Teknik Notasi Ilmiah dan Bahasa Karya Ilmiah
A. Notasi Ilmiah
1. Pengertian
Notasi Ilmiah
Terdapat bermacam-macam sistem dalam
penulisan notasi untuk menyusun karya tulis ilmiah. Sistem yang dikenal di
kalangan masyarakat ilmiah antara lain adalah system University of Chicago
Press, Sistem Harvard, Sistem American Psychological Assosation (APA), Sistem
American Antropoloist, Sistem Harcouver, dan sistem Gabungan (misalnya Sistem
Harvard dengan sistem huruf)-Keseluruhan sistem tersebut pada hakikatnya dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan yakni, pertama, sistem yang mempergunakan
catatan kaki (umpamanya Sistem University of Chicago press), kedua, sistem yang
tidak menggunakan catatan kaki (umpamanya sistem yang menggabungkan kedua
sistem yang pertama).
Sistem yang menggunakan catatan kaki
menaruh sumber rujukan yang berupa nama pengarang, judul, penerbit, tahun
penerbitan, dan halaman yang dirujuk, dibagian bawah dari halaman tulisan. Dari
sinilah dikembangkan terminology footnote atau catatan kaki disebabkan
letak rujukan yang diletakan pada bagian bawah atau kaki dari tulisan. Walaupun
demikian, terdapat juga sistem yang menggunakan catatan kaki, namun meletakkan
daftar rujukannya tidak di halaman yang sama, melainkan di belakang setelah
seluruh karya tulis selesai. Hal ini sering dilakukan untuk memudahkan
pengetikan. Sebenarnya, meletakkan daftar rujukan di belakang ini bertentangan
dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sistem catatan kaki, yakni pembaca dengan
cepat menemukan sumber rujukan yang digunakan dalam karya tulis. Seorang
pembaca, yang meresensi sebuah buku untuk menemukan sumber rujukan, menulis
bahwa "catatan kaki yang ditaruh di belakang (menjadi catatan belakang),
malah mempersulit pembaca untuk merekam kutipan-kutipan para analis".
Selanjutnya, ia menyarankan bahwa dalam penerbitan selanjutnya hal ini
"dibenahi
Contoh di atas dikemukakan untuk
menunjukkan bahwa setiap sistem notasi ilmiah mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Jadi, dalam memilih sistem notasi ilmiah, kita harus
mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan tersebut vis-a-vis tujuan
penulisan karya tulis kita. Kelebihan sistem catatan kaki, di samping dengan
mudah menemukan sumber rujukan pada halaman yang sama, juga memungkinkan kita
untuk menambahkan keterangan tambahan untuk tubuh tulisan yang ditaruh dalam
catatan kaki. Keterangan tambahan ini, baik yang berupa penjelasan maupun
analis, akan "memperluas" dan "memperdalam" materi karya
tulis. Hal ini tidak ditaruh dalam tubuh tulisan sebab akan menggangu
kelancaran penulisan.
Disebabkan hal inilah maka sistem
catatan kaki sangat ideal untuk penulisan karya tulis ilmiah yang membutuhkan
kedalaman dan keluasan materi tulisan seperti skripsi, tesis, disertasi, atau
laporan penelitian lainnya. Sebaiknya, terdapat pula tulisan yang relative
tidak sedalam dan seluas karya tulis tersebut seperti artikel ilmiah yang
dipublikasikan dalam jurnal atau majalah. Untuk tulisan semacam ini maka teknik
notasi yang ideal adalah sistem tanpa catatan kaki.
Sistem tanpa catatan kaki, sesuai dengan
namanya, meletakkan daftar pernyataan yang tercantum tulisan. Artinya dalam
pernyataan yang tercantum dalam tubuh tulisan sudah terangkum di dalamnya
sumber rujukan. Hal ini sangat memudahkan penulisan, termasuk mereka yang
membaca tulisan tersebut, terutama bila dikaitkan dengan diskripsi perkembangan
keilmuan (the state of the art) atau analisis perbandingan dengan karya
ilmiah lainnya. Kelemahannya ialah bahwa keterangan tambahan yang bersifat
memperluas dan memperdalam tulisan tidak dapat diberikan.
Untuk mengatasi kekurangan itu maka
sering digabungkan antara sistem tanpa catatan kaki dengan sistem catatan kaki.
Artinya, sumber rujukan mempergunakan sistem tanpa catatan kaki, sedangkan
keterangan tambahan mempergunakan sistem catatan kaki. Penelitian akadeik
seperti skripsi, tesis, dan disertasi, sering mempergunakan sistem gabungan
ini.
Semua peneliti harus menguasai ketigia
sistem penulisan ini dengan berbagai variasinya, Baik sistem catatan kaki,
maupun sistemtanpa catatan kaki, tidak terdiri dari satu teknik notasi ilmiah
yang sama, melainkan berkembang menjadi beragam teknik penulisan. Pengiriman
artikel ke jurnal tertentu membutuhkan persyaratan penulisan tertentu pula.
Sebagaimana telah disinggung terdahulu, penulisan Sistem American Psychological
Association berbeda dengan Sistem American Anthropologist. Perbedaan ini tidak
akan terlalu dibesar-besarkan, yang penting ialah bahwa kita mengenal berbagai
sistem yang berlaku dalam masyarakat ilmiah.
2. Kutipan,
Catatan Kaki, dan Daftar Pustaka
1). Kutipan
Kutipan adalah bagian dari pernyataan,
pendapat, buah pikiran, definisi, atau hasil penelitian orang lain atau penulis
sendiri yang telah terdokumentasi. Kutipan akan dibahas dan ditelaah berkaitan
dengan materi penulisan. Kutipan dari pendapat berbagai tokoh merupakan esensi
dalam penulisan sinteisis.
Kutipan dilakukan apabila penulis sudah
memperoleh sebuah kerangka berpikir yang mantap. Walaupun kutipan atas pendapat
seorang pakar itu diperkenankan, tidaklah berarti bahwa keseluruhan sebuah
tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan. Garis besar kerangka karangan serta
kesimpulan yang dibuat harus merupakan endapat penulis sendiri. Kutipan –
kutipan hanya berfungsi sebagai bahan bukti untuk menunjang pendapat penulis.
Manfaat Kutipan
- untuk menegaskan isi uraian
- untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan yang dibuat oleh penulis
- untuk mencegah penggunaan dan pengakuan bahan tulisan orang lain sebagai milik sendiri
Kutipan Langsung
Kutipan langsung adalah pengambilan bagian
tertentu dari tulisan orang lain tanpa melakukan perubahan ke dalam tulisan
kita. Syarat kutipan langsung adalah sebagai berikut:
- Tidak boleh melakukan perubahan terhadap teks asli yang dikutip
- Menggunakan tiga titik berspasi [. . . ]jika ada bagian yang dikutip dihilangkan
- Menyebutkan sumber sesuai dengan teknik notasi yang digunakan.
- Bila kutipan langsung pendek (tidak lebih empat baris) dilakukan dengan cara :
a. Integrasikan langsung dalam tubuh teks
b. Diberi jarak antarbaris yang sama dengan
teks
c. Diapit oleh tanda kutip
5. Bila kutipan langsung panjang (lebih dari
empat baris) dilakukan dengan cara”
a. Dipisahkan dengan spasi (jarak antarbaris)
lebih dari teks
b. Diberi jarak rapat antarbaris dalam
kutipan
Contoh Kutipan Langsung Pendek
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan
memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk “memandu pikiran dan tindakan”.1
Goleman menyatakan bahwa kecerdasan
emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.1
Contoh Kutipan Langsung Panjang
Kecerdasan
emosi merupakan kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang
lain, serta menggunakan perasaan- perasaan itu untuk memandu pikiran dan
tindakan. Mayer dan Salovey mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
berikut:
Emotional intelligence involves the ability to perceive
accurately, appraise, and express emotion; the ability to understand emotion
and emotional knowledg; and ability to regulate emotions to promote emotional
and intellectual growth.1
Kutipan Tak Langsung
Kutipan tak lansung adalah kutipan yang menuliskan kembali dengan
kata-kata sendiri. Kutipan ini dapay dibuat panjang atau pendek dengan cara
mengintegrasikan dalam teks, tidak diapit dengan kata kutip dan menyebutkan
sumbernya sesuai dengan teknik notasi yang dijadikan pedoman dalam menulis
karya ilmiah.
Contoh Kutipan Taklangsung
Secara empirik hal ini telah dibuktikan oleh Jepang melalui
Restorasi Meiji telah berhasil memodernisasi bangsa Jepang menjadi bangsa yang
maju dengan jalan membenahi sistem pendidikannya terutama pada jenjang
pendidikan tinggi. Faktor pendidikan dalam proses modernisasi menjadi penting
sebab pada hakikatnya modernisasi menjadi penting sebab pada hakikatnya
modernisasi adalah perubahan pandangan hidup yang didorong oleh cara berpikir. 1
2). Catatan Kaki
Catatan kaki adalah penyebutan sumber yang dijadikan
kutipan.Fungsi catatan kaki adalah memberikan penghargaan terhadap sumber yang
dikutip dan aspek ligalitas untuk izin penggunaan karya tulis yang dikutip,
serta yang terpenting adalah etika akademik dalam masyarakat ilmiah sebagai
wujud kejujuran penulis.Ada
beberapa cara yang digunakan dalam menuliskan sumber kutipan, antara lain:
1. Nama pengarang hanya satu orang
Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 39.
Atau
Maurice N. Richter, Jr, Science as a Cultural Process
(Cambridge Schenkman, 1972), h.4
2. Nama
Pengarang yang jumlahnya dua orang dituliskan lengkap
David B. Brinkerhoff dan Lynn K. White, Sociology (St
Paul: Wst Publishing Company, 1988), hal. 585.
3. Nama Pengarang yang
jumlahnya sampai tiga orang dituliskan lengkap sedangkan jumlah pengarang yang
lebih dari tiga orang hanya dituliskan nama pengarang pertama ditambah kata et
al. (et al: dan tain-lain).
John A. R. Wilson, Mildred C. Robeck, and William B. Micheal,
Psychological Foundation of Learning and Teaching (New York: McGraw-Hill
Book Company, 1974), hal. 406.
dan
Carrick Martin et al., Introduction
to Accounting ed ke 3 (Singapore”Mc.Graw-Hill,
1991), hal 123.
4.
Kutipan yang diambil dari halaman tertentu
disebutkan halamannya dengan singkatan p (pagina) atau h (halaman). Sekiranya
kutipan itu disarikan dari beberapa halaman umpamanya dari halaman 1 sampai
dengan 5 maka dikutip p. 1-5 atau hh 1-5.
David Harrison, The
Sociology of Modernization and Development (London: Unwin Hyman Ltd.,
1988), hal.20-21.
Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Pendidikan (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 39- 44
5.
Sebuah makalah yang
dipublikasikan dalam majalah, Koran, kumpulan karangan atau disampaikan dalam
forum ilmiah dituliskan dalam tanda kutip yang disertai dengan informasi
mengenai makalah tersebut.
Karlina, "Sebuah Tanggapan :
Hipotesa dan Setengah llmuan," Kompas, 12 Desember 1981 ,h.4.
Liek Wiliardjo, "Tanggung
llmuan" Pustakath. Ill 1979,pp.11-14. Jawab Sosial No. 3, April
M. Sastrapratedja,
"Perkembangan ilmu dan Teknologi dalam Kaitannya dengan Agama dan
Kebudayaan". Makalah
disampaikan dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III, LIPI. Jakarta, 15-19 September 1981.
B. Suprapto, "Aturan Permainan
dalam ilmu-ilmu alam."llmu dalam Perspektif. ed. Juiun S.
Suriasumantri (Jakarta : Gramedia, 1978) pp. 129-133.
J.J. Honingman, The World of Man, dalam Alfian (ed.),
Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan
(Jakarta : Gramedia, 1985), hal. 100.
6. Pengulangan kutipan
dengan sumber yang sama dilakukan dengan memakai notasi op. cit. (opera citato
: dalam karya yang telah dikutip), loc. Cit. (loco citato : dalam tempat yang
telah dikutip dan ibid, (ibidem: dalam tempat yang sama). Untuk pengulangan
maka pengarang tidak ditulis lengkap melainkan cukup nama familinya saja.
Sekiranya pengulangan dilakukan dengan tidak diselang oleh pengarang lain maka
dipergunakan notasi ibid.
dikutip kembali
sumber yang sama dengan kutipan sebelumnya pada halaman yang sama
lbid
dikutip kembali sumber yang
sama dengan kutipan sebelumnya pada halaman yang berbeda
Ibid.,hal 12.
Mengutip sumber yang sama
dan halaman yang sama tetapi sudah diselingi oleh sumber lain
Conny R. Semiawan, loc. cit.
Mengutip sumber yang sama
dan halaman yang berbeda tetapi sudah diselingi oleh sumber lain
Jujun S. Suriasumantri, op. cit., hal. 49
Mengutip
pengarang yang sama buku berbeda dan halaman yang sama tanpa diselingi oleh
sumber lain
Suriasumantri, Pembangunan Modernisasi dan Pendidikan, hal. 39 – 42.
Mengutip
pengarang yang sama buku berbeda dan halaman yang sama tetapi sudah diselingi
oleh sumber lain
Suriasumantri, Pembangunan Modernisasi dan Pendidikan, loc.cit.
Mengutip
pengarang yang sama buku berbeda dan halaman yang berbeda tetapi sudah
diselingi oleh sumber lain
Suriasumantri, Pembangunan Modernisasi dan Pendidikan, op.cit., hal. 7
7. Kadang-kadang
kita ingin mengutip sebuah pernyataan yang telah dalam karya tulis yang lain.
Untuk itu maka kedua sumber itu kita tuliskan.
Anastasi dalam Syafuddin Azwar, Pengantar Psikologi
Inteligensi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 6.
Anton Bekker, “Badan
Manusia dan Budaya” dalam G. Muedjanti, (ed.) Tantangan Kemanusiaan Universal
(Yogyakarta: Kanisius), hal. 19.
Jujun S. Suriasumantri, “Pembangunan Sosial Budaya Secara
Terpadu”, dalam Masalah Sosial Budaya
Tahun 2000: Sebuah Bunga Rampai Soedjatmoko at al. (ed.) (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1986), hal. 10.
8. Kadang-kadang kita ingin mengutip sebuah
pernyataan yang telah diterjemahkan. Untuk itu maka kedua sumber itu kita
tuliskan.
Theodore M. NewComb, Ralph H. Turner dan Philip E. Converse, Psikologi Sosial, Terjemahan FPUI
(Jakarta: Diponegoro: 1985), hal. 325.
J.W. Schoorl, Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan
Negara-negara Sedang Berkembang, Terjemahan R.G. Soekadijo (Jakarta: PT
Gramedia, 1982), hal. 4.
9. Majalah/Jurnal Ilmiah
James F. Stratman, “The Emergence of Legal Composition as a field of
inquiry,” Review of Educational Research, LX (2,1990), pp. 153-235.
10. Interview
Interview dengan Dr.
Endry Boeriswati, M.Pd. . Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNJ, 2
Februari 2007 pukul 15.00
11. Tidak dipublikasikan
Endry Boeriswati, Penilian
Berbasis Kelas dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia,Makalah Pelatihan
Widya Iswara Bahasa Indonesia, Jakarta : PPPG Bahasa, 2006)
12. Buku yang terdiri dari
beberap jilid yang mempunyai judul umum namun tiap jilid mempunyai subjudul
sendiri.
Russell G. Davis (ed.), Planning Education ofr
Development. Vol II : Issues and Problem in the Planning of Education in
Developing Countries (Cambridge, Harvard University, 1980). P.p. 76.
13. Dokumen
RI, Undang-Undang
Dasar 1945, Bab VII, Pasal 19, Ayat 1.
14. Situs Internet
Thorndike, R.L., History of Infleunces in Develompment of
Intelligence Theory & Testing, (http://www.Indiana.edu/~intel/Thorndike.html),
1998, hal. 1.
Traditional Intelligence
Theories,.(http://edweb.gsn.org/edref.mi.
hst.html), 2000, hal. 1Report of Task Force established by Board of Scientific
Affairs of American Psychological Assciation, (http://www.cycau.com/Organ/
Upstream/ IQ/apa/html), 20/08/2000, hal. 13
3. Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan rujukan penulis selama ia melakukan
dan menyusun penulisan baik sebagai penunjang maupun sebagai data. Ada beberapa
teknik penulisan daftar pustaka.Semua teknik yang dipilih dapat menyesuaikan
dengan pedoman yang kita pilih.Namun demikian pada dasarnya daftar pustaka
digunakan untuk pembantu pembaca mengenal ruang lingkup penulis, memberikan
informasi kepada pembaca untuk memperoleh pengetahuan yang lebih lengkap dan
mendalam daripada kutipan yang digunakan penulis, dan membantu pembaca memilih
refrensi dan materi dasar studinya.
Teknik penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut:
a.
Baris pertama dimulai pada margin kiri, baris kedua dan selanjutnya
dimulai dengan 3 ketukan ke dalam.
b.
Jarak antarbaris 1,5 spasi
c.
Diurutkan berdasarkan abjad huruf pertama nama
keluarga penulis.
d.
Jika penulis yang sama menulis lebih dari satu karya
tulis yang dikutip, nama penulis nama penulis harus ditulis berulang.
e.
Urutan penulisan: nama penulis diawali nama keluraga
penulis, tahun terbitan, judul karya tulis dengan menggunakan huruf kapital di
awal kata, dan data publikasi berisi nama kota dan nama penerbit karya yang
dikutip.
Contoh
Penulisan Daftar Pustaka
Brotowidjoyo, Mukayat D.
2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed.
Ke-2). Jakarta: Akademika Pressindo.
Perino, Joseph G. 1999. Self-Confidence,
http://www.psychological-self-help.com/
intro/html.on-line
Suriasumantri, Jujun S. “Pembangunan Sosial Budaya Secara
Terpadu”, dalam Masalah Sosial Budaya
Tahun 2000: Sebuah Bunga Rampai Soedjatmoko at al. (ed. 1986).Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Schoorl, J.W. 1982. Modernisasi:
Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang, Terjemahan
R.G. Soekadijo. Jakarta:
PT Gramedia..
B. Bahasa
dalam Karya Tulis Ilmiah
1. Bahasa llmiah
Berbagai ketentuan yang sepatutnya diperhatikan oleh penyusun
karya tulis ilmiah agar karya tulisnya komunitatif, karya tulis ilmiah itu
harus memenuhi kriteria logis sistematis, dan lugas, karya tulis ilmiah disebut
logis jika keterangan yang dikemukakannya dapat ditelusuri alasan-alasannya
yang masuk akal. Karya tulis ilmiah disebut sistematis
jika keterangan yang ditulisnya disusun dalam satuan-satuan yang berurutan dan
saling berhubungan. Karya tulis ilmiah disebut lugas jika keterangan yang
diuraikannya disajikan dalam bahasa yang langsung menunjukkan persoalan dan
tidak berbunga-bunga. Dalam hubungan dengan penggunaan bahasa. Bab ini akan
membicarakan pemakaian bahasa, bab ini akan membicarakan pemakaian ejaan yang
disempurnakan, pembentukan kata, pemilihan kata, penyusunan kalimat efektif,
dan penyusunan paragraf dalam karya tulis ilmiah.
Ciri-ciri Bahasa Ilmiah
a.
Bahasa Ilmiah harus tepat dan
tunggal makna, tidak remang nalar ataupun mendua.
Contoh:”penelitian ini mengkaji
metode pemebalajaran CTL objek yang efektif dan efisien”
b. Bahasa Ilmiah mendefinisikan secara tepat
istilah, dan pengertian yang berkaitan dengan suatu penelitian, agar tidak
menimbulkan kerancuan.
c. Bahasa Ilmiah itu singkat, jelas dan
efektif.
Contoh:”tulisan
ini (dilakukan dengan maksuduntuk) membahas kecendrungan peningkatan
kompetensi guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2006”.
Catatan: kata-kata yang di dalam kurung sebaiknya dihilangkan.
Kalimat Yang Efektif
•
“Kalimat yang membangkitkan
acuan dan makna yang sama di benak pendengar atau pembaca dengan yang ada di
benak pembicara atau penulis
•
Kalimat
yang efektif ditentukan oleh:
–
Keterpaduan
kalimat: mengacu pada penalaran (deduksi, induksi, top-down, bottom-up, dll.)
–
Koherensi
kalimat: mengacu pada hubungan timbal-balik antara kalimat-kalimat
Contoh :
Kalimat tidak
Efektif
|
Kalimat
Efektif
|
a. membahayakan bagi penderita
b. membicarakan tentang penyakit
c. mengharapkan akan tindakan
d. para dokter saling bantu-membantu
e. keharusan daripada dilakukannya tindakan pembedahan
|
a.
membahayakan penderita
b.
membicarakan penyakit
c.
mengharapkan tindakan
d.
para dokter saling membantu
e.
keharusan melakukan
pembedahan
|
Koherensi Kalimat
Hal-hal yang dapat mengganggu koherensi kalimat
•
Tempat kata
–
Pekan
Kesenian Bekas Penyandang Kusta Nasional
•
Pemilihan dan Pemakaian Kata
–
Memilih kata depan atau kata
penghubung yang salah:
•
Dari hasil perhitungan…..
–
Memilih dua kata yang
kontradiktif atau medan
maknanya tumpang tindih:
•
Banyak siswa-siswa ….
•
Suatu
ciri-ciri yang didapatkan…...
–
Menggunakan
kata yang tidak sesuai:
•
Walaupun banyak artikel
berpendapat…..
–
Menggunakan nama atau istilah
yang benar, tetapi penulisannya keliru
2. Penerapan
Ejaan yang disempurnakan
a. Penggunaan
Spasi
Penggunaan
spasi setelah tanda baca sering tidak diindahkan. Menurut ketentuanyang
berlaku, setelah tanda baca (titik, koma, titik koma, titik dua, tanda satu,
tanda Tanya) harus ada spasi, jarak satu pukulan ketikan.
b. Pengunaan
Garis Bawah Satu
Garis bawah satu dalam karya tulis ilmiah
digunakan untuk menandai kata-kata atau bagian-bagian yang harus dicetak miring
apabila karya tulis ilmiah itu diterbitkan. Garis bahwa satu dipakai pada 1)
anak bab, 2) subanak bab, 3) kata asing atau kata daerah, 4) judul buku,
majalah, surat kabar yang dikutip dalam naskah. Perhatikan contoh-contoh
berikut:
1) Anak Bab
Misalnya
1. Latar Belakang dan Masalah
2) Subanak Bab
Misalnya:
1.1.1. Latar Belakang
1.1.2. Masalah
3) Kata Asing atau kata Daerah
Acceptence
boundary "batas penerimaan"
Papalingpang
(Sd.) bertentangan.
4)
Judul
Buku, Majalah, atau Surat Kabar yang diterbitkan
Misalnya:
Buku Dasar-dasar Gizi Kuliner
Majalah Intisari
Surat Kabar Kompas
Garis bawah satu itu dibuat terputus-putus
kata demi kata, sedangkan spasi (jarak kata dengan kata) tidak perlu digarisbawahi
sebab yang akan dicetak miring adalah kata itu sendiri.
3. Pemenggalan
Kata
Apabila memengalan atau penyukuran
sebuah kata dalam penggantian baris, kita harus membubuhkan tanda kurang (-),
dengan tidak didahului spasi dan tidak dibubuhksn di pinggir ujung bsris. Tanda
hubung itu dibubuhkan di pinggir ujung baris. Dalam kaitan ini, pias kanan
karya tulis ilmiah tidak perlu lurus. Yang harus diutamakan adalah pemenggalan
kata sesuai dengan kaidah penyukuan, bukan masalah kelurusan atau kerapian pias
kanan karya tulis ilmiah. Namun, jika pengetikan karya tulis menggunakan
computer, kerapian pias kanan dapat deprogram dan penyukuran kata dapat
dicegah. Berikut dicantumkan kaidah penyukuran sesuai dengan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.
1)
Kalau
di tengah kata ada dua vocal yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara
kedua vocal.
Misalnya : bi-arkan, mema-lukan, pu-ing.
2)
Kalau
di tengah kata ada dua vocal yang mengapit sebuah konsonan (termasuk ng, ny,
sy, dan kh), Pemisahan tersebut dilakukan sebelum konsonan itu.
Misalnya : pu-jangga, tereke-nal,
meta-nol, muta-khir.
3) Kalau di tengah kata ada dua konsonan atau
lebih, Pemisahan tersebut dilakukan di antara konsonan itu.
Misalnya : hid-roponik, resep-sionis,
lang-sung.
4) Kalau di tengah kata ada tiga konsonan atau
lebih, Pemisahan tersebut dilakukan di antara konsonan yang pertama dan
konsonan kedua.
Misalnya : Indus-trial, kon-struksi, in-stansi, ben-trok.
5) Jika kata berimbuhan atau berpartikal
dipengal, kita harus memisahkan imbuhan atau partikel itu dari kata dasarnya
(termasuk imbuhan yang mengalami perubahan bentuk).
Misalnya : pelapuk-an, me-ngisahkan,
peng-awetan.
Selain itu, jangan sampai terjadi pada
ujung baris atau pada pangkal baris terdapat hanya satu huruf walaupun huruf
itu merupakan satu suku kata. Demikaian juga, harus diusahakan (kalau mungkin)
agar nama orang tidak dipenggal atau suku-suku katanya.
4. Penulisan
di sebagai kata Depan
Di yang berfungsi sebagai kata depan
harus dituliskan terpisah dari kata yang mengiringinya. Biasanya di sebagai
kata depan ini berfungsi menyatakan arah atau tempat dan merupakan jawaban atas
pernyataan dimana.
Contoh-contoh penggunaan di kata depan
di
samping di rumah
di
persimpangan
di
sebelah utara
di
pasar
di
sungai
di
luar kota
di
toko
5. Penulisan
di- sebagai Awalan
Di- yang berfungsi sebagai awalan
membentuk kata kerja pasif dan harus dituliskan serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Pada umumnya, kata kerja pasif yang berawalan di-dapat diubah
menjadi kata kerja aktif yang berawalan meng-(meN-).
Misalnya:
Diubah berlawanan dengan mengubah
Dipahami berlawanan dengan memahami
Dilihat berlawanan dengan melihat
Dimeriahkan berlawanan dengan memeriahkan.
Diperlihatkan berlawanan dengan
memperlihatkan.
6. Penulisan
ke sebagai Kata Depan
Ke yang berfungsi sebagai kata depan,
biasanya menyatakan arah atau tujuan dan merupakan jawaban atas pertanyaan ke
mana. Ke belakang ke
muka
ke kecamatan
ke lokasi penelitian
ke pinggir
ke atas
ke sini
ke samping
ke bawah
ke dalam
Sebagai patokan kita, ke yang dituliskan
terpisah dari kata yang mengiringinya jika kata-kata itu dapat dideretkan
dengan kata-kata yang didahului kata di dan dari.
Misalnya :
Ke sana di sana dari sana
Ke kecamatan di kecataman dari kecamatan
ke jalan raya di jalan raya dari jalan raya
ke berbagai di berbagai dari berbagai
Instansi Instansi Instansi
7. Penulisan ke-sebagai Awalan
Ke- yang tidak menunjukkan arah atau
tujuan harus dituliskan serangkaian dengan kata yang mengiringinya karena
ke-seperti itu tergolong imbuhan.
Misalnya:
Kelima kepagian
Kehadiran ketrampilan
Kekasih kepanasan
Kehendak kedinginan
Ketua kehujanan
Catatan:
Ke pada kata kemari, walaupun menunjukkan arah,
harus dituliskan serangkaian karena tidak dapat dideretkan dengan di mari dan
dari mari. Selain itu,
penulisan ke pada kata keluar harus dituliskan serangkai jika berlawanan dengan
kata masuk. Misalnya : saya ke luar dari organisasi itu. Akan
tetapi, jika ke luar itu berlawanan dengan ke dalam, ke harus
dituliskan terpisah. Misalnya, Pandangannya diarahkan ke luar ruangan.
8. Penulisan
Partikel pun
Pada dasarnya, partikel pun yang
mengikuti kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan harus dituliskan
terpisah dari kata yang mendahuluinya karena pun di sana merupakan kata
yang lepas.
Menangis pun di rumah pun
Seratus pun satu kali pun
Berlari pun tingginya pun
Negara pun apa pun
Sesuatu pun ke mana pun
Akan tetapi, kata-kata yang mengandung
pun berikut harus dituliskan serangkai karena sudah dianggap padu benar. Jumlah
kata seperti itu tidak banyak, hanya dua belas kata, yang dapat dihapal di luar
kepala, yaitu adapun, andaipun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, ataupun,
kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, Cyang berarti walaupun)
sungguhpun, dan walaupun.
9. Penulisan Partikel per
Partikel per yang berarti
"mulai" demi atau "tiap" dituliskan terpisah dari kata yang
mengikutinya.
Misalnya :
Per meter per kilogram
Per orang per Oktober
Per orang per Januari
Per kapita per liter
Satu per
satu
Akan tetapi, per yang menunjukkan
pecahan atau imbuhan harus dituliskan serangkaian dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Lima tiga perdelapan perempat final
Empat pertiga satu perdua
Dua pertujuh tujuh persembilan
10. Penggunaan
Tanda Hubung (-)
Tanda hubung digunakan untuk merangkaikan
kata ulang. Dalam pedoman ejaan kata ulang harus dituliskan dengan dirangkaikan
oleh tanda hubung. Penggunaan angka dua pada kata ulang tidak dibenarkan,
kecuali dalam tulisan-tulisan cepat,- seperti catatan pada waktu mewawancarai
seseorang atau catatan fapat. Perhatian penggunaan tanda hubung pada kata ulang
berikut.
dibesar-besarkan bolak-balik
berliku-liku meloncat-loncat
ramah-tamah kait-mengait
sayur-mayur tunggang-langgang
centang-perenang kupu-kupu
compang-camping tolong-menolong
Tanda hubung juga harus digunakan antara
huruf kecil dan huruf capital kata berimbuhan, baik awalan maupun akhiran, dan
antara unsur kata yang tidak dapat berdiri sendiri dan kata yang mengikutinya
yang diawali huruf capital.
Misalnya:
rahmat-Nya se-Jawa Barat
non-RRC di sisi-Nya
se-DKI Jakarta non-Palestina
hamba-Nya se-lndonesia
KTP-Nya PBB-lah
ber-SIM SK-mu
Makhluk-Nya pan-lslamisme
Sinar-X
Antara huruf dan angka dalam suatu
ungkapan juga harus digunakan tanda hubung.
Misalnya :
ke-2 ke-50
uang 500-an ke-25
ke-100 tahun 90-an
ke-40 ke-500
abad 20-an
Jika dalam tulisan terpaksa
digunakan kata-kata asing yang belum diserap, kemudian kata itu diberi imbuhan
bahasa Indonesia, penulisannya tidak langsung diserangkaikan, tetapi
dirangkaikannya dengan tanda hubung. Dalam hubungan ini, kata asingnya perlu
digarisbawahi (cetak miring).
Misalnya:
men-charter di-recall
di-charter di-calling
di-coach men-tackle
pen-tacle-an
Sebenarnya, masih banyak masalah ejaan yang perlu
dibicarakan, terutama yang sering dijumpai dalam tulisan sehari-hari salah,
tetapi karena ada hal lain, yaitu masalah penyusunan kalimat dan paragraph,
yang juga perlu disinggung selintas, pembicaraan ejaan dicukupkan sekian
saja.Diharapkan agar para penyusun karya tulis ilmiah memiliki sendiri buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan agar segala masalah aturan
ejaan dapat dikuasai betul.
11. Pembentukan
Kata
a. Peluluhan
Bunyi
Jika kata dasar berbunyi awal /kl, /pi, /t/, /s/, ditambah
imbuhan meng-, meng-...kan, atau meng-l, bunyi awal itu harus
luluh menjadi (ng), /ml/, /n/, dan /ny/. Kaidah itu berlaku juga bag! kata-kata
yang berasal dari bahasa asing yang sekarang sudah menjadi warga kosakata
bahasa Indonesia.
Bandingkan dua bentuk di bawah ini, yaitu bentuk baku dan bentuk tidak baku.
Bentuk Baku
|
Bentuk Tidak Baku
|
Mengikis
Mengultuskan
Mengambinghitamkan
Mengalkulasikan
Memesona
Memarkir
Menafsirkan
Menahapkan
Menerjemahkan
Menyukseskan
Menyuplai
Menargetkan
Menakdirkan
|
Mengkikis
Mengkultuskan
Mengkambinghitamkan
Mengkalkuiasikan
Mempesona
Memparkir
Mentafsirkan
Mentahapkan
Menterjemahkan
Mensukseskan
Mensuplai
Mentargetkan
Mentakdirkan
|
Demikian juga, bunyi /k/, /p/, /t/, /s/,
harus luluh jika diberi imbuhan peng- atau peng..-an (pe-N atau pe
N-....an).
Bentuk
Baku
|
Bentuk
Tidak Baku
|
Pengikisan Pemarkiran Penargetan Penerjemahan Penahanan Penyuplai
penyuksesan
|
Pengikikisan Pemparkiran Pentargetan Penterjemahan Pentahapan Pensuplai
Pensuksesan
|
Kaidah di atas tidak berlaku bagi
kata-kata serapan yang bunyi awal katanya berupa gugus konsonan.
Transkripsi menjadi mentranskripsikan
atau pentranskripsian, klasifikasi menjadi mengklasifikasikan atau
pengklasifikasian.
b. Penulisan Gabungan Kata
Di dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan terdapat kaidah yang menyatakan bahwa gabungan
kata, termasuk yang lazim disebut kata majemuk, unsure-unsurnya dituliskan
terpisah. Gabungan kata yang harus dituliskan
terpisah, antara lain, sebagai berikut.
duta besar tata bahasa
sebar luas loka karya
tanda tangan empat puluh
ibu kota dua puluh lima
rumah sakit umum lipat ganda
hancur lebur juru tulis
tanggung
jawab anak emas
tepuk tangan kerja sama
kambing hitam beri tahu
Selain gabungan kata di atas yang harus
dituliskan terpisah, terdapat juga gabungan kata yang harus dituliskan
serangkai, yaitu gabungan kata yang sudah dianggap sebagai kata yang padu,
sebagai berikut.
Bagaimana
bumi putra
padahal
halalbihalal
saputangan
segitiga
antarkota
antarwarga
asusila
dasawarsa
kontrarevolusi
ekstrakurikuler
Pancasila
mahakuasa
mahasiswa
pascapanen
pascaperang
purnawirawan
purnasarjana
semiprofessional
nonmigas
|
apabila
dari pada
matahari
barangkali
manakala
sekaligus
bilamana
amoral
dwiwarna
caturtunggal
poligami
monoteisme
saptakrida
subbagian
subpanitia
subseksi
swadaya
swasembada
peribahasa
perilaku
tunarungu
tunanetra
|
Karya tulis ilmiah biasanya ditulis pada
kertas ukuran A4, dengan margin
(lebar sisi) kiri 4 cm dan sisi atas, bawah dan samping kanan 3
cm.. Jenis huruf, spasi, format numbering sub-sub judul bab, serta pola penomoran dan
lain-lain biasanya ditentukan oleh
masing-masing institusi. Namun demikian yang penting dalam penulisan ilmiah
adalah konsistensi bentuk/ukuran dari awal sampai akhir tulisan. Berikut ini
disajikan beberapa contoh format yang umum.
1. Halaman Sampul
0 Komentar Tog Bhe Maseh: