IKLIM ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua siswa dan pihak lain yang terkait, untuk bekerja/berperanserta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Dari segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah seperti guru, siswa, pegawai serta orang tua dan masyarakat bersedia tanpa paksaan untuk ikut berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah (Suyanto 2001:3). Kepemimpinan transformasional menurut Bass ( 1985 ) dalam Yulius Suryo Pidekso dan Th. Agung M., dikenalkan karena adanya kepemimpinan transaksional yaitu kepemimpinan yang memelihara atau melanjutkan status quo. Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin.
Wahyusumidjo (2000) menjelaskan tentang peranan Kepala Sekolah sebagai pendidik. Sebagai seorang pendidik, Kepala Sekolah harus mampu menanamkan, memajukan, dan meningkatkan nilai mental, moral, fisik dan artistik kepada para guru atau tenaga fungsional yang lainnya, tenaga administrasi (staf) dan kelompok para siswa atau peserta didik. Untuk menanamkan peranannya ini Kepala Sekolah harus menunjukkan sikap persuasif dan keteladanan. Sikap persuasif dan keteladanan inilah yang akan mewarnai kepemimpinan termasuk didalamnya pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah terhadap guru yang ada di sekolah tersebut.
Kepala Sekolah sebagai edukator, supervisor, motivator yang harus melaksanakan pembinaan kepada para karyawan, dan para guru di sekolah yang dipimpinnya karena faktor manusia merupakan faktor sentral yang menentukan seluruh gerak aktivitas suatu organisasi, walau secanggih apapun teknologi yang digunakan tetap faktor manusia yang menentukannya. Dalam fungsinya sebagai penggerak para guru, Kepala Sekolah harus mampu menggerakkan guru agar kinerjanya menjadi meningkat karena guru merupakan ujung tombak untuk mewujudkan manusia yang berkualitas. Guru akan bekerja secara maksimum apabila didukung oleh beberapa faktor diantaranya adalah kepemimpinan Kepala Sekolah.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menurut Djamarah (2000:22), pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan. Semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral.
Tidak ada permasalahan dalam aspek kehidupan yang lebih banyakmemperoleh perhatian dari kalangan masyarakat luas dari pada pendidikan, khususnya yang diselenggarakan melalui sistem persekolahan. Sebagian permasalahan yang timbul adalah mutu pendidikan yang dianggap kurang memuaskan dan keluaran yang tidak tertampung oleh pasaran kerja.
Permasalahan yang timbul tersebut pada akhirnya, dalam mencari pemecahannya, tidak jarang tundingan ditujukan kepada guru, yang dinyatakan kurang memiliki dedikasi dalam kerjanya. Patut diakui dan diterima bahwa berhubung posisinya yang sentral dalam penyelenggaraan sistem persekolahan umumnya dan khususnya kaitannya dengan tugas guru, menurut UU RI Sisdiknas (2003:13) yaitu tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dari hari ke hari permasalahanpermasalahan yang dikemukakan tersebut memang berkaitan dengan kinerja guru.
Menurut Rahardja (2004:4), mengemukakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja, hasil kerja atau unjuk kerja. Kemampuan melaksanakan tugas atau kinerja (performance) adalah sesuatu hal yang dapat meningkatkan fungsi motivasi secara terus menerus. Dengan demikian, kinerja guru adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab guru diberikan kepadanya.
Kinerja guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya, setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada diri guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan.
Menurut Djamarah (2002:73), guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri.
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru menjadi salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Kinerja guru selalu menjadi pusat perhatian, karena guru merupakan faktor penentu dalam meningkatkan prestasi belajar dan berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Guru pada prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna meningkatkan kinerjanya. Namun potensi yang dimiliki guru untuk berkreasi sebagai upaya meningkatkan kinerjanya tidak selalu berkembang secara wajar dan lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor baik yang muncul dalam pribadi guru itu sendiri maupun yang terdapat diluar pribadi guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi dilapangan mencerminkan keadaan guru yang tidak sesuai dengan harapan seperti adanya guru yang bekerja sambilan baik yang sesuai dengan profesinya maupun diluar profesi mereka, terkadang ada sebagian guru yang secara totalitas lebih menekuni kegiatan sambilan dari pada kegiatan utamanya sebagai guru di sekolah (Muhlisin, 2008:8). Kenyataan ini sangat memprihatinkan dan mengundang berbagai pertanyaan tentang konsistensi guru terhadap profesinya.
Disisi lain kinerja guru pun dipersoalkan ketika membincangkan masalah peningkatan mutu pendidikan. Kontroversi antara kondisi ideal yang harus dijalani guru sesuai harapan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dengan kenyataan yang terjadi dilapangan merupakan suatu hal yang sangat perlu dan patut untuk dicermati secara mendalam tentang faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru sehingga faktor tersebut bukan menjadi hambatan bagi peningkatan kinerja guru
melainkan mampu meningkatkan dan mendorong kinerja guru kearah yang lebih baik sebab kinerja sebagai suatu sikap dan perilaku dapat meningkatkan dari waktu ke waktu.
Pencapaian kinerja guru dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemampuan pemimpin sebagai motor penggerak mengingat kepemimpinan merupakan upaya pencapaian tujuan melalui orang-orang (pegawainya) dan hal tersebut diaktualisasikan dalam berbagai kebijakan dan peranannya. Dilain pihak guru juga menuntut adanya iklim organisasi yang baik dan nyaman sehingga penyelesaian pekerjaan dapat dilaksanakan dengan optimal, karena guru tidak dapat bekerja dengan baik apabila iklim organisasi tidak nyaman untuk bekerja.
Sergiovanni dalam Muhlisin (2008:57) mengemukakan bahwa Iklim mempengaruhi kinerja guru. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat dirasakan dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut. Sedangkan menurut Erwita (2007:5), mengatakan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian keadaan lingkungan yang dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh pegawai, diasumsikan merupakan kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pegawai. Para pegawai merasa bahwa iklim yang menyenangkan apabila mereka melakukan sesuatu yang bermanfaat dan menimbulkan perasaan berharga. Mereka sering kali menginginkan pekerjaan yang menantang, yang memuaskan secara intrinsik. Kebanyakan pegawai juga menginginkan tanggung jawab dan kesempatan untuk berhasil.
Para pegawai merasa bahwa organisasi benar-benar memperhatikan kebutuhan dan masalah mereka. Iklim yang timbul merupakan arena penetapan keputusan mengenai kinerja. Bilamana iklim bermanfaat bagi kebutuhan individu (misalnya, memperhatikan kepentingan pekerja dan berorientasi prestasi), maka dapat mengharapkan tingkah laku kearah tujuan yang tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan dengan tujuan, kebutuhan dan motivasi pribadi, dapat diharapkan bahwa kinerja akan berkurang. Dengan perkataan lain hasil akhir atau tingkah laku ditentukan oleh interaksi antara kebutuhan individu dan lingkungan organisasi yang mereka rasakan. Tingkat kinerja yang dihasilkan kemudian mengumpan balik dan memberikan sumbangan bukan saja pada iklim lingkungan kerja yang bersangkutan, tetapi juga pada kemungkinan perubahan kebijakan dan praktek manajemen.
Terbentuknya iklim yang kondusif pada tempat kerja dapat menjadi faktor penunjang bagi peningkatan kinerja sebab kenyamanan dalam bekerja membuat guru berpikir dengan tenang dan terkonsentrasi hanya pada tugas yang sedang dilaksanakan. Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam pendidikan formal perlu memiliki wawasan kedepan. Menurut Soebagio dalam Suwar (2000:2) kepemimpinan pendidikan memerlukan perhatian yang utama, karena melalui kepemimpinan yang baik kita harapkan akan lahir tenaga-tenaga berkualitas dalam berbagai bidang sebagai pemikir, pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Sementara menurut Kusmintarjo dan Burhanudin dalam Suwar (2000:2) menyatakan bahwa dasarnya Kepala Sekolah melakukan tiga fungsi sebagai berikut yaitu: membantu para guru memahami, memilih, dan merumuskan tujuan pendidikan yang akan dicapai, menggerakkan para guru, para karyawan, para siswa, dan anggota masyarakat untuk mensukseskan program-program pendidikan di sekolah, menciptakan sekolah sebagai lingkungan kerja yang harmonis, sehat, dinamis, nyaman sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh produktivitas dan memperoleh kepuasan kerja yang tinggi. Dari pendapat tersebut menunjukkan betapa pentingnya Kepala Sekolah sebagai sosok pimpinan yang diharapkan dapat mewujudkan harapan bangsa. Oleh karena itu diperlukan seorang Kepala Sekolah yang mempunyai wawasan kedepan dan kemampuan yang memadai dalam menggerakkan organisasi sekolah.
Seorang Kepala Sekolah juga tidak lepas dari adanya penilaian dari para pegawai di organisasi sekolah, karena sebagai tokoh panutan tidak hanya sebagai penganjur saja, melainkan harus dapat juga memberi contoh dan bimbingan dalam pelaksanaannya. Dengan penilaian ini akan dapat juga timbul persepsi, sehingga dapat dikatakan kalau penilaian terhadap pimpinan itu baik, maka persepsinya pun akan baik dan secara tidak langsung keikutsertaan pegawai dalam melaksanakan tugasnya pun akan terwujud, karena pegawai akan lebih memahami akan program yang ada.
0 Komentar Tog Bhe Maseh: