Budaya Organisasi

7:34 PM URAY ISKANDAR 0 Comments

Budaya adalah sumber keunggulan kompetitif utama berkelanjutan yang kemungkinan
timbul sebagai pemersatu dalam organisasi sistem, struktur dan karir (Subir Chowdhury,
2005: 327). Budaya sebagai semua temu hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan, kebendaan dan kebudayaan
jasmaniah dalam upaya menguasai alam sekitar¬nya. Rasa meliputi jiwa manusia,
mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan dalam arti luas, di
dalamnya meliputi ideologi, kebatinan, kesenian serta segala pengetahuan dan teknologi
(Soerjono Soekanto, 1993: 166).
Sekolah merupakan suatu organisasi, dan budaya yang ada di tingkat sekolah
merupakan budaya organisasi. Resep utama budaya organisasi adalah interpretasi
kolektif yang dilakukan oleh anggota-anggota organisasi berikut hasil aktivitasnya.
Budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku
anggota organisasi. Budaya selalu menga¬lami perubahan, hal ini sesuai dengan
peranan sekolah sebagai agen perubahan yang selalu siap untuk mengikuti perubahan
yang terjadi. Maka budaya organisasi sekolah diharapkan juga mampu mengikuti,
menyeleksi, dan berinovasi terhadap perubahan yang terjadi. Tilaar, 2004: 41
mengemukakan bahwa kebudayaan dan pendidikan merupakan dua unsur yang tidak
dapat dipisahkan karena saling mengikat. Budaya itu hidup dan berkembang karena
proses pendidikan, dan pendidikan itu hanya ada dalam suatu konteks kebudayaan.
Yang ada dalam arti kurikulum adalah sebagai rekayasa dari pembudayaan suatu
masyarakat, sedangkan proses pendidikan itu pada hakekatnya merupakan suatu proses
pembudayaan yang dinamik.
Budaya organiasi terdiri dari dua komponen yaitu: 1) nilai (value) yakni sesuatu yang
diyakini oleh warga organisasi dalam menge¬tahui apa yang benar dan apa yang salah,
dan 2) keyakinan (belief) yakni sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam
organisasinya. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam penyeleng¬garaan pendidikan
diharapkan para pelaksana pendidikan di sekolah dapat mengubah budaya organisasinya
sesuai dengan kondisi yang ada.
Terdapat beberapa kriteria kelompok dalam merespon perubahan dikemukakan oleh
Handoko T. Hani, 2001: 322-323 yaitu: 1) menyangkal perubahan yang terjadi,
2) mengabaikan adanya perubahan, 3) menolak perubahan, 4) menerima perubahan dan
menyesuaikan dengan perubahan, dan 5) mengantisipasi perubahan dan
merencanakannya.
Kondisi yang terjadi mengenai sikap, perilaku, pola pikir, tindakan terhadap keadaan
organisasi adalah merupakan suatu budaya organisasi.
Budaya organisasi dapat diciptakan dan dikondisikan oleh sesama tenaga kerja yang ada
di organisasi bersangkutan.
Budaya organisasi memiliki peranan yang sangat strategis untuk mendorong dan
meningkatkan keefektifan kinerja organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial yang mengikat sesama anggota
organiasi secara bersama-sama dalam suatu visi dan tujuan yang sama.
Ada 4 fungsi budaya organisasi yaitu; 1) memberikan suatu iden¬titas organisasional
kepada anggota organisasi, 2) memfasilitasi dan membuahkan komitmen kolektif, 3)
meningkatkan stabilitas sistem sosial, dan 4) membentuk perilaku dengan membantu
anggota-anggota organisasi memiliki pengertian tehadap sekitarnya.
Budaya organisasi dapat dikatakan baik jika mampu menggerakkan seluruh personal
secara sadar dan mampu memberikan kontribusi terhadap keefektifan serta
produktivitas kerja yang optimal.

Setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang mempengaruhi semua aspek organisasi dan perilaku anggotanya secara individual dan kelompok. Budaya organisasi memiliki peranan yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan keefektifan kinerja organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial yang mengikat sesama anggota organiasi secara bersama-sama dalam suatu visi dan tujuan yang sama.
Budaya organisasi yang di dalamnya memuat norma-norma dan nilai-nilai dasar mengenai hidup manusia, diyakini dapat memberikan pengaruh yang
signifikan bagi pembentukan perilaku kepala sekolah dan guru-guru dalam melakukan aktivitas sesuai fungsinya masing-masing serta membantu mereka memahami nilai dan makna dari pekerjaan yang ditangani di sekolah.
Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Menurut Mc. Namara dalam Hikmat ( 2009:211) mengemukakan bahwa dilihat dari sisi input, budaya organisasi mencakup umpan balik ( feed back) dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Adapun dilihat dari proses, budaya organisasi mengacu pada asumsi, nilai dan norma. Sementara dilihat dari output berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk dan sebagainya.
Budaya organisasi di sekolah ditandai pula oleh adanya norma-norma yang berisi tentang standar perilaku dari anggota sekolah, baik bagi siswa maupun guru. Standar perilaku ini bisa berdasarkan pada kebijakan intern sekolah itu sendiri maupun pada kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan fungsi untuk berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada warga sekolah.
Budaya organisasi sekolah dibangun oleh pola-pola kerja yang dilakukan oleh warga sekolah setiap hari, yang kemudian dianut sebagai suatu nilai yang menjadi tradisi sekolah. Tradisi dijalankan oleh sekolah secara berulang-ulang menjadi ritual kemudian muncul sebagai kultur sekolah yang terus dipertahankan anggotanya secara turun temurun dan akan menjadi kebanggaan. Sekolah menjadi rumah tinggal yang memberi kebanggaan kepada seluruh warga sekolah.
Sebagaimana dinyatakan oleh Ardana, dkk (2008:170) bahwa budaya organisasi adalah sistem dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan sebagian besar cara mereka bertindak.
Pengertian budaya organisasi menurut Edgar Schein, dalam Wirawan (2008:8) adalah pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi mereka belajar untuk menyelesaikan problem-problem, menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal dan berintegrasi dengan lingkungan internal.
Selanjutnya menurut Indrawijaya ( 2010:198) budaya organisasi adalah keseluruhan nilai, norma-norma, kepercayaan-kepercayaan dan opini-opini yang dianut dan dijunjung tinggi bersama oleh para anggota orgnisasi, sehingga memberi arah dan corak kepada anggota organisasi tersebut.

Sedangkan menurut Robbins ( 1990:479) budaya organisasi dijelaskan sebagai nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi, falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan, cara pekerjaan dilakukan ditempat itu, asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat diantara anggota organisasi.
Dengan demikian budaya organisasi adalah suatu pola dasar yang dikembangkan oleh organisasi sebagai kristalisasi dari nilai-nilai serta merupakan kepercayaan maupun harapan bersama para anggota organisasi. untuk menanggulangi masalah-masalah yang diadaDalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam menjadi basic. Menurut Sathe dalam Taliziduhu Ndraha (1997) bahwa shared basic assumptions meliputi : (1) shared things; (2) shared saying, (3) shared doing; dan (4) shared feelings.
Pada bagian lain, Edgar Schein (2002) menyebutkan bahwa basic assumption dihasilkan melalui : (1) evolve as solution to problem is repeated over and over again; (2) hypothesis becomes reality, dan (3) to learn something new requires resurrection, reexamination, frame breaking.
Dengan memahami konsep dasar budaya secara umum di atas, selanjutnya kita akan berusaha memahami budaya dalam konteks organisasi atau biasa disebut budaya organisasi (organizational culture). Adapun pengertian organisasi di sini lebih diarahkan dalam pengertian organisasi formal. Dalam arti, kerja sama yang terjalin antar anggota memiliki unsur visi dan misi, sumber daya, dasar hukum struktur, dan anatomi yang jelas dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Sejak lebih dari seperempat abad yang lalu, kajian tentang budaya organisasi menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan ahli maupun praktisi manajemen, terutama dalam rangka memahami dan mempraktekkan perilaku organisasi.
Edgar Schein (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi dapat dibagi ke dalam dua dimensi yaitu :
(1) Dimensi external environments; yang didalamnya terdapat lima hal esensial yaitu: (a) mission and strategy; (b) goals; (c) means to achieve goals; (d) measurement; dan (e) correction.
(2) Dimensi internal integration yang di dalamnya terdapat enam aspek utama, yaitu : (a) common language; (b) group boundaries for inclusion and exclusion; (c) distributing power and status; (d) developing norms of intimacy, friendship, and love; (e) reward and punishment; dam (f) explaining and explainable : ideology and religion.
Pada bagian lain, Edgar Schein mengetengahkan sepuluh karateristik budaya organisasi, mencakup : (1) observe behavior: language, customs, traditions; (2) groups norms: standards and values; (3) espoused values: published, publicly announced values; (4) formal philosophy: mission; (5) rules of the game: rules to all in organization; (6) climate: climate of group in interaction; (7) embedded skills; (8) habits of thinking, acting, paradigms: shared knowledge for socialization; (9) shared meanings of the group; dan (10) metaphors or symbols.
Sementara itu, Fred Luthan (1995) mengetengahkan enam karakteristik penting dari budaya organisasi, yaitu : (1) obeserved behavioral regularities; yakni keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya, mereka mungkin menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual tertentu; (2) norms; yakni berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan; (3) dominant values; yaitu adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah atau efisiensi yang tinggi; (4) philosophy; yakni adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan (5) rules; yaitu adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi (6) organization climate; merupakan perasaan keseluruhan (an overall “feeling”) yang tergambarkan dan disampaikan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain
Dari ketiga pendapat di atas, kita melihat adanya perbedaan pandangan tentang karakteristik budaya organisasi, terutama dilihat dari segi jumlah karakteristik budaya organisasi. Kendati demikian, ketiga pendapat tersebut sesungguhnya tidak menunjukkan perbedaan yang prinsipil.
Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Mc Namara (2002) mengemukakan bahwa dilihat dari sisi in put, budaya organisasi mencakup umpan balik (feed back) dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari proses, budaya organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya nilai tentang : uang, waktu, manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat dari out put, berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk dan sebagainya.
Dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanannya terhadap perubahan, John P. Kotter dan James L. Heskett (1998) memilah budaya organisasi menjadi ke dalam dua tingkatan yang berbeda. Dikemukakannya, bahwa pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu bahkan meskipun anggota kelompok sudah berubah. Pengertian ini mencakup tentang apa yang penting dalam kehidupan, dan dapat sangat bervariasi dalam perusahaan yang berbeda : dalam beberapa hal orang sangat mempedulikan uang, dalam hal lain orang sangat mempedulikan inovasi atau kesejahteraan karyawan. Pada tingkatan ini budaya sangat sukar berubah, sebagian karena anggota kelompok sering tidak sadar akan banyaknya nilai yang mengikat mereka bersama. Pada tingkat yang terlihat, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu organisasi, sehingga karyawan-karyawan baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya. Sebagai contoh, katakanlah bahwa orang dalam satu kelompok telah bertahun-tahun menjadi “pekerja keras”, yang lainnya “sangat ramah terhadap orang asing dan lainnya lagi selalu mengenakan pakaian yang sangat konservatif. Budaya dalam pengertian ini, masih kaku untuk berubah, tetapi tidak sesulit pada tingkatan nilai-nilai dasar.

You Might Also Like

0 Komentar Tog Bhe Maseh: