MBS DALAM MENENTUKAN PENGAJARAN DI SEKOLAH
Pendahuluan
MBS memberikan otonomi
yang lebih besar kepada sekolah. Dimana sekolah memiliki kewenangan dan
tanggung jawab yang lebih besar dalam mengelola sekolah sehingga mandiri. Tidak
telepas dari adanya keterlibatan atau adanya partisipasi warga sekolah dan
masyarakat secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
MBS dipandang sebagai
alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan
wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan
pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari
pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya
merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan
penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan
kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang
tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Menurut:
50) dengan MBS, sekolah dapat meningkatkan kemampuannya dalam merencanakan,
mengelola, membiayai dan menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Dengan MBS,
sekolah juga dapat memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia dan
dapat meningkatkan kepedulian warga sekolah dan warga masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Dalam pendekatan ini,
tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian,
dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah,
apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat
lainnya dalam keputusan-keputusan penting. MBS dipandang dapat menciptakan
lingkungan belajar yang efektif bagi para peserta didik. Dengan demikian, pada
dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
Para pendukung MBS
berpendapat bahwa prestasi belajar peserta didik lebih mungkin meningkat jika
manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para
kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan peserta
didik dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak
akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperan serta
merencanakannya.
Dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan tersebut merupakan sarana
perubahan bagi peserta didik. Dengan demikian dapat dikatakan yang menjadi
objek pendidikan adalah perubahan pada diri peserta didik. Sebagai usaha sadar
maka hal tersebut ditempuh melalui kegiatan yang melibatkan berbagai pihak.
Pihak yang terlibat dihadapkan kepada tugas yang ada kalanya menuntut
berubah-ubah, sebagai akibat dihadapkannya pada arah masa yang akan datang.
Karena itu perubahan adalah esensi dalam pendidikan.
Perubahan
secara umum mengandung arti adanya perbedaan keadaan sesuatu daripada waktu
sebelumnya. Perbedaan tersebut bisa positif dan bisa pula negatif. Hal yang
positif lebih mengarah kepada kemajuan dan yang negatif mengarah kepada kemunduran.
Kita bisa
mengambil posisi secara tepat dalam menyikapi perubahan tersebut. Baik untuk
menjadi pelopor perubahan, pengikut perubahan atau juga tidak bersikap apa-apa
atas perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, suatu perubahan dapat terjadi
menuju arah yang diinginkan maka perlu adanya pengelolaan dalam arti adanya
kesadaran untuk menyiapkan, menjalankan dan menilai perubahan yang dituju. Tentunya yang melakukan perubahan adalah agen perubahan.
Agen perubahan adalah orang yang bertindak sebagai
katalis dan memikul tanggung jawab mengelola kegiatan perubahan yang dapat
berupa : Manajer, Karyawan atau konsultan luar.
Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
Otonomi sekolah diartikan sebagai kewenangan atau
kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri dan tidak terlalu
bergantung kepada pihak lain. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif
adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengambil keputusan melalui penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratis, di mana warga sekolah didorong untuk
terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan sekolah.
Penerapan MBS (Depdiknas.
2000:32) yang efektif mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik sebagai
berikut :
a.
Memungkinkan
orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan
meningkatkan pembelajaran.
b.
Memberi
peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
penting.
c.
Mendorong
munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
d.
Mengarahkan
kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di
setiap sekolah.
e.
Menghasilkan
rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari
keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program
sekolah.
f.
Meningkatkan
motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
Manajemen berbasis
sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh setiap sekolah yang
akan menerapkannya. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman bagi dirinya sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan sekolahnya. Menurut Rohiat (2008: 69) proses menuju
MBS memerlukan perubahan pada empat hal pokok :
1. Perlu perubahan
peraturan perundang-undangan/ ketentuan-ketentuan bidang pendidikan yang ada.
2. Kebiasaan berperilaku
unsur-unsur sekolah perlu disesuaikan karena MBS menuntut kebiasaan berperilaku
yang mandiri, kreatif, proaktif, sinergis, koordinatif, integratif,
sinkronistis, kooperatif, luwes dan profesional.
3. Peran sekolah yang
selama ini biasa diatur perlu disesuaikan menjadi sekolah yang bermotivasi diri
tinggi.
4. Hubungan antar
unsur-unsur dalam sekolah, antara sekolah sekolah dengan Dinas Pendidikan perlu
disesuaikan
Sudah sewajarnya kita harus
mempercayai kepala sekolah dan komite sekolah untuk menentukan cara mencapai
sasaran pendidikan pada sekolahnya masing-masing. Setiap sekolah perlu menyusun
laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam
upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber
dayanya, dan apa rencana selanjutnya.” (Depdiknas. 2000: 52).
Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah adalah upaya pelaksanaan program yang telah di
tetapkan secara konseptual dalam meningkatkan mutu pendidikan dan tetap mangacu pada tujuan
pendidikan nasional. Upaya pelaksanaan
program MBS secara efektif dan efisien, selain mamahami konsep implementasi
dengan baik, harus juga di dukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan
profesional. Dana yang tersedia juga cukup memadai untuk manggaji staf sesuai
dengan tugas dan fungsinya masing-masing, serta sarana dan prasarna yang di
dukung oleh masyarakat.
Tujuan utama implementasi manajemen berbasis
sekolah adalah meningkatkan efesiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.
Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang
ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu
diperoleh melalui partisipasi orang tua, keluwesan pengelolaan sekolah,
peningkatan profesionalisme pendidik, adanya penghargaan dan hukuman sebagai kontrol.
Menurut A. Ghani (2014:
13) diperlukan beberapa faktor pendukung untuk keberhasilan pelaksanaan MBS,
antara lain :
1. Kepemimpinan,
faktor kemampuan profesional kepala sekolah dalam memimpin dan mengelola
sekolah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi di
sekolah yang kondusif untuk proses pembelajaran.
2. Kondisi sosial, ekonomi dan apresiasi
masyarakat terhadap pendidikan.
3. Faktor
eksternal yang turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat
pendidikan orang tua peserta didik dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai
pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
4. Dukungan pemerintah, sangat menentukan
efektivitas implementasi MBS.
5. Profesionalisme, upaya menentukan mutu dan
kinerja sekolah.
Kepala sekolah merupakan pusat penggerak
organisasi, yang dituntut mampu menggerakkan seluruh sumber daya yang tersedia
agar dapat mewujudkan tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Kepala sekolah
bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi
sekolah, pembinaan tenaga kependidikan, tenaga pendidika, dan pendayagunaan
sarana dan prasarana. Untuk dapat menjalankan fungsinya secara maksimal maka
kepala sekolah harus memiliki keterampilan manajerial.
Keberhasilan implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah juga ditunjang oleh komite sekolah yang merupakan komponen paket
pelaksanaan MBS. Dengan
demikian komite sekolah adalah wakil dari seluruh unsur tersebut diatas.
Seperti yang telah dikemukan bahwa keberhasilan MBS tidak saja ditentukan oleh kepala sekolah, tetapi juga komite sekolah. Dalam memimpin, bahwa seorang kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dengan memperhatikan aspirasi pemangku kepentingan disatuan pendidikan yang bersangkutan. Konsumen yang harus dilayani dan sangat berkepentingan adalah siswa dan orang tuanya.
Seperti yang telah dikemukan bahwa keberhasilan MBS tidak saja ditentukan oleh kepala sekolah, tetapi juga komite sekolah. Dalam memimpin, bahwa seorang kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dengan memperhatikan aspirasi pemangku kepentingan disatuan pendidikan yang bersangkutan. Konsumen yang harus dilayani dan sangat berkepentingan adalah siswa dan orang tuanya.
Apabila komite sekolah berperan aktif dalam
menyalurkan aspirasi siswa, orang tua dan masyarakat maka hasilnya akan sangat
berkualitas. Tetapi kenyataannya masih ada kepala sekolah tidak melibatkan
unsur-unsur yang ada, termasuk komite sekolah dalam
mengambil keputusan. Kepemimpinan masih terpusat ditangan kepala sekolah,
sehingga aspirasi stakeholder masih terabaikan. Hal ini akan berdampak pada sulitnya mendapat dukungan
dari masyarakat, sebab jika masyarakat tidak dilibatkan dalam menentukan arah
kebijakan sekolah, maka akan tidak ada rasa memiliki dari masyarakat yang pada
gilirannya masyarakat tidak punya rasa tanggungjawab pada jalannya pendidikan.
Penerapan MBS mengubah
peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang
mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga
mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan. Setiap
penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan
adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam
akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama
sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Menurut Mulyasa (2002:34)
mengemukakan konsep pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah diantaranya adalah
pengelompokan sekolah yang didasarkan pada kemampuan manajemen dengan
mempertimbangkan kondisi lokasi dan kualitas sekolah. Implementasi merupakan pelaksaanaan
atau perwujudan suatu usaha-usaha yang akan dijalankan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa implementasi manajemen berbasis sekolah adalah upaya
pelaksanaan program yang telah ditetapkan secara konseptual dalam meningkatkan
mutu pendidikan dan tetap mengacu pada tujuan pendidikan nasional.
Upaya pelaksanaan program
MBS secara efektif dan efesien, selain memahami konsep implementasi dengan
baik, harus juga didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan
professional. Dana yang tersedia juga cukup memadai untuk memberikan insentif
bagi staf sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing, serta sarana dan prasarana yang didukung oleh
masyarakat.
Pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam
implementasi MBS antara lain yaitu kategori sekolah yang sudah maju, sedang dan
masih tertinggal. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kemampuan
sekolah dalam mengimplementasikan MBS berbeda-beda antara satu sekolah dengan
sekolah lainnya. Keragaman kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing sekolah
menuntut perlakuan yang berbeda dalam melaksanakan MBS.
Pelaksanaan MBS di sekolah adalah suatu upaya untuk
meningkatkan kemampuan personil sekolah dalam pengelolaan sumberdaya yang ada
di sekolah dan penyusunan program, memberikan wewenang kepada Kepala Sekolah
untuk mengelola sumberdaya dan mengatur rumah tangga sekolah untuk mencapai
tujuan sekolah dalam batas-batas peraturan yang berlaku, mendorong partisipasi
masyarakat yang lebih besar untuk mendukung pendidikan di sekolah, mendorong
pemanfaatan anggaran sekolah sesuai kebutuhan sekolah dengan memberikan
anggaran yang dimanfaatkan bersama dari sumber-sumber lain, mendorong adanya
transparansi dalam pengelolaan sekolah mulai dari perencanaan sampai pada
evaluasi, mendorong dan memanfaatkan kemampuan personil sekolah untuk
meningkatkaan kreatifitas dan kemampuan yang dapat mendukung terjadinya proses
belajar mengajar yang efektif, kreatif dan menyenangkan serta terciptanya
sekolah yang ramah terhadap siswa.
Untuk mengimplementasikan MBS secara efektif dan efesien
kepala sekolah sebagai manajer perlu memiliki pengetahuan tentang kepemimpinan,
perencanaan, pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuh kembangkan dengan
meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan,
dan hubungan manusiawi sebagai modal untuk menciptakan iklim yang kondusif.
MBS merupakan kunci suatu keberhasilan peningkatan
kualitas pendidikan di sekolah. Oleh karena itu tanggung jawab untuk mengelola
dan memberdayakan berbagai seluruh potensi masyarakat serta orang tua untuk
mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah. Implementasi MBS harus memiliki visi,
misi dan tujuan serta wawasan yang luas tentang sekolah yang efektif serta
kemampuan profesional dalam mewujudkannya. Selain itu juga dituntut untuk
menjalin kerjasama yang harmonis dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan
program pendidikan di sekolah.
Penerapan MBS menjadikan sekolah lebih otonom, tidak lagi
menjadi subordinat dari pemerintah maupun yayasan, pendekatannya pun tidak
birokratis lagi, penyelenggaraan sekolah menjadi lebih leluasa dalam
mengelola anggaran pendidikan di sekolah. Adanya keleluasaan gerak kepala
sekolah dalam mengelola anggaran dan menyebabkan peranan komite sekolah menjadi
besar dan memiliki posisi tawar yang tinggi. Sebab, semua keputusan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan selalu
memberdayakan semua pihak (stakeholder).
Dengan begitu, masyarakat melalui komite sekolah berhak mengetahui berbagai
kucuran dana yang mengalir ke sekolah, sehingga transparansi dan akuntabilitas
dapat terwujud.
Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah
memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar dalam mengelola
sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya,
sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan/potensi yang dimiliki. Dengan keluwesannya, sekolah
akan lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara
optimal.
Tentu
saja keterlibatan warga sekolah
dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan
dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga
sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan
keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas dan demokrasi
pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan
keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah
kebersamaan untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik
ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan
masyarakat erat dan adanya kesadaran bersama.
Tentunya
sekolah memiliki kemandirian lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan
sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan
rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu),
memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi
yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.
Menentukan
Kuantitas dan Kualitas Pengajaran
Guru merupakan
komponen sekolah yang sangat penting, memiliki peran utama dalam menentukan
kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh karena itu guru
harus memikirkan dan membuat perencanaan secara matang dalam meningkatkan
kesempatan belajar bagi siswanya. Hal ini menuntut guru agar melakukan perubahan–perubahan
kearah yang lebih maju dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, pendekatan, strategi belajar
mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar
mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak
sebagai fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang
efektif. Jika guru mengajar sudah efektif, maka akan berpengaruh pada
peningkatan kualitas keluaran atau outputnya.
Mengajar dapat
dikatakan sebagai usaha untuk mengorganisasikan
lingkungan belajar sehingga menciptakan kondisi belajar peserta
didik. Dari pengertian tersebut dapat
diartikan bahwa, proses mengajar
menitikberatkan pada unsur antara lain: siswa, lingkungan dan proses belajar.
Berkaitan dengan itu tentunya diperlukan
seorang guru yang memiliki kompetensi pedagogis yang tinggi agar mampu
mengelola pembelajaran menjadi efektif sehingga terjadi perubahan pada perilaku
siswa kearah yang lebih baik dan maju.
Ketaatan dan
kedisiplinan guru dalam bekerja sangat bervariasi seperti, ada beberapa guru
tidak hadir kesekolah tanpa keterangan sedangkan jam mengajarnya ada, hal
tersebut dapat diketahui dari daftar hadir guru. Begitu juga dengan kemampuan
mengajar guru yang berlangsung di kelas, sebagian guru mengaku dapat
berlangsung dengan tertib dalam suasana kondusif dan sebagian yang lain
menyatakan sebaliknya.
Guru sebagai pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik. Tugas utama itu akan efektif apabila
guru memiliki derajat profesionalitas
tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan atau keterampilan yang memenuhi standar mutu
atau norma etik tertentu.
Lebih jauh Wens Tanlain dalam
Syaiful Sagala (2009:13) menyebutkan ada beberapa poin yang menjadi tanggung
jawab seorang guru, antara lain: mematuhi norma dan nilai kemanusiaan, menerima
tugas mendidik bukan sebagai beban, tetapi dengan gembira dan sepenuh hati,
menyadari benar akan apa yang dikerjakan dan akibat dari setiap perbuatannya
itu, belajar dan mengajar memberikan penghargaan kepada orang lain termasuk
kepada anak didik, bersikap arif bijaksana dan cermat serta hati-hati dan
sebagai orang beragama melakukan kesemua yang tersebut di atas berdasarkan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Seorang guru tidak hanya semata-mata sebagai
pengajar yang memberikan dan menyampaikan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga
sebagai pembimbing yang dapat memberikan pengarahan dan menentukan peserta
didik dalam belajar. Berkaitan dengan itu maka sebenarnya guru memiliki peranan
yang sangat unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam
usaha untuk mengantarkan siswa atau anak didik ke taraf yang dicita-citakan.
Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat dikembangkan
semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.
Selain itu pula dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar bagi peserta didik
untuk mencapai tujuan.
Kesimpulan
Secara
umum, manajemen berbasis sekolah merupakan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah, memberikan keluwesan kepada
sekolah, dan mendorong partisipasi secara
langsung warga sekolah dan masyarakat untuk dapat meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dengan
otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan untuk mengambil
keputusan-keputusan sesuai dengan keinginan dan tuntutan sekolah serta
masyarakat atau stakeholder yang ada. Melalui pengembangan pendekatan MBS ini,
maka karakteristik sekolah efektif dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Oleh karena
itu sekolah perlu diberikan keleluasaan untuk mengelola potensi sumber daya
sekolah yang meliputi sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi, material, sumber
daya manusia, waktu, keuangan, dan lainnya. Penerapan MBS sesungguhnya bukanlah
reformasi yang luar biasa, namun sebuah upaya untuk mengembalikan hakikat
penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan harapan daripada manajemen itu
sendiri.
Seorang guru merupakan ujung tombak
pelaksanaan pendidikan karena gurulah yang secara langsung memimpin kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas, yang menjadi inti kegiatan pendidikan. Guru
yang profesional adalah guru yang mampu merencanakan, melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar, mengevaluasi kemajuan kegiatan belajar-mengajar, dan
menindaklanjuti hasil kemajuan belajar-mengajar dan informasi lainnya. Guru
dapat memilih kegiatan belajar mengajar sebanyak mungkin melibatkan siswa
secara efektif baik fisik maupun mental demi peningkatan mutu hasil belajar.
0 Komentar Tog Bhe Maseh: