harus mendapat pengawasan profesional dan pembinaan terus menerus dan berkelanjutan dari supervisor untuk memperbaiki pembelajaran. Dapat dikatakan  bahwa supervisi akademik bukan untuk menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, tetapi melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga pendidik dalam melakukan tugasnya. Memberikan motivasi terhadap guru dapat terdiri atas pemberian penghargaan yang dapat menumbuhkan inisiatif, kemampuan-kemampuan kreatif, dan semangat berkompetisi yang sehat. Penghargaan ini sangat penting untuk meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik, dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif.
Motivasi pada dasarnya merupakan kondisi mental yang mendorong pemimpin melakukan suatu tindakan atau aktivitas dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian pemenuhan keinginan, kebutuhan, memberi kepuasan, ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Stanley Vance, dalam Sudarman Danim (2010:117), mengatakan bahwa pada hakikatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan pemimpin yang berada dan bekerja di kondisi tertentu untuk melaksakan tindakan-tindakan yang menguntungkan dilihat prespektif pribadi dan terutama organisasi. Selanjutnya Robert Dubin dalam Sudarman Danim (2010:117), mengartikan motivasi sebagai kekuatan kompleks yang membuat pemimpin berkeinginan memulai dan menjaga kerja dalam organisasi.
Mengingat bahwa setiap individu berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, maka sangat penting bagi kepala sekolah untuk melihat kebutuhan dan harapan gurunya, bakat dan ketrampilan yang dimiliki serta bagaimana rencana para guru pada masa mendatang. Jika hal tersebut sudah diketahui, maka lebih mudah untuk mengembangkan profesionalitas guru sehingga lebih termotivasi, karena  motivasi dapat memacu guru untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini meningkatkan produktivitas kerja guru sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan.
Kegiatan Supervisi Kepala Sekolah dan motivasi kerja berpengaruh secara psikologis terhadap kepuasan kerja guru, guru yang merasa puas dengan pemberian supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja maka guru akan bekerja dengan sukarela yang akhirnya dapat membuat produktivitas kerja mereka menjadi meningkat. Tetapi jika guru kurang puas terhadap pelaksanaan supervisi dan motivasi kepala sekolah maka guru bekerja karena terpaksa dan menunjukkan sikap-sikap yang negatif karena merasa tidak puas, hal ini mengakibatkan produktivitas kerja guru menjadi turun.
            Winardi (2001:207), mengatakan bahwa: bekerja tanpa motivasi akan cepat bosan, karena tidak adanya unsur pendorong. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya gairah kerja guru, agar guru mau bekerja keras dengan menyumbangkan segenap kemampuan, pikiran, keterampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Guru menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi untuk mendidik. Bila tidak punya motivasi maka tidak berhasil untuk mendidik atau jika dia mengajar karena terpaksa sebab tidak ada kemauan yang berasal dari dalam diri guru. Motivasi merupakan suatu kekuatan potensial yang ada pada diri seseorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya sekitar imbalan moneter, dan imbalan non moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan.
            Ditegaskan lagi oleh Hasibuan (2000:163), bahwa: Para guru mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi tersebut dilepaskan atau digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Menurut McClelland energi yang dilepaskan karena didorong oleh: 1) kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, 2) harapan keberhasilannya, dan 3) nilai insentif yang terlekat pada tujuan.
Dengan demikian bagi kepala sekolah dalam memotivasi guru hendaknya menyediakan peralatan, membuat suasana kerja yang menyenangkan, dan memberikan kesempatan promosi/kenaikan pangkat, memberi imbalan yang layak baik dari segi moneter maupun non moneter. Disamping guru sendiri harus mempunyai daya dorong yang berasal dari dalam dirinya untuk berprestasi dalam karirnya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih agar tujuan sekolah (tujuan pendidikan) dapat tercapai.

0 Komentar Tog Bhe Maseh: