GURU OBAMA

6:41 AM URAY ISKANDAR 0 Comments

Guru adalah profesi, guru profesional adalah guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam pendidikan, tanpa dedikasi tinggi maka proses belajar mengajar akan kacau balau. Dalam hal ini guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta didik dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan murid dalam mencapai cita-citanya.
Pada awal bulan Nopember 2010, masyarakat kita banyak tertuju pada berita kedatangan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Secara emosional mungkin beliau pernah tinggal dan sekolah di Indonesia.Televisi selalu memberitakan tentang persiapan menyambut sang Presiden tersebut, bahkan pada rencana awal kedatangan pertama dan kedua, segala persiapan di sekolah yang pernah beliau tempati belajar, menjadi sibuk untuk menyambutnya. Bahkan guru-guru beliau juga begitu antusias, memberikan ragam komentar tentang beliau sewaktu sekolah.
Sayang seribu sayang, semua itu terbantahkan, karena kedatangan beliau tidak menyentuh segala apa yang menjadi harapan masyarakat, terutama kaum pendidik. Karena menurut hemat penulis begitu bangganya sebagai seorang guru, melihat anak didiknya sudah berhasil dan menjadi Presiden, namun kita tidak dapat menggapai ungkapan tersebut diungkapkan dengan kata-kata. Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.
Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada. Ketika kita menyaksikan Bapak Presiden Amerika Serikat tersebut dengan menggunakan Bahasa Indonesia, tepuk tanganpun bergema dengan adanya perasaan bangga bahwa beliau masih ingat dengan Indonesia. Tapi ada sedikit keraguan, apakah beliau tidak ingat lagi dengan guru-guru beliau sewaktu SD dulu ?. Sangat terharu dan mungkin ada perasaan bangga yang luar biasa, daripada kita menyaksikan beliau makan bakso dan nasi goreng ( maaf mungkin ini dari segi kaca mata sang guru yang berulang tahun pada bulan Nopember ini ). Bagaimanapun Obama juga manusia, maka ia juga punya rasa dan perasaan.
Didalam kegiatan proses belajar mengajar sudah menyangkut kegiatan mendidik, dalam arti kata mengantarkan anak pada tingkat kedewasaannya, baik secara fisik maupun mental. Tetapi kenyataan yang kita lihat sekarang dan hasil pengajaran di sekolah-sekolah diantara pengertian kedua kata tersebut diatas hampir sama pengertiannya.
Seperti yang dikatakan Bobbi De Porter, dkk dalam bukunya Quantum Teaching (1999) ”Siswa sering mencari-cari alasan untuk tidak tertarik, lubang-lubang dalam cerita kita, kontradiksi,ketidaksesuaian antara kata-kata dan tindakan kita, tetapi semakin banyak kita memberi teladan, semakin mereka tertarik dan mulai mencontoh kita”. Jadi dengan memberi teladan adalah salah satu cara ampuh untuk membangun hubungan dan memahami orang lain. Peran guru yang ditampilkan akan dapat membentuk karakteristik anak didik dan lulusan yang beriman, berahlak mulia, cakap, mandiri, berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Sekarang di dalam kenyataan bahwa mengajar lebih banyak menekankan kepada transfer ilmu pengetahuannya. Kebanyakan guru dan dan juga orang tua siswa sudah merasa puas apabila anak didik mendapatkan nilai baik pada hasil ulangannya. Jadi yang penting dalam hal ini siswa dituntut untuk mengetahui pengetahuan yang telah diajarkan oleh gurunya. Yang penting adalah kecerdasan otaknya, bagaimana perilaku dan sikap mental anak didik jarang mendapatkan perhatian secara khusus dan serius. Cara evaluasi yang dilakukan oleh para guru pun juga hanya melihat bagaimana hasil pekerjaan ujian, ulangan ataupun tugas yang telah diberikannya. Hal ini semua mendukung kepada pengertian mengajar dari segi kognitif dan kadang juga ditambah ketrampilan dan masih jarang sampai pada unsur afektifnya.
Kasus sederhana yang dapat kita simak adalah ada beberapa siswa yang sudah tamat dari sekolah ketika sedang berpapasan dengan gurunya, ia tidak menunjukkan sikap dan perilaku ketika ia sedang diajar oleh guru tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kasus dan kejadian tersebut sebagai petunjuk atau akibat dari mengajar yang hanya mentransfer ilmu pengetahuan dan subjek belajar seolah-olah hanya membutuhkan pengetahuan saja. Padahal tujuan belajar belajar secara esensial, disamping untuk mendapatkan pengetahuan juga ketrampilan dan untuk pembinaan sikap mental. Dengan demikian tidaklah hanya cukup kalau dilakukan proses pengajaran yang menstranfer ilmu pengetahuan, namun harus kita barengi dengan mendidik.
Guru tidak boleh terisolasi dari perekembangan sosial masyarakatnya, tugas guru sebagai pendidik merupakan tugas mewariskan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada muridnya. Kemudian muridnya belajar memperoleh dan lebih besar juga dari gurunya.
Lebih jauh lagi pendapat Wens Tanlain, dkk ( 1989 ) menyebutkan ada beberapa poin yang menjadi tanggung jawab seorang guru adalah pertama: mematuhi norma dan nilai kemanusiaan, kedua : menerima tugas mendidik bukan sebagai beban tetapi dengan gembira dan sepenuh hati, ketiga : belajar dan mengajar memberikan penghargaan kepada orang lain termasuk kepada anak didik, keempat : bersikap arif dan bijaksana dan cermat serta hati-hati, kelima : sebagai orang beragama melakukan kesemua hal tersebut diatas berdasarkan tawa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila guru yang ditampilkan seperti diatas akan tercapailah fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang pada Bab II pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Penddikan Nasional yang berbunyi ” pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berekembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan menjadi warga negara yang demo0kratis serta beranggung jawab. Pendek kata guru wajib bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan amalannya dalam rangka membina dan membimbing anak didik .
Hal tersebut mempunyai arti bahwa seorang guru adalah figur pemimpin yang dalam batas-batas tertentu dapat mengendalikan para muridnya. Guru seorang arsitek yang berusaha membentuk jiwa dan watak anak didik, disamping itu juga guru memiliki peluang yang sangat menentukan untuk membangun sikap hidup atau kepribadian anak didiknya sehigga dapat berguna bagi diri dan keluarganya kelak di kemudian hari. Seorang guru bekerja dalam melaksanakan tugas kepprofesionalannya tidak karena takut pada pimpinannya, tetapi karena panggilan tugas profesionalnya dan juga merupakan ibadah.
Oleh karena itu mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. Apabila kita bandingkan dengan pengertian mengajar maka mendidik lebih mendasar. Mendidik tidak sekedar menstranfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga menstranfer nilai-nilai yang harus kita tanamkan untuk bekal mereka dikemudian hari. Menurut pendapat Sardiman AM dalam bukunya Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (2000) bahwa mendidik diartikan lebih komprehensif yakni membina diri anak didik secara utuh, baik segi kognitif, psikomotorik maupun afektifnya agar tumbuh dan berkembang sebagai manusia-manusia yang berpribadi.
Dengan demikian berkaitan dengan soal pembentukan kepribadian anak didik maka mendidik juga harus merupakan usaha memberikan tuntutan kepada anak didik untuk dapat berdiri sendiri dengan norma-norma kemanusiaan yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Itulah sebabnya ketika Bapak Presiden Amerika Serikat datang berkunjung ke Indonesia, guru-guru yang pernah mengajarnya tidak pernah menuntut harus bertemu dan bersalam-salaman.

(Uray Iskandar, Guru SMP Negeri 1 Selakau Mahasiswa S2 AP FKIP Untan Pontianak)

You Might Also Like

0 Komentar Tog Bhe Maseh: