KONSEP MOTIVASI KERJA
PENDAHULUANTidak sedikit sebuah organisasi mengalami penurunan motivasi dalam menjalankan roda organisasinya. Hal demikian biasanya nampak dari munculnya banyak keluhan-keluhan dari para aktivis organisasi tersebut dan mandegnya aktivitas organisasi. Keluhan ini terjadi bisa disebabkan karena ada masalah di wilayah motivasi para aktivisnya. Sebuah kerancuan motivasi mungkin sedang terjadi. Lalu, pembenaran-pembenaran alasan dirumuskan, misalnya karena banyaknya aktivitas sehingga hilang konsentrasi untuk menggerakan roda organisasi atau karena organisasinya tidak lagi dianggap memiliki greget. Konsekuensi ini nampak pada kecenderungan para aktivisnya yang berharap dari organisasi bukan bagaimana memberi kontribusi bagi organisasi. Walhasil organisasi menjadi stagnan. Dalam konteks ini mungkin perlu disegarkan kembali dengan menguliti motivasi, melakukan evaluasi kritis atas motivasi dalam berorganisasi. Untuk itu mendiskusikan kembali teori motivasi yang selama ini berkembang atau mungkin juga dianut para aktivis organisasi perlu didilakukan.
Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah- laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat).
Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut Khaerul Umam (2010) motivasi adalah sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri ; berasal dari dalam atau dari luar individu, dapat menimbulkan prilaku bekerja, dapat menetukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya prilaku bekerja.
Stephen P Robbin (1996:198) mendefinisikan motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Definisi tersebut memiliki tiga unsur kunci, yaitu upaya/effort, tujuan organisasi/organizational goals, dan kebutuhan/need. Unsur effort, merupakan ukuran intensitas, bila seseorang termotivasi, maka ia akan mencoba sekuat tenaga untuk mendapatkan apa yang dinginkannya. Upaya yang tinggi dan pekerjaan disalurkan pada arah yang benar dan bermanfaat akan membawa pada hasil kierja yang tinggi dan menguntungkan bagi perusahaan.dengan mempertimbangkan kualitas dan upaya(effort) maupun intensitasnya, dan konsisten dengan arah dan tujuan organisasi (organizational goals) maka motivasi menjadi sangat penting posisinya sebagai sebuah proses pemenuhan kebutuhan
Sedangkan kebutuhan (needs) adalah suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tak terpuaskan akan menciptakan tegangan tegangan yang merangsang dorongan didalam diri tiap individu. Dorongan ini menimbulkan suatu prilaku pencarian untuk menemukan tujuan tujuan tertentu yang jika tercapai kebutuhan tersebut, maka akan terjadi pengurangan tegangan.
Pegawai yang termotivasi berada dalam kondisi tegang,untuk mengendurkan tegangan ini,mereka mengeluarkan upaya. Makin besar tegangan, makin tinggi tingkat upaya itu.jika upaya ini berhasil menghantar pada pemenuhan kebutuhan tersebut, maka tegangan akan dikurangi. Karena proses motivasi ini kepentingannya dengan prilaku kerja, maka pengurangan tegangan harus diarahkan pada tujuan tujuan organisasi dan motivasi menjadi persyaratan bahwa kebutuhan individu itu sesuai (compatible) dan konsisten dengan tujuan organisasi.
Motivasi seorang pegawai untuk bekerja biasanya didasarkan pada kebutuhan yang berbeda. Sesuai dengan tingkat pendidikan dan kondisi ekonominya. Orang yang semakin terdidik dan semakin independen secara ekonomi, maka sumber motivasinya akan berbeda. Tidak hanya didasarkan pada formal authority and financial incentives , ada faktor lain seperti kebutuhan untuk berkembang (growth and achievment).
Motivasi dipengaruhi oleh faktor faktor lain yaitu :
• Faktor individual, terdiri dari kebutuhan kebutuhan (needs), tujuan tujuan (goals), sikap (attitude), dan kemampuan (ability)
• Faktor organisasional, sementara faktor organisasional meliputi: pembayaran gaji (pay), kemananan pekerjaan (job security), hubungan sesama pekerja (co-workers),pengawasan (supervision),pujian (praise) dan pekerjaan itu sendiri (job it self)
Oleh karena itu, ketika kita melihat para karyawan bekerja keras melaksanakan aktivitasnya, kita dapat menyimpulkan bahwa mereka didorong keinginan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Motivasi adalah satu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan. Intensitas adalah seberapa kerasnya seseorang berusaha, namun intensitas yang tinggi saja tidak akan membawa ke hasil yang diinginkan kecuali disertai dengan upaya/arah. Sedangkan ketekunan adalah ukuran seberapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
BAB II
KONSEP MOTIVASI KERJA
A. Konsep Motivasi
Dari semua isu dalam bidang komunikasi, manjemen, dan kepemimpinan, terdapat isu yang paling popular dari hal tersebut, yakni motivasi. Motivasi menyangkut alasan-alasan mengapa orang mencurahkan tenaga untuk melakukan suatu pekerjaan. Biasanya bidang ekonomi memusatkan perhatiannya pada penggunaan efisien sumber daya; namun, satu asumsinya adalah, setidaknya hingga ditemukannya teori efisiensi-X oleh Leibenstein (1978), bahwa “perusahaan atau organisasi secara internal efisien, yang berarti bahwa perusahaan atau organisasi itu menghasilkan keluaran (output) maksimal bagi seperangkat sumber daya tertentu (kadang-kadang disebut efisiensi teknis)”. Asumsi ini menimbulkan asumsi sampingan bahwa organisasi pasti meminimalkan biaya.
Dari kajian kepustakaan yang dilakukan Frantz (1988) mengenai efisiensi internal, ditemukan sebagian unsur yang termasuk kedalam efisiensi-X, diantaranya adalah :
1. Kajian produktivitas,
yang menunjukan bahwa perubahan sederhana dalam organisasi fisik dari proses pruduktivitas suatu pabrik akan menimbulkan kenaikan produktivitas kerja yang relative besar dan pengurangan biaya satuan yang keluar.
2. Alokasi sumber daya,
Seperti arus kerja, kondisi pabrik menyangkut cahaya dan suhu,jam kerja, metode pembayaran gaji, penyerdehanaan kerja.
3. Faktor pendekatan manejemen
Sebagai faktor oragnanisasi yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan pekerja.
Efisiensi-X , mengasumsikan, diperoleh lewat hubungan vertikal yang menumbuhkan tekanan untuk berusaha lebih banyak, kepuasaan individu dari menghindari tekanan tersebut dan kepuasan dari menerima persetujuan penyelia.
B. Tujuan Motivasi
Tujuan motivasi adalah :
1. Meningkatkan moral & kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktivitas kerja
3. Mempertahankan kstabilan karyawan perusahaan
4. Meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana & hubungan kerja yg baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas & partisipasi karyawan.
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
9. Mempertinggi rasa tanggungjawab karyawan
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-2 & bahan baku.
Menurut Gouzali Saydam (2005:328) tujuan pemberian motivasi adalah untuk
1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan;
2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja;
3. Meningkatkan disiplin kerja;
4. Meningkatkan prestasi kerja;
5. Mempertinggi moral kerja karyawan;
6. Meningkatkan rasa tanggung jawab;
7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi;
8. Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.
Kemudian Malayu Hasibuan (2003:97-98) mengemukakan bahwa pemberian motivasi mempunyai tujuan, yaitu:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan;
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan;
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan;
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan;
7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;
8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasai karyawan;
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraaaan karyawan;
10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya;
11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku;
12. Dan lain sebagainya.
Dari pernyataan para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemberian motivasi dapat dikatakan sangat penting karena pemimpin atau manajer memerlukan kerjasama yang baik dengan bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pentingnya pemberian motivasi kepada bawahan yaitu agar mereka tetap mau dan bersedia melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan keahlian atau keterampilan yang mereka miliki.
C. Azas-Azas Motivasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:98) asas-asas motivasi meliputi:
1. Asas Mengikutsertakan. Artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.
2. Asas Komunikasi. Artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi.
3. Asas Pengakuan. Artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
4. Asas Wewenang yang Didelegasikan. Artinya memberikan kewenangan, dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.
5. Asas Adil dan layak. Artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan. Misalnya pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua karyawan harus adil dan layak kalau masalahnya sama.
6. Asas Perhatian Timbal Balik. Artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik, maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
D. Metode-Metode Motivasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:100), metode-metode motivasi terdiri dari:
1. Metode Langsung (Direct Motivation), adalah motivasi (materiil dan nonmaterial) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam, dan lain sebagainya.
2. Metode Tidak Langsung (Indirect Motivation), adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Motivasi tidak langung ini besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga produktivitas kerja meningkat.
Metode merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu kegiatan, yaitu suatu cara yang digunakan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu melakukan metode yang tepat dalam pemberian motivasi kepada bawahannya.
Sebelum memberikan motivasi kepada bawahannya, seorang pemimpin harus mengetahui, mempelajari, dan memahami terlebih dahulu apa yang menjadi motif bawahan tersebut mau bekerja. Seorang pemimpin mustahil memberikan motivasi yang sama kepada orang yang berbeda. Hal ini tergantung dari faktor-faktor yang mendorong seseorang mau bekerja, misalnya ada pegawai yang bekerja dengan tekun dan mempunyai loyalitas tinggi terhadap organisasi. Akan tetapi ada juga pegawai yang malas bekerja.
E. Teori-Teori Motivasi
Seorang pemimpin harus memotivasi bawahannya agar mau bekerjasama mencapai tujuan organisasi. Tetapi perilaku setiap individu akan berbeda, hal ini tergantung dari kebutuhan dari masing-masing individu tersebut. Gibson (1996:186) mengemukakan bahwa:
Kebutuhan adalah kekurangan yang dialami individu pada suatu waktu tertentu. Kekurangan tersebut dapat bersifat fisik misalnya kebutuhan akan makanan, psikologis misalnya kebutuhan untuk beraktualisasi diri, atau sosiologis misalnya kebutuhan untuk interaksi sosial. Kebutuhan-kebutuhan merupakan pemicu dari respon perilaku. Implikasinya adalah menjadi lebih mudah terpengaruh kepada upaya memotivasi dari para manajer.
Menurut Winardi (2004:7) “problem inti motivasi yang berkaitan dengan manajer suatu organisasi adalah bagaimana cara merangsang sekelompok orang yang masing-masing memiliki kebutuhan yang khas dan kepribadian unik untuk bekerjasama menuju pencapaian sasaran-sasaran organisasi mereka”. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tjutju Yuniarsih dkk (1998:150) bahwa “Motivasi kerja merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan kerja. Menumbuhkan motivasi kerja diantara bawahan adalah tantangan dan sekaligus tanggung jawab seorang manajer atau atasan”.
Adapun teori motivasi yang dibahas pada bab ini yaitu Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow, Teori Dua Faktor-Herzberg, Teori ERG, Three Needs Theory David McClelland.
1) Teori Hierarki Kebutuhan
Marihot Tua Efendi Hariandja (2005:324) mengemukakan bahwa “Teori hierarki kebutuhan dikemukakan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia. Kemudian menurut Gibson et al (1996:189) bahwa:
Model hierarki kebutuhan merupakan teori Maslow yang menganggap kebutuhan orang bergantung kepada apa yang telah mereka miliki. Dalam pengertian, suatu kebutuhan yang telah terpenuhi bukan faktor motivator. Kebutuhan manusia, tersusun dalam suatu hierarki kepentingan, yaitu fisiologis, keamanan, rasa memiliki, penghargaan, dan aktualisasi diri.
Dalam proses pemenuhan kebutuhan, perilaku individu akan didominasi dan ditentukan oleh jenis kebutuhan yang belum terpenuhi. Perilaku pada dasarnya dimotivasi oleh suatu keinginan mrncapai tujuan. Kebutuhan yang telah terpenuhi akan berkurang dalam kekuatannya dan biasanya tidak memotivasi individu tersebut untuk mencari tujuan guna memenuhinya. Menurut Maslow, kebutuhan manusia dalam organisasi terdiri dari lima macam kebutuhan (T. Hani Handoko, 2003:258) yang tingkatannya digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Leon C. Megginson, Donald C. Masley & Paul H. Pietri, Jr., (1983:356)
Gambar 1. Hierarki Kebutuhan dari Maslow
Hierarki kebutuhan di atas menggambarkan bahwa pada dasarnya manusia akan pertama sekali berusaha untuk memenuhi kebutuhan tingkat pertama. Setelah kebutuhan tingkat pertama terpenuhi, kemudian timbul keinginan untuk memenuhi kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya. Marihot Tua Efendi Hariandja (2005:325-327) secara lebih jelas mengemukakan mengenai kelima tingkat kebutuhan tersebut, yaitu:
1. Kebutuhan fisik (physiological needs). Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan diri sebagai makhluk hidup, seperti kebutuhan untuk makanan, minuman, pakaian, seks, dan lain-lain. Karena ini merupakan kebutuhan biologis, maka kebutuhan ini akan didahulukan pemenuhannya oleh manusia, dimana bila ini belum terpenuhi atau belum terpuaskan, maka individu tidak akan tergerak untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi.
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs). Kebutuhan ini berkaiatan dengan kebutuhan rasa aman dari ancaman-ancaman dari luar yang mungkin terjadi seperti keamanan dari ancaman orang lain, ancaman alam, atau ancaman bahwa suatu saat tidak dapat bekerja karena faktor usia atau faktor lainnya. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan pertama terpenuhi.
3. Kebutuhan sosial (social needs). Kebutuhan ini berkaitan dengan menjadi bagian dari orang lain, dicintai orang lain, dan menciantai orang lain. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan tingkat pertama dan kedua terpenuhi. Kebutuhan ini ditandai dengan keinginan seseorang untuk menjadi bagian atau anggota dari kelompok tertentu, keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, dan keinginan membantu orang lain.
4. Kebutuhan pengakuan (esteem needs). Kebutuhan yang berkaitan tidak hanya menjadi bagian dari orang lain (masyarakat), tetapi lebih jauh dari itu, yaitu diakui/dihormati/dihargai oleh orang lain karena kemampuannya atau kekuatannya. Kebutuhan ini ditandai dengan keinginan untuk mengembangkan diri, meningkatkan kemandirian dan kebebasan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs). Kebutuhan yang berhubungan dngan aktualisasi/penyaluran diri dalam arti kemampuan/minat/potensi diri dalam bentuk nyata dalam kehidupannya merupakan kebutuhan tingkat tertinggi dari teori Maslow. Hal ini ditandai dengan hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginannya.
Perilaku individu pada waktu tertentu biasanya ditentukan oleh kebutuhan mereka yang paling kuat. Karena itu penting bagi manajer/pemimpin untuk memiliki pengertian mengenai kebutuhan-kebutuhan yang biasanya penting bagi banyak orang.
2) Teori Dua Faktor-Herzberg
Teori Motivasi Dua Faktor Kepuasan (Gibson et al, 1996:197) dikemukakan oleh seorang ahli psikologi dan konsultan manajemen yang bernama Frederick Herzberg. Teori ini memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator instrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik.
Kepuasan kerja yang didasarkan pada faktor-faktor yang sifatnya instrinsik (faktor pemuas) akan tercapai apabila para pegawai merasa puas dengan pekerjaannya. Sebaliknya, ketidakpuasan kerja yang pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik (faktor pemeliharaan) terjadi apabila pegawai merasa tidak puas dengan pekerjaannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi secara lebih jelas disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Faktor-Faktor Pemuas dan Pemeliharaan Dalam Kerja
Sumber : T. Hani Handoko (2003:260)
Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Hezberg (T. Hani Handoko, 2003:260) maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Penemuan penting dari penelitian Hezberg adalah bahwa manajer perlu memahami faktor-faktor apa yang dapat digunakan untuk memotivasi para karyawan. Faktor-faktor pemeliharaan sebagai faktor negatif (yang ekstrinsik) dapat mengurangi dan menghilangkan ketidakpuasan kerja dan menghindarkan masalah, tetapi tidak akan dapat digunakan untuk memotivasi bawahan. Hanya faktor-faktor positiflah, “motivators” (yang instrinsik), yang dapat memotivasi para karyawan untuk melaksanakan keinginan para manajer.
Apabila pemimpin ingin memberikan motivasi kepada para pegawainya maka yang perlu diutamakan adalah faktor-faktor yang sifatnya instrinsik. Teori Hezberg menyatakan bahwa lawan kata “kepuasan” adalah “tidak ada kepuasan”, sedangkan lawan kata “ketidakpuasan” ialah “tidak ada kepuasan”. Faktor-faktor yang mengakibatkan ketidakpuasan mungkin saja berhasil mewujudkan ketenangan kerja dalam organisasi, akan tetapi ketenangan kerja itu belum tentu bersifat motivasional bagi para pekerja.
3) Teori ERG
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer, yang sebetulnya tidak jauh berbeda dengan teori dari A. Maslow yang menyatakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan manusia. Teori ERG (Marihot Tua Efendi Hariandja, 2005:332) mengatakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan manusia, yaitu:
• Existence, berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahakan keberadaan seseorang dalam hidupnya. Dikaitkan dengan penggolongan kebutuhan dari Maslow, ini berkaitan dengan kebutuhan fisik dan keamanan.
• Relatedness, berhubungan dengan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Dikaitkan dengan penggolongan kebutuhan dari Maslow, ini meliputi kebutuhan sosial dan pengakuan.
• Growth, berhubungan dengan kebutuhan pengembangan diri, yang identik dengan kebutuhan self-actualization yang dikemukakan oleh Maslow.
Teori ERG secara konseptual terdapat kesamaan dengan Teori Hierarki Maslow (Sondang Siagian, 2003:289), yaitu : “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam Teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hierarki ketiga dan keempat menurut konsep Maslow, dan “Growth” mengandung makna yang sama dengan self actualization menurut Maslow.
Gibson et al (1996:194) menjelaskan bahwa ada sejumlah perbedaan antara Teori ERG dan Teori Maslow, yaitu:
Perbedaan Teori Motivasi ERG dan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow berbeda pada bagaimana orang bergerak pada kelompok-kelompok kebutuhan yang berbeda. Maslow menyatakan bahwa kebutuhan yang belum terpenuhi lebih banyak berperan dan bahwa tingkat kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi tidak didorong hingga kebutuhan yang predominan tersebut terpuaskan. Maka seseorang akan meningkat kepada hierarki kebutuhan yang lebih tinggi hanya bila kebutuhan tingkat rendahnya telah terpuaskan. Sebagai kebalikannya, Teori ERG menyatakan bahwa sebagai tambahan kepada proses peningkatan kepuasan yang diajukan Maslow, proses penurunan frustasi juga terjadi. Yaitu jika seseorang terus menerus frustasi dalam mencoba memuaskan kebutuhan pertumbuhan, kebutuhan keterkaitan muncul kembali sebagai kekuatan motivasi yang utama, yang mengakibatkan individu mengarahkan kembali upaya-upaya untuk memuaskan kebutuhan tingkat yang lebih rendah.
4) Three Needs Theory David McClelland
Three Needs Theory dari David McClelland merupakan teori yang menyatakan bahwa individu dengan suatu kebutuhan yang kuat akan terdorong atau termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhan. Gibson et al (1996:200) mengemukakan bahwa Three Needs Theory dari David McClelland terdiri dari kebutuhan berprestasi (n Ach), kebutuhan berafiliasi (n Aff), dan kebutuhan berkuasa (n Pow). Menurut McClelland , ketika suatu kebutuhan kuat berada dalam diri seseorang, efeknya adalah memotivasinya untuk menggunakan tingkah laku yang mengarah pada pemuasan kebutuhan.
Secara lebih jelas, Marihot Tua Efendi (2005:329) mengemukakan bahwa tiga kebutuhan manusia yaitu:
• Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu lebih baik dibandingkan sebelumnya.
• Kebutuhan untuk berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk lebih kuat, lebih berpengaruh terhadap orang lain.
• Kebutuhan afiliasi (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk disukai, mengembangkan, atau memelihara persahabatan dengan orang lain.
Gouzali Saydam (2005:366) mengemukakan bahwa “Kebutuhan berprestasi (need for achievement) merupakan kebutuhan untuk berhasil dalam setiap kegiatan”. Kebutuhan untuk berprestasi tersebut merupakan motivasi individu tersebut untuk bersedia bekerja keras dan berkreativitas dalam pekerjaannya.
Untuk memberi motivasi kepada pegawai yang memiliki n Pow tinggi, seorang pemimpin harus dapat menciptakan suasana dan berupaya sering memberi tanggung jawab serta memberi kesempatan yang ada untuk maju dan berkembang. Sedangkan kebutuhan afiliasi adalah suatu kebutuhan untuk menyenangkan dan berusaha menghindari konflik atau bentrokan dengan pihak lain.
Dari konsep teori-teori motivasi di atas, penulis lebih mengacu pada teori motivasi dari David McClelland yaitu Three Needs Theory yang terdiri dari kebutuhan akan prestasi (n Ach), kebutuhan akan affiliasi (n Aff), dan kebutuhan akan kekuasaan (n Pow). Three Needs Theory merupakan teori yang menyatakan bahwa individu dengan suatu kebutuhan yang kuat akan terdorong atau termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhan. Selain itu, Three Needs Theory mendekati dan mewakili dari masalah yang ada pada objek penelitian yaitu pada dasarnya para pegawai termotivasi untuk bekerja dengan didasarkan pada prestasi, affiliasi, dan kekuasaan.
F. Isu Dalam Motivasi
Menurut Khaerul Umam (2010). Ada banyak cara untuk memotivasi orang lain mencapai sasaran atau menyelesaikan suatu tugas maupun mengatasi persoalan atau tantangan yang dihadapinya. Salah satu karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memotivasi orang lain dalam mencapai tujuan atau misi dari organisasinya. Seorang pemimpin yang tidak mampu memotivasi orang-orangnya, tidak lebih dari seorang penunjuk jalan, yang tahu ke mana harus pergi tetapi sepenuhnya tidak dapat mengendalikan mereka yang dipandunya.
Beberapa masalah unik yang dihadapi dalam upaya memotivasi karyawan menurut Kairul Umam adalah :
1. Memotivasi Para Profesional
Para professional lazimnya berbeda dari para non professional (Robbin, 2006). Mereka memiliki komitmen yang kuat dibidang keahliannya. Kesetian mereka lebih sering pada profesinya, bukan pada majikannya.
Apakah yang memotivasi para professional? Uang dan promosi terletak dibagian bawah dari daftar prioritas mereka. Mengapa ? Mereka cenderung digaji dengan baik dan mereka menikmati apa yang mereka kerjakan. Berbeda dengan itu, tentang pekerjaan cenderung diberi peringkat tinggi. Mereka suka menangani masalah-masalah dan menemukan pemecahan. Imbalan utama mereka dalam pekerjaan adalah kerja itu sendiri. Para professional memprioritaskan pentingnya mendapatkan peluang untuk mengembangkan keterampilan.
Usaha untuk memotivasi kaum professional dapat dilakukan dengan cara :
a. Memberikan proyek-proyek menantang dan berkelanjutan
b. Memberikan otonomi untuk menyalurkan minat mereka
c. Memberikan imbalan melalui kesempatan pendidikan dan pelatihan, loka karya, seminar, dan menghadiri konfrensi yang memungkinkan mereka untuk tetap menguasai perkembangan bidang mereka.
d. Selalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan tindakan lain yang menunjukkan kepada mereka bahwa anda secara tulus tertarik dengan apa yang mereka kerjakan
2. Motivasi Pekerja Sementara/ Karyawan Tidak Tetap
Menurut Kairul Umam (2010), pekerja sementara lazimnya tidak memiliki keamanan atau stabilitas, seperti yang dimiliki karyawan tetap. Mereka tidak diidentikkan dengan organisasi atau tidak diminta menunjukkan komitmen yang dilakukan karyawan lain. Mereka hanya sedikit diberi perawatan kesehatan, pension, atau tunjangan yang serupa. Oleh karena itu sekelompok kecil pekerja sementara tersebut lebih menyukai kebebasan dari statusnya.
Apa yang akan memotivasi karyawan yang secara terpaksa menjadi karyawan sementara ? Jawabannya adalah kesempatan memiliki status permanen. Banyak kasus sebuah organisasi yang memilih karyawan permanen dari kumpulan karyawan sementara, para karyawan sementara bekerja keras dengan harapan akan dijadikan karyawan permanen.
3. Memotivasi Tenaga Kerja Yang Beragam
Kata kunci untuk memotivasi tenaga kerja yang beragam adalah keluwesan (fleksibilitas). Bersiaplah untuk merancang jadwal kerja, rencana kompensasi, tunjangan, menetapkan fisik pekerjaan, dan semacamnya yang mencerminkan kebutuhan karyawan anda yang beragam.
BAB III
KESIMPULAN
Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan, “orang merupakan unsur yang sangat penting dalam organisasi”. Untuk mencapai tujuan organisasi maka salah satu hal yang perlu dilakukan pemimpin adalah memberikan daya pendorong yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku para pegawai agar bersedia bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Daya pendorong tersebut disebut sebagai motivasi.
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Pegawai yang termotivasi berada dalam kondisi tegang,untuk mengendurkan tegangan ini,mereka mengeluarkan upaya. Makin besar tegangan, makin tinggi tingkat upaya itu.jika upaya ini berhasil menghantar pada pemenuhan kebutuhan tersebut, maka tegangan akan dikurangi. Karena proses motivasi ini kepentingannya dengan prilaku kerja, maka pengurangan tegangan harus diarahkan pada tujuan tujuan organisasi dan motivasi menjadi persyaratan bahwa kebutuhan individu itu sesuai (compatible) dan konsisten dengan tujuan organisasi.
Motivasi seorang pegawai untuk bekerja biasanya didasarkan pada kebutuhan yang berbeda. Sesuai dengan tingkat pendidikan dan kondisi ekonominya. Orang yang semakin terdidik dan semakin independen secara ekonomi, maka sumber motivasinya akan berbeda. Tidak hanya didasarkan pada formal authority and financial incentives , ada faktor lain seperti kebutuhan untuk berkembang
Referensi
http://sambasalim.com/manajemen/motivasi-kerja.html. Akses tanggal 30 Januari 2011
http://ubed-centre.blogspot.com/2006/12/motivasi-berorganisasi-sebuah-catatan.html Akses tanggal 30 Januari 2011
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/01/4/man01.html Akses tanggal 30 Januari 2011
http://lilisulastri.wordpress.com/category/perilaku-organisasi-organizatonal-behavior/ Akses tanggal 30 Januari 2011
Robbins P. Stephen,(1996). Perilaku Organisasi , Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prehallindo
0 Komentar Tog Bhe Maseh: