KONSEP SUPERVISI
Pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai
sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya, maupun isi yang
terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara etimologis,
supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh
Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan inggris “Supervision”
artinya pengawasan. Supervisi dapat dipahami sebagai “usaha mestimuli,
mengkoordinasi dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah,
baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih
efektif dalam mewujudkan seluruh fungssi pengajaran”.
Supervisi akademik identik dengan supervisi
pembelajaran bertujuan untuk perbaikan dan perkembangan proses belajar-mengajar
secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki
mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti
luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses
belajar-mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru,
pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan
dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik
evaluasi pengajaran, dan sebagainya”. Dengan demikian jelas bahwa tujuan
supervisi akademik adalah untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas
dan pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.
Supervisi pembelajaran merupakan salah satu tugas
kepala sekolah dan pengawas sekolah, karena guru membutuhkan bantuan secara
langsung dan juga umpan balik untuk peningkatan proses belajar-mengajar di
kelas. Dengan demikian diharapkan bahwa seorang kepala sekolah maupun pengawas
mampu memberikan umpan balik yang tepat setelah menganalisis kegiatan
belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru, dan juga menganalisis interaksi
kemanusiaan yang terjadi di dalam kelas.
Kunci utama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
berbasis kompetensi adalah pengetahuan Guru sebagai orang yang membelajarkan
dalam menggunakan metode yang paling tepat untuk meraih tujuan yang telah
ditetapkan dengan mempertimbangkan karakteristik pebelajar. Oleh karena itu ada
6 (enam) faktor yang harus dipertimbangkan dalam menen-tukan metode
pembelajaran, yaitu: pebelajar (siapa pebelajarnya?) isi (apa isi
yang diajarkan: fakta, konsep, prinsip, dsb?) tujuan (pengetahuan,
sikap, perilaku?) lingkungan belajar (di kelas, laboratorium,
perpustakaan, lapangan?) Guru (siapa Gurunya?) sumber belajar
(buku, video, komputer, teman sebaya?). Untuk mencapai kualitas pembelajaran
tersebut dibutuhkan bantuan supervisor yang mengetahui persis tentang
kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran yaitu melalui
supervisi klinis.
Dengan demikian, supervisi pembelajaran adalah proses
bantuan untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan
proses belajar-mengajar agar lebih baik. Menurut Waller supervisi klinis adalah
supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran dengan menjalankan siklus
yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis intelektual
yang intensif terhadap proses pembelajaran yang sebenarnya dengan tujuan
modifikasi yang rasional. Sedangkan menurut Keith Acheson dan Meredith D’ Gall
mendefinisikan bahwa “Supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil
jurang antara tingkah laku mengajar nyata dengan tingkah laku mengajar yang
ideal”.
Prosedur pelaksanaan supervisi pembelajaran lebih
ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam
proses belajar-mengajar, dan kemudian secara langsung diusahakan bagaimana cara
memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut (Purwanto, 1987: 90). Mengutip
kesimpulan John J. Bolla, ia menegaskan bahwa “supervisi klinis adalah suatu
proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional
guru/calon guru, khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan
analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan
tingkah laku mengajar tersebut” (Purwanto,1987: 91). Dengan demikian,
supervisi pembelajaran adalah proses bantuan untuk mengatasi masalah-masalah
yang berkaitan dengan peningkatan proses belajar-mengajar agar lebih baik.
Menurut Waller supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan
pembelajaran dengan menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan,
pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap proses pembelajaran
yang sebenarnya dengan tujuan modifikasi yang rasional. Berkaitan dengan
supervisi pembelajaran, perlu diperhatikan prinsip-prinsip dalam
menjalankan supervisi, yaitu:
- Bimbingan
kepada guru dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran bersifat
bantuan, bukan perintah atau instruksi.
- Hubungan
supervisor dengan pelaksana program pembelajaran (guru) bersifat kolegial
dan interaktif.
- Supervisi
bersifat demokratik; kedua belah mengemukan pendapat secara bebas, tetapi
keduanya berkewajiban mengkaji pendapat pihak lain untuk mencapai
kesepakatan.
- Supervisi
berlangsung dalam suasana intim dan terbuka.
- Dalam
pelaksaan supervisi, masing-masing pihak harus mengutamakan tugas dan
tanggung jawabnya.
- Balikan
diberikan dengan segera dan objektif dan balikan tersebut harus bermanfaat
untuk peningkatan pelaksanaan program pembelajaran pada setiap mata
pelajaran.
Pada prinsipnya supervisi pembelajaran di berbagai
jenjang dan jenis satuan pendidikan tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya
terletak pada materi kurikulum, sedangkan prosedur, teknik, dan instrumennya
bisa menggunakan format yang sama. Perbedaan materi kurikulum, yaitu pada aspek
disiplin dan kompetensi mengharuskan pelaksanaan supervisi memperhatikan
kewenangan akademis setiap supervisornya. Apalagi terkait dengan perkembangan
model kurikulum yang setiap kali berubah dan saat ini mengacu pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan model KTSP tersebut menuntut
seorang supervisor memahaminya dengan baik sebelum melakukan supervisi
pembelajaran di kelas.
Berbagai hal yang perlu dipahami dengan baik oleh
supervisor bidang studi /rumpun mata pelajaran di setiap jenjang dan jenis
satuan pendidikan (misalnya: SD, SMP, SMA, SMK), yaitu: (1) konsep dasar,
tujuan, dan karakteristik KTSP; (2) format dan kompetensi dalam KTSP; (3)
pengembangan silabus dalam KTSP; (4) penyusunan RPP dalam KTSP; dan (5)
pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi dalam KTSP.
0 Komentar Tog Bhe Maseh: