KONSEP BIAYA PENDIDIKAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan strategis dalam pembangunan bangsa
serta memberikan kontribusi signifikan dalam pertumbuhan ekonomi dan
trasformasi sosial. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat
mengerti dan siap menghadapi perubahan di lingkungan kerja. oleh karena itu
apabila negara memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan
mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Undang
– Undang Dasar 1945, Bab XIII, Pasal 3, disebutkan bahwa setiap warga negara
mendapatkan pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya. Guna pembiayaan tersebut dalam Undang –
Undang Dasar 1945, Bab XIII, Pasal 31 ditegaskan bahwa “Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”
Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20
Tahun 2003, bagian keempat, pasal 11 dinyatakan secara explisit bahwa
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi.
Tanggung jawab pemerintah atas pendidikan ini
dibatasi dan diutamakan dalam jenjang pendidikan dasar. Dijelaskan dalam Bab
VIII pasal 34 ayat 2: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
Biaya pendidikan didefinisikan sebagai nilai rupiah dari seluruh sumber daya (input)
baik dalam bentuk natura (barang), pengorbanan peluang, maupun uang, yang
dikeluarkan untuk seluruh kegiatan pendidikan. Konsekuensi yang harus
dilaksanakan oleh Pemerintah adalah memberikan alokasi dana untuk membiayai
seluruh komponen Biaya Satuan Pendidikan, apapun kemampuan keuangan Pemerintah.
Dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia, pemerintah
tidak merupakan suatu sistem yang lepas dengan pihak swasta dan masyarakat
peranannya meningkatkan pemerataan dan mutu pendidikan. Oleh karena itu,
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, baik dalam
pembiayaan tenaga dan fasilitas.
Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen
masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam setiap upaya pencapaian tujuan
pendidikan – baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif – biaya pendidikan
memiliki peran yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang
dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya,
proses pendidikan tidak akan berjalan. Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan
yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga.
Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan (SNP)
menjelaskan bahwa secara garis besar biaya pendidikan terdiri atas biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya
manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang
harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran
secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, trasportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
Ghozali
(2004) menemukan ada sebelas jenis biaya sekolah yang harus dibayar oleh wali
murid, yaitu biaya untuk: 1) buku dan alat tulis; 2) pakaian dan perlengkapan
sekolah; 3) akomodasi; 4) trasportasi; 5) konsumsi; 6) kesehatan; 7)
karyawisata; 8) uang saku; 9)kursus sekolah; 10) iuran sekolah; dan 11) forgone
earning.
Untuk
Kabupaten Sambas sendiri pada akhir tahun 2010 Pemda dan DPRD sepakat untuk
memperluas sasaran pendidikan dengan mengupayakan dana dari berbagai sumber
diantaranya APBD berjumlah Rp. 1.260.000,00, Pemerintah pusat dalam bentuk Dana
Alokasi Khusus (DAK) SMP berjumlah Rp. 10.420.000,00. Depdiknas sejak tahun
2008 perhitungan dana BOS mengalami
kenaikan dari tahun sebelumnya. Untuk tingkat sekolah dasar (SD) menjadi Rp
397.000,00/siswa/tahun dan SMP menjadi Rp.
570.000,00/siswa/tahun. Jumlah sisiwa SMP Negeri di kabupaten Sambas akhir
Desember 2010 sebanyak 21.122 siswa sehingga alokasi Dana BOS SMP tahun 2010
untuk Kabupaten Sambas sebesar Rp.12.039.540,00. Program Depdiknas mulai tahun
2009 ini wajib belajar 9 tahun harus gratis dan bebas dari segala macam
pungutan. Biaya pendidikan di seluruh SD hingga SMP negeri dan juga MI dan MTs
Negeri di Indonesia diupayakan untuk digratiskan. Siswa yang miskin tetap
digratiskan dari biaya pendidikan di SD-SMP negeri. Untuk sekolah swasta, siswa
miskin wajib digratiskan. Untuk yang mampu, masih diperbolehkan memungut biaya
pendidikan”. Dengan demikian diharapkan
program pendidikan dasar dapat tercapai dengan baik.
B. Masalah
Tulisan berangkat dari permasalahan sebagai berikut :
- Berapa jumlah biaya yang diperlukan satuan pendidikan SMP Negeri di Kabupaten Sambas untuk menopang kegiatan operasionalnya..
- Adakah perbedaan satuan biaya pendidikan persiswa dan persekolah di SMP Negeri Kabupaten sambas beserta sumber-sumber pendanaanya dengan memperhitungkan variabel lokasi (kota, pinggir kota, dan desa) dan status sosial ekonomi (tinggi, menengah, rendah).
- Mengetahui hubungan sosial ekonomi siswa dan lokasi sekolah dengan mutu pendidikan yang dicapai siswa maupun sekolah.
C. Tujuan
Penyusunan
Secara umum, penulisan ini bertujuan untuk :
- Memperoleh gambaran tentang berapa biaya yang diperlukan satuan pendidikan SMP Negeri di Kabupaten Sambas untuk menopang kegiatan operasionalnya. Informasi ini selanjutnya bisa digunakan sebagai langkah awal untuk menghitung kebutuhan biaya pendidikan secara keseluruhan.
- Mengetahui perbedaan satuan biaya pendidikan persiswa dan persekolah di SMP Negeri Kabupaten sambas beserta sumber-sumber pendanaanya dengan memperhitungkan variabel lokasi (kota, pinggir kota, dan desa) dan status sosial ekonom (tinggi, menegnah, rendah).
- Mendapatkan hubungan antara sosial ekonomi dan lokasi dengan mutu pendidikan di tingkat SMP Negeri yang berada di Kabupaten Sambas .
D.
Manfaat Penyusunan
Manfaat yang diharapkan dari
penulisan ini antara lain:
1.
Bagi Pemerintah Daerah atau Satuan Pendidikan
dapat dijadikan sebagai rekomendasi atau referensi model dalam penghitungan
biaya pendidikan dasar sehingga bisa menetapkan besaran anggaran yang harus
dialokasikan agar pendidikan dasar sembilan tahun dapat tercapai.
2.
Dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang
penghitungan biaya satuan pendidikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian dan Konsep Biaya Satuan Pendidikan
Biaya pendidikan didefinisikan sebagai nilai rupiah dari seluruh sumber
daya (input) baik dalam bentuk natura
(barang), pengorbanan peluang, maupun uang, yang dikeluarkan untuk seluruh kegiatan pendidikan.
Untuk kepentingan analisis,biaya pendidikan diukur sebagai biaya satuan
(unit cost), yaitu biaya pendidikan per
tahun per siswa dan biaya siklus (cycle cost), yaitu biaya yang dibutuhkan oleh setiap siswa untuk
menyelesaikan suatu jenjang pendidikan. Cycle cost adalah unit cost dikalikan dengan waktu (dalam
tahun) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu jenjang pendidikan.
Biaya
pendidikan menurut Prof. Dr. Dedi Supriadi (2010:3) merupakan salah satu
komponen instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki
cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga
(yang dapat dihargakan uang)
Nanang Fattah (2002:23)
menambahkan biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan
biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung terdiri dari
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan
kegiatan belajar siswa seperti pembelian alat-alat pembelajaran, penyediaan
sarana pembelajaran, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan
pemerintah, orang tua maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung
berupa keuntungan yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya
kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa
selama belajar, contohnya, uang jajan siswa, pembelian peralatan sekolah
(pulpen, tas, buku tulis,dll).
Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan mengklasifikasikan biaya
pendidikan menjadi tiga kelompok yaitu biaya penyelenggaraan dan/ atau
pengelolaan pendidikan, biaya pribadi peserta didik, dan biaya satuan
pendidikan. Biaya satuan pendidikan sediri meliputi: 1) biaya investasi; 2)
biaya operasional; 3) bantuan pendidikan; dan 4) beasiswa.
Dalam konsep
pembiayaan pendidikan dasar ada dua hal penting yang perlu dikaji atau
dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya
satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan ditingkat sekolah merupakan agregate
biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah, orang
tua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam
satu tahun pelajaran. Biaya satuan permurid merupakan ukuran yang menggambarkan
seberapa besar uang yang dialokasikan ke sekolah sekolah secara efektif untuk
kepentingan murid dalam menempuh pedidikan.
Konsep biaya
pendidikan sifatnya lebih kompleks dari keuntungan, karena komponen biaya
terdiri dari lembaga jenis dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk
uang dan rupiah, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan (opportunity
cost).
Biaya kesempatan ini
sering disebut “Income Forgone” yaitu potensi pendapatan bagi seorang siswa
selama ia mengikuti pelajaran atau mengikuti study. Sebagai contoh, seorang
lulusan SMP yang tidak diterima untuk melanjutkan pendidikan SMU, jika ia
bekerja tentu memproleh penghasilan dan jika ia melanjutkan besarnya pendapatan
(upah,gaji) selama tiga tahun belajar di SMU harus diperhitungkan. Oleh karena
itu, biaya pendidikan akan terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung
atau biaya kesempatan.
Kompleksitas isu
tentang pembiayaan pendidikan semakin bertambah manakala variable-variabel
lokasi geografis, status sekolah, status sosial-ekonomi masyarakat, ciri khas
sekolah, isu tentang pemerataan (equity), kualitas dan relevansi, dan
faktor-faktor sosial budaya lainnya diperhitungkan (Dedi Supriadi,2010:44).
Biaya pendidikan
merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran karakteristik keuangan
sekolah. Analisis efesiensi keuangan sekolah dalam pemanfataan sumber-sumber
keuangan sekolah dan hasil (output) sekolah dapat dilakukan dengan cara
menganalisa biaya satuan (unit cost) per siswa. Biaya satuan persiswa adalah
biaya rata-rata persiswa yang dihitung dari total pengeluaran sekolah dibagi
seluruh siswa yang ada di sekolah dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui
besarnya biaya satuan persiswa menurut jenjang dan jenis pendidikan berguna
untuk menilai berbagai alternatif kebijakan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan.
UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal
yang menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun.
Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang
orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya
pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Di
samping itu disebutkan pula bahwa setiap peserta didik berkewajiban ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Partisipasi
masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat adalah dengan berperan serta
dalam pengembangan, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi pendidikan, serta
manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dana
penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi
dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
Pada Peraturan
Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terdapat kerancuan
antara Bab I Pasal 1 Ayat (10) dan Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang
ruang lingkup standar pembiayaan. Ketentuan Umum tentang Standar Pembiayaan
pada Pasal 1 tampak lebih sempit dari Pasal 62 yaitu standar pembiayaan pada
Pasal 1 adalah mencakup standar yang mengatur komponen dan besarnya “biaya
operasi” satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pada Pasal 62
mencakup “biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal”. Pada Bab IX:
Standar Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa:
1. Pembiayaan pendidikan terdiri
atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
2. Biaya investasi satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana
dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
3. Biaya personal sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh
peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan.
4. Biaya operasi satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga
kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
b. Bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan
c. Biaya operasi pendidikan tak
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
B. Proses
Penentuan Biaya Satuan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam
pembangunan pendidikan secara
keseluruhan. Salah satu masalah pokok dalam hal pembiayaan pendidikan adalah bagaimana mencukupi
kebutuhan operasional sekolah di satu sisi, dan
di sisi lain bagaimana melindungi masyarakat (khususnya dari keluarga
tidak mampu) dari hambatan biaya untuk
memperoleh pendidikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sejak tahun 2005 pemerintah meluncurkan
program Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) yang memberikan bantuan uang kepada sekolah berdasarkan jumlah murid. Program BOS
bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan
bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka
memperoleh layanan pendidikan dasar yang
lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun.
Program BOS ternyata ditanggapi secara beragam oleh daerah (kabupaten/kota). Ada daerah
yang mengalokasikan APBD-nya sebagai
dana “pendamping BOS” (dengan jumlah
yang bervariasi) dan kemudian menerapkan
kebijakan “sekolah gratis”, ada pula
yang tetap bertahan dengan kebijakan
mengizinkan partisipasi masyarakat dalam
pembiayaan operasional sekolah.
Perbedaan respon daerah tersebut pada dasarnya dilatar belakangi oleh perbedaan pemahaman tentang biaya operasional
pada satuan pendidikan (sekolah).
Biaya satuan pendidikan (BSP) yang dimaksud dalam hal ini merupakan
rata-rata biaya operasional di luar biaya untuk pegawai yang dikeluarkan
oleh sekolah untuk mendidik satu orang
anak/murid di sekolah (Catatan: Kalau pun biaya pegawai akan dimasukkan ke dalam komponen perhitungan
BSP, hal itu dilakukan secara terpisah
dengan perhitungan BSP non-pegawai)
Dengan penghitungan BSP berdasarkan biaya
operasi,dapat diketahui berapa biaya yang dikeluarkan oleh sekolah untuk
mendidik satu orang murid. Pada dasarnya
biaya operasi merupakan kebutuhan sekolah agar proses belajar-mengajar berjalan dengan baik.
Biaya personal merupakan kategori biaya yang juga penting, meskipun tidak dicakup
secara langsung oleh buku panduan ini.
Biaya personal merupakan biaya-biaya
yang ditanggung oleh peserta didik (atau
orang tua/keluarga). Dengan kata lain,
biaya operasional memberikan gambaran tentang
biaya yang diperlukan oleh rumah tangga untuk
mengirim anak ke sekolah. Dalam banyak kasus,
sebagian biaya operasi dan investasi di sekolah juga menjadi tanggungan anak
didik (orang tua).
Dalam menindaklanjuti hasil penghitungan BSP. Pemenuhan kebutuhan
operasional sekolah tidak berarti
terselesaikannya seluruh masalah pembiayaan
pendidikan, khususnya jika dikaitkan
dengan upaya peningkatkan partisipasi sekolah.
Persoalan lainnya terkait dengan biaya personal
yang perlu dicarikan solusinya agar
semua anak usia sekolah (termasuk dari keluarga kurang mampu) bisa bersekolah tanpa
hambatan biaya.
C.
Gambaran Umum Metode Penghitungan
Metode penghitungan BSP yang ditampilkan dalam panduan ini dikembangkan berdasarkan metode yang dipakai oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Metode
itu memiliki beberapa karakteristik: (1) yang dihitung adalah biaya minimal,
(2) standar biaya dihitung berdasarkan
standar-standar yang tercantum dalam PP 19/2005
Ada tiga hal
yang sangat menentukan hasil penghitungan
BSP:
1.
Level perhitungan
BSP: Paling tidak ada tiga level yang
relevan, yakni minimal, standar atau
ideal. BSNP menghitung BSP pada level minimal berdasarkan berbagai standar yang berlaku. Dengan kata
lain, yang dihitung di sini adalah biaya
standar minimal untuk keperluan operasional sekolah.
2.
Komponen biaya:
Untuk keperluan operasional standar minimal sebagaimana tersebut dalam butir (1),komponen biaya apa
saja yang perlu dimasukkan.
3.
Tingkat
penggunaan: Untuk setiap komponen biaya pada butir (b), berapa tingkat penggunaannya
(jumlah, frekuensi, dan sebagainya) untuk periode waktu tertentu.
4.
Harga: Untuk
setiap komponen dan tingkat penggunaan sebagaimana tersebut dalam butir (2) dan (3), berapa harga per satuan
penggunaan.
D. Tahapan
Proses Penghitungan Biaya Satuan Pendidikan
Pelaksanaan PP
No. 19 Tahun 2005 membawa implikasi terhadap perlunya disusun standar
pembiayaan yang meliputi standarisasi komponen biaya pendidikan yang meliputi
biaya operasional, biaya investasi dan biaya personal. Selanjutnya dinyatakan
bahwa standar biaya-biaya satuan pendidikan ini ditetapkan dengan Peraturan
Menteri berdasarkan usulan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar
pembiayaan pendidikan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam
penyelenggaraan pendidikan di setiap Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertaman (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di seluruh Indonesia.
Biaya dalam
pendidikan menurut Anwar (1991) meliputi : pertama, biaya langsung (direct
cost) dan tidak langsung(indirect cost), biaya langsung terdiri dari
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan
kegiatan-kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pembelajaran, sarana
belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah,
orang tua maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan
yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang
(opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar. Kedua, biaya
pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost). Biaya pribadi adalah
pengeluaran keluarga untuk pendidikan. Biaya sosial adalah biaya yang
dikeluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan, baik melalui sekolah mapun pajak
yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan untuk pembiayaan pendidikan.
Ketiga, biaya dalam bentuk uang (monitary cost) dan bukan uang (non-monitory
cost).
Menurut Dedi Supriadi
(2010:5) biaya pendidikan pada tingkat makro (nasional) berasal dari : (1)
Pendapatan negara dari sektor pajak, (2) pendapatan dari sektor non pajak, (3)
keuntungan dari ekspor barang dan jasa, (4) usaha-usaha negara lainnya, (5)
bantuan dalam bentuk hibah (grant) dan pinjaman luar negeri. Pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota, anggaran pendidikan sebagian besar diturunkan dari
pemerintah pusat ditambah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dituangkan
dalam RAPBD.
Biaya rata – rata per
komponen pendidikan adalah biaya rata – rata yang dikeluarkan untuk pelaksanaan
pendidikan di sekolah per tahun anggaran. Biaya ini merupakan fungsi dari
besarnya pengeluaran sekolah serta banyaknya murid di sekolah. Dengan demikian,
biaya rata – rata ini dapat diketahui dengan cara membagi seluruh jumlah
pengeluaran sekolah per komponen tiap tahun dengan jumlah murid sekolah pada
tahun yang bersangkutan (Tan Mingat, 1988:34).
Hasil akhir proses
penghitungan BSP di daerah adalah tersusunnya kebijakan yang pembiayaan pendidikan di daerah yang antara
lain mengacu pada hasil penghitungan BSP.
Kebijakan tersebut bisa berbentuk Peraturan Daerah, Peraturan Bupati,
atau pun SK Bupati.
E. Anggaran
Biaya Pendidikan
Anggaran biaya
pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi
anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diproleh setiap tahun
oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. Sedangkan
anggaran dasar pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun
untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Belanja sekolah
sangat ditentukan oleh komponen-komponen yang jumlah dan proporsinya bervariasi
diantara sekolah yang satu dan daerah yang lainnya. Serta dari waktu kewaktu.
Berdasarkan pendekatan unsur biaya pengeluaran sekolah dapat dikategorikan ke
dalam beberapa item pengeluaran, yaitu :
1. Pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran
2. Pengeluaran untuk tata usaha sekolah
3. Pemeliharaan sarana-prasarana sekolah
4. Kesejahteraan pegawai
5. Administrasi
6. Pembinaan teknis edukatif
7. Pendataan.
Didalam menentukan
biaya satuan terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan makro dan mikro.
Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran
pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudian dibagi jumlah
murid. Pendekatan mikro mendasarkan perhitungan biaya berdasarkan alokasi
pengeluaran perkomponen pendidikan yang digunakan oleh murid.
F. Klasifikasi
Biaya Satuan Pendidikan
Salah satu cara yang dapat digunakan
untuk menghitung biaya pendidikan yang lebih akurat sesuai dengan kebutuhan
sekolah adalah mengklasifikasikan sekolah berdasarkan besarnya ukuran sekolah
Acuan yang dapat digunakan dalam mengklasifikasikan ukuran atau tipe sekolah
adalah Keputusan Mendiknas no. 053/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan
Menengah yang diperbaharui dengan Keputusan Mendiknas no. 129a/U/2004 tentang
Standar Pelayanan Bidang Pendidikan. Atas dasar SK Mendiknas tersebut, masing –
masing Direktorat Teknis (TK/SD, SLTP, SMA, dan SMK) telah menyusun
Standarisasi Bangunan dan Perabot untuk masing – masing tingkat sekolah.
Penyusunan standarisasi tersebut dilakukan dengan berpedoman pada klasifikasi
tipe sekolah. Kriteria yang digunakan dalam menentukan tipe sekolah. Kriteria
yang digunakan dalam menentukan tipe sekolah, adalah:
a.
Rombongan
belajar (rombel)
b.
Peserta
didik tiap satu rombongan belajar
c.
Tenaga
kependidikan: Kepala Sekolah, Tenaga Tata Usaha, Laboran, Pustakawan, Satpam,
Teknisi Lainnya, dan Penjaga Sekolah.
d.
Tenaga pendidik
(guru)
e.
Ruang belajar, ruang kantor dan ruang penunjang
lainnya
f.
Luas tanah dan
lingkungan lokasi sekolah.
Adapun tipe urutan SMP yang dikembangkan sekarang ini menurut
BSNP adalah:
a.
SMP tipe A,
terdiri atas 27 rombel : Tipe A1 terdiri atas 24 rombel : Tipe A2 terdri atas
21 rombel.
b.
SMP tipe B,
terdiri atas 18 rombel : Tipe B1 terdiri atas 15 rombel : Tipe B2 terdiri atas
12 rombel.
c.
SMP tipe C
terdiri atas 9 rombel : Tipe C1 terdiri atas 6 rombel : Tipe C2 terdiri atas 3
rombel
Semua tipe dilengkapi dengan kriteria berikut (dengan
jumlah tertentu sesuai masing- masing tipe):
a.
Rombel maksimum
40 siswa per rombel
b.
Tenaga
kependidikan : Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Tata Usaha, dan
Penjaga Sekolah.
c.
Ruang belajar,
ruang kantor, dan ruang penunjang
d.
Luas tanah dan
lingkungan/ lokasi sekolah.
Besar biaya
pendidikan yang dibutuhkan masing-masing tipe sekolah sangat tergantung sumber
daya yang dibutuhkan untuk pelayanan pendidikan di masing- masing sekolah
tersebut. Dengan demikian masing-msing sekolah kebutuhan biaya pendidikan dapat
terpenuhi.
G.
Teori Perhitungan Biaya Pendidikan
Biaya satuan per siswa adalah biaya rata-rata per
siswa yang dihitung dari total pengeluaran sekolah dibagi seluruh siswa yang
ada di sekolah dalam kurun waktu tertentu. Untuk menentukan biaya satuan ada
dua pendekatan, yaitu pendekatan makro dan mikro (Fattah, Nanang 2001).
Pendekatan makro meninjau biaya di tingkat makro kebijakan negara, sedangkan
pendekatan mikro menganalisis biaya pendidikan berdasarkan pengeluaran biaya
pendidikan berdasarkan pengeluaran total (total cost) dan jumlah biaya satuan
(unit cost) menurut jenis dan tingkat pendidikan. Biaya total merupakan
gabungan-gabungan biaya per komponen input pendidikan di tiap sekolah. Satuan
biaya pendidikan merupakan biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk melaksanakan
pendidikan di sekolah per murid per tahun anggaran. Satuan biaya ini merupakan
fungsi dari besarnya pengeluaran sekolah serta banyaknya murid sekolah. Dengan
demikian, satuan biaya ini dapat diketahui dengan jalan membagi seluruh jumlah
pengeluaran sekolah setiap tahun dengan jumlah murid sekolah pada tahun yang
bersangkutan. Perhitungan biaya satuan pendidikan dapat dengan menggunakan
formula sebagai berikut:
Sb (s,t) = f [K (s,t) : M (s,t)]
Keterangan:
Sb : biaya satuan pendidikan murid per tahun
K : jumlah seluruh pengeluaran.
M : jumlah murid
s : sekolah tertentu, t : tahun tertentu
Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal
penting yang perlu dikaji dan dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara
keseluruhan (total cost) dan biaya per satuan siswa (unit cost). Biaya satuan
di tingkat sekolah merupakan jumlah total (aggregate) biaya pendidikan tingkat
sekolah baik yang bersumber dari pemerintah, orangtua, dan masyarakat yang
dikeluarkan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya
satuan per murid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang
dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh
pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan
jumlah murid pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya dianggap standar dan
dapat dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang lain.
H. Komponen Biaya untuk SMP/MTs
Beberapa
asumsi dasar yang digunakan oleh BSNP untuk menghitung standar biaya operasi
SMP/MTs mencakup:
1.
Jumlah peserta didik per rombongan belajar = 32 orang
2. Jumlah rombongan belajar (rombel) :
Standar Biaya Operasi Pendidikan di tingkat SMP/MTs disusun untuk 3 rombel, 9
rombel dan 18 rombel
3. Jumlah guru SMP/MTs:
a).
Untuk 3 rombongan belajar sebanyak 12 guru, yaitu: 1 kepala sekolah, 1
wakil kepala sekolah dan 10 guru lainnya
b).
Untuk 9 rombongan belajar sebanyak 17 guru, yaitu: 1 kepala sekolah, 1
wakil kepala sekolah dan 15 guru lainnya.
c).
Untuk 18 rombongan belajar sebanyak 33 guru, yaitu: yaitu: 1 kepala
sekolah, 1 wakil kepala sekolah dan 15 guru lainnya
4. Biaya pegawai dihitung berdasarkan
asumsi 12 bulan gaji dan tunjangan dalam setahun terdiri dari:
a. Gaji guru termasuk kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah diasumsikan pada rata- rata berada pada golongan III-C
b. Jumlah tenaga kependidikan sebanyak 5
orang berasal dari Standar Pengelolaan yaitu pustakawan, laboran, teknisi
sumber belajar, TU dan kebersihan
c. Tunjangan melekat pada gaji berdasarkan peraturan
yang berlaku.
d. Penghasilan lainnya
5. Biaya bukan pegawai diberikan berdasarkan
asumsi kebutuhan setahun yaitu
terdiri dari:
a.
Alat
tulis sekolah (ATS), bahan dan alat habis pakai
b.
Rapat-rapat:
perhitungan didasarkan kepada asumsi kebutuhan minimal
c.
Transpor/Perjalanan
Dinas diasumsikan untuk kebutuhan minimal per tahun
d.
Penilaian
(penggandaan soal) diasumsikan untuk kebutuhan minimal per tahun
e.
Daya
dan jasa diasumsikan untuk kebutuhan minimal per tahun
f.
Pemeliharaan
sarana dan prasarana: diasumsikan untuk kebutuhan minimal per tahun
g.
Pembinaan
siswa diasumsikan untuk kebutuhan minimal per tahun
I.
Pentingnya Kebijakan
Tujuan akhir penghitungan BOSP adalah tersusunnya
kebijakan daerah tentang pembiayaan pendidikan. Kebijakan pembiayaan ini
diharapkan akan berguna bagi semua pihak, antara lain:
1.
Bagi Pemda:
Adanya kebijakan pembiayaan pendidikan akan menjadi acuan bagi Pemda sendiri
dalam mengambil berbagai langkah yang diperlukan, misalnya terkait dengan pengalokasian
dana APBD, pengaturan tentang partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan,
dan sebagainya.
2.
Bagi Sekolah:
Adanya kebijakan pembiayaan merupakan “payung hukum” yang akan menghilangkan
keragu-raguan di kalangan sekolah untuk melangkah, khususnya terkait dengan
penggunaan dana di sekolah dan upaya mendorong partisipasi masyarakat di bidang
pembiayaan sekolah.
3.
Bagi Masyarakat:
Adanya kebijakan pembiayaan membuat masyarakat semakin yakin bahwa sektor
pendidikan di daerahnya tertata dengan baik.
Kebijakan pembiayaan pendidikan setidak-tidaknya
mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1.
Alokasi APBD:
Apakah Pemda akan mengalokasikan APBD-nya untuk mendukung kegiatan operasional
sekolah ataukah tidak. Pada level ini, bisa dipertimbangkan untuk menyebutkan
“berapa” yang akan dialokasikan untuk keperluan operasional sekolah, sesuai
dengan kemampuan APBD. Alokasi dana operasional sekolah dari APBD sebaiknya mempertimbangkan
Tipe/Klasifikasi Sekolah.
2.
Partisipasi
Masyarakat dalam Pembiayaan di Tingkat Sekolah: Apakah sekolah diperbolehkan
menarik iuran dari orang tua murid untuk mendukung kegiatan operasional sekolah
ataukah tidak. Pada level ini, mungkin perlu ditetapkan berapa jumlah uang
maksimal yang boleh ditarik oleh sekolah
3.
Partisipasi
Masyarakat dalam Pembiayaan di Tingkat Kabupaten/Kota: Perlu dinyatakan bahwa
untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan di daerah, Pemda bisa menjalin
kerjasama dengan dunia usaha atau komponen masyarakat lainnya dengan cara-cara
yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
4.
Perlindungan
untuk Siswa dari Keluarga Miskin: Secara tegas harus dinyatakan bahwa anak
miskin harus dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan iuran kepada sekolah,
sebagaimana diatur oleh ketentuan program BOS. Juga perlu dijelaskan bahwa
perlindungan untuk siswa miskin dilakukan melalui mekanisme “subsidi silang” di
sekolah, bantuan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah, serta cara lain.
5.
Pengawasan
Keuangan di Sekolah: Hal ini terkait dengan butir (2). Perlu dijelaskan bahwa
pemerintah, pemda dan masyarakat berhak melakukan pengawasan terhadap
penggunaan uang di sekolah melalui cara-cara yang berlaku sesuai dengan
peraturan yang ada. Secara spesifik, perlu dipertimbangkan untuk memberi Pengawas
dan Komite Sekolah kewenangan untuk juga memeriksa keuangan sekolah.
BAB III
PENGKAJIAN SATUAN BIAYA PENDIDIKAN SMP
A. Kondisi
SMP di Kabupaten Sambas
Kabupaten
Sambas adalah salah daerah yang berada
di wilayah provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Sambas memiliki luas wilayah
6.395,70 km² atau 639.570 ha (4,36% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan
Barat), merupakan Kabupaten yang terletak pada bagian pantai barat paling utara
dari wilayah propinsi Kalimantan Barat. Panjang pantai ±128,5 km dan panjang
perbatasan negara ±97 km.
Tingkat pendapatan daerah masih rendah yang dapat diukur antara lain
dari pendapatan per kapita, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta gambaraan kualitatif tentang keadaan
sandang, pangan dan perumahan masyarakat. Tingkat pendapatan daerah
masih rendah yang dapat diukur antara lain dari pendapatan per kapita,
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta
gambaraan kualitatif tentang keadaan sandang, pangan dan perumahan masyarakat.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi pendidikan saat ini.
Harapan masyarkat saat ini adalah bisa melihat Kabupaten Sambas maju dan
berkembang. Hal ini memang menjadi tugas utama semua komponen masyarakat, pemerintah daerah serta tenaga pendidik untuk
ikut serta memajukan daerah khusunya
dibidang pendidikan yang relatif tertinggal dari daerah lainnya di
Kalimantan Barat.
SMP Negeri di Kabupaten Sambas seluruhnya berjumlah 103 sekolah yang
terbagi kepada 10 sub rayon. Rombongan belajar seluruhnya berjumlah 704
rombel dengan jumlah siswa per Desember 2010 sebanyak 21.122
siswa. Sedangkan jumlah guru PNS seluruhnya 875 orang.
Kondisi sosial ekonomi orang tua siswa sebagian besar hampir 80% bermata
pencaharian sebagai petani, dan lokasi sekolah yang tersebar di seluruh
kecamatan dengan kondisi daerah yang beragam. Letak sekolah sebagian kecil
berlokasi diperkotaan dan hampir 75% ada di pedesaan bahkan ada sekolah yang
sulit dijangkau karena terisolir tidak memiliki sarana jalan yang memadai, hal
ini tentunya menjadi pertimbangan dalam menentukan biaya satuan pendidikan SMP
di Kabupaten Sambas.
B.
Satuan Biaya Sekolah dan Siswa SMP Berdasarkan Sumber
Dana
Pembiayaan
pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV)
yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Untuk Kabupaten Sambas sendiri pada akhir tahun 2010
Pemda dan DPRD sepakat untuk memperluas sasaran pendidikan dengan mengupayakan
dana dari berbagai sumber diantaranya APBD berjumlah Rp. 1.260.000.000,00,
Pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) SMP berjumlah Rp.
10.420.000.000,00.
Depdiknas sejak tahun 2008 dalam perhitungan dana BOS mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya. Untuk tingkat sekolah dasar (SD) menjadi Rp 397.000,00/siswa/tahun
dan SMP menjadi Rp
570.000,00/siswa/tahun. Jumlah sisiwa SMP Negeri di kabupaten Sambas akhir
Desember 2010 sebanyak 21.122 siswa sehingga alokasi Dana BOS SMP tahun 2010
untuk Kabupaten Sambas sebesar Rp.12.039.540,00
Menurut Dedi Supriadi (2010:132) dari segi sekolah,
satuan biaya atau lebih tepat “biaya satuan”(unit cost) siswa adalah rata-rata
biaya persiswa SMP per tahun sebagai hasil bagi dari total RAPBS dan dana-dana
non-RAPBS oleh jumlah siswa. Dari segi siswa, satuan biaya menunjuk pada jumlah
total pengeluaran (keluarga) siswa untuk pendidikan. Satuan biaya total per
siswa adalah rata-rata dari seluruh dana pemerintah dan masyarakat yang
diterima oleh sekolah ditambah pengeluaran oleh setiap siswa.
Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap, kami
mencoba menghitung perkiraan satuan biaya total persekolah yang menunjuk pada
sebagian besar dana yang beredar di sekolah dan untuk biaya pendidikan siswa di
sekolah.
Tabel
1
Satuan
biaya pendidikan siswa SMP Negeri Kabupaten Sambas tahun 2010
No
|
Sumber dana
|
Satuan Biaya per sekolah
|
Satuan biaya per siswa
|
%
|
1
|
Subsidi pemerintah
|
254.854.369
|
1.242.780
|
31,00
|
2
|
BOS Reguler
|
116.888.738
|
570.000
|
14,22
|
3
|
BOSDA
|
6.832.217
|
33.317
|
0,83
|
4
|
DAK Pendidikan
|
101.165.049
|
493.324
|
12,30
|
5
|
APBD
|
122.333.010
|
59.653
|
14,81
|
6
|
Keluarga Siswa (keperluan siswa)*
|
220.653.126
|
1.076.000
|
26,84
|
Total
|
822.726.509
|
3.475.074
|
100
|
)* Tidak termasuk Dana Bantuan Orang Tua Siswa (DBOTS)
dalam bentuk iuran, sumbangan, dll.
Dari
Tabel di atas, dengan rata-rata jumlah siswa setiap sekolah 205 siswa dari 103
sekolah, secara keseluruhan pemerintah pusat memberikan subsidi untuk setiap
siswa SMP Negeri sebesar 1.242.780,00 yang digunakan untuk membayar gaji guru.
Apabila diperhitungkan dengan dana lain yaitu BOS dan BOSDA (dengan
mengecualikan konstribusi siswa melalui DBOTS), maka satuan biaya SMP Negeri
yang langsung menyangkut siswa rata-rata sebesar Rp. 1.846.097,00 persiswa per
tahun. Sementara itu total satuan biaya pendidikan per siswa SMP Negeri sebesar
Rp. 3.475.074,00. Sedangkan total setiap sekolah pertahun sebesar Rp. 822.726.509,00. Dengan demikian konstribusi pemerintah, masyarakat,
dan dana lain-lain dari berbagai sumber sekitar 69,04% dari total biaya
tersebut. Sebanyak 30,96% lainnya (Rp. 1.076.000,00) merupakan sumbangan
keluarga siswa yang dibelanjakan langsung oleh siswa/keluarganya dalam rangka
pendidikan di SMP Negeri di Kabupaten Sambas.
Dengan menghitung sebagian besar dana yang digunakan
untuk terjadinya proses pendidikan di SMP Negeri Kabupaten Sambas (yang sama
dengan perkalian dari satuan biaya total per siswa dengan rata-rata jumlah
siswa), maka proses pendidikan disuatu sekolah melibatkan dana total sekitar
Rp. 822.726.509,00 per tahun. Dari jumlah ini hanya sekitar 15% yang dikelola
atau disalurkan ke sekolah. Sebagian besar dana di salurkan untuk gaji pegawai,
dan dalam bentuk kegiatan proyek pemerintah, sedangkan dana yang berada di
tangan siswa untuk sebagian besar dibelanjakan oleh siswa sendiri dan keluarga.
Dari gambaran di atas tampak bahwa peningkatan satuan
biaya pendidikan oleh pemerintah untuk tingkat SMP pada dasarnya bertujuan
untuk meringankan beban orang tua siswa, akan tetapi yang dikelola langsung
oleh sekolah masih kecil sekitar 15%, maka setahap demi setahap jumlah tersebut
perlu dinaikan, dan mendorong lebih banyak peran serta orang tua.
C. Satuan Biaya SMP dan Siswa Berdasarkan Status Sosial
Ekonomi Keluarga
Status sosial ekonomi siswa dibedakan atas
tinggi berpenghasilan > Rp. 1.500.000 setiap bulan, sedang Rp.1.000.000
setiap bulan, dan rendah < Rp. 500.000. setiap bulan.
Dengan melihat kondisi sosial ekonomi
masyarakat Kabupaten Sambas yang sebagian besar penduduknya bergerak di sektor
pertanian yang banyak tergolong keluarga miskin maka, kebijakan pemerintah
dalam mengalokasikan seubsidi kepada sekolah dalam bentuk dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) sudah tepat, karena memberikan subsidi yang lebih
besar kepada siswa dari keluarga miskin, sedangkan keluarha yang relatif
kaya/mampu dapat membantu pembiayaan lainnya.
D. Satuan Biaya SMP dan Siswa
Berdasarkan Lokasi Sekolah
Menurut penelitian Dedi Supriadi (2010:136)
mengatakan sekolah di kota lebih memerlukan dana yang tinggi dibandingkan
dengan di pinggiran kota dan di kawasan pedesaan.
Siswa SMP di kota berdasarkan pengamatan
membelanjakan dana sekitar 1,5 kali lebih besar dari pada siswa dipinggiran
kota dan 3 kali lebih besar dari siswa di pedesaaan. Perbedaan tersebut
diperkirakan sangat siginifikan. Meskipun berbeda tingkatannya, perbedaan
tersebut, terutama antara siswa di kota dan di desa berlaku untuk semua
komponen pengeluaran pendidikan.
E. Biaya dan Mutu Pendidikan
Mutu
pendidikan dalam kajian ini dinyatakan dengan hasil akhir yang diperoleh siswa
dalam mengikuti ujian nasional berupa Nilai UN. Tinggi rendahnya nilai UN siswa
berkorelasi signifikan dengan sejumlah variabel. Korelasi yang paling tinggi
adalah nilai masukan dari SD sebagai kriteria penerimaan siswa baru di SMP
memiliki keandalan yang tinggi dalam mempredeksi keberhasilan siswa.
Selanjutnya, variabel sosial-ekonomi terutama berkaitan dengan status
sosial-ekonomi keluarga sangat dominan peranannya dalam perolehan nilai UN,
bahkan mengalahkan variabel sekolah seperti jumlah guru dan jumlah siswa (Dedi
Supriadi, 2010:138).
Dilihat dari status sosial ekonomi siswa,
hubungan antara biaya pendidikan dan nilai UN lebih tampak. Siswa dengan
rata-rata sosial ekonominya tinggi mendapatkan nilai UN lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang dari
kelompok sosial ekonomi sedang dan rendah. Begitu juga dengan perbdaan nilai UN
dilihat dari lokasi sekolah. Siswa di SMP di kota yang memiliki satuan biaya
pendidikan tinggi berkat tingginya konstribusi keluarga mencapai nilai UN yang
lebih tinggi daripada siswa yang di pinggir kota dan pedesaan yang rata-rata
biaya pendidikan lebih rendah.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan
Dalam peningkatan kualitas
manusia Indonesia, pemerintah tidak merupakan suatu sistem yang lepas dengan
pihak swasta dan masyarakat peranannya meningkatkan pemerataan dan mutu
pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama
pemerintah dan masyarakat, baik dalam pembiayaan tenaga dan fasilitas.
Biaya pendidikan merupakan
salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat
penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam setiap upaya
pencapaian tujuan pendidikan – baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif –
biaya pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya
pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa
tanpa biaya, proses pendidikan tidak akan berjalan. Biaya dalam pengertian ini
memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga.
Komponen yang berperan
besar dalam membiayai pendidikan adalah pemerintah, dan orang tua siswa. Adapun
pihak swasta belum nampak di kabupaten Sambas. Besarnya satuan biaya pendidikan
dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi dan lokasi dimana sekolah itu berada.
Tingkat sosial ekonomi yang tinggi ditunjang oleh lokasi sekolah yang berada di
perkotaan sangat signifikan berpengaruh terhadap hasil ujian nasional yang
merupakan acuan mutu pendidikan.
B.
Saran
Dalam meningkatkan biaya satuan
pendidikan, selain meminta bantuan dalam bentuk partisipasi orangtua,
seharusnya pemerintah mendorong sektor publik khususnya perusahaan lebih aktif
membelanjakan dananya untuk pendidikan dengan cara memberi keistimewaan pajak
bagi perusahaan swasta yang banyak membantu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M.I. (1991). Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya
Pendidikan. Mimbar Pendidikan, No.1
Tahun X, 1991: 28-33
BSNP. (2006). Standar Biaya
Pendidikan Biaya Operasional Sekolah Menengah Pertama. Jakarta
Decentralized Basic Education 1 Management and Governance (2008). Panduan Fasilitasi Penghitungan Biaya
Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Penyusunan Kebijakan
Depdiknas.
(2007). Panduan Perhitungan Biaya Opersional Satuan Pendidikan (BOSP).
Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Depdiknas.
(2009). BOS untuk Pendidikan Gratis Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun yang
Bermutu. Buku Panduan. Jakarta. Depdiknas.
Fattah Nanang, DR,(2004).
Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan, PT Remaja Rosdkarya,
Bandung.
Ghozali,
Abbas. (2004). Analisis Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Balitbang Depdiknas.
http://niesya07.wordpress.com/category/pembiayaan-pendidikan/
(2011). Pembiayaan Pendidikan
Supriadi Dedi, Prof. Dr, (2010). Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan
Menengah, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
0 Komentar Tog Bhe Maseh: