SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA DALAM PENINGKATAN KINERJA GURU

21.14 URAY ISKANDAR 0 Comments


SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA
DALAM PENINGKATAN KINERJA GURU

Oleh : Edy Erwan

Kegiatan Supervisi Kepala Sekolah dan motivasi kerja berpengaruh secara psikologis terhadap kepuasan kerja guru, guru yang merasa puas dengan pemberian supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja maka guru akan bekerja dengan sukarela yang akhirnya dapat membuat produktivitas kerja mereka menjadi meningkat. Tetapi jika guru kurang puas terhadap pelaksanaan supervisi dan motivasi kepala sekolah maka guru bekerja karena terpaksa dan menunjukkan sikap-sikap yang negatif karena merasa tidak puas, hal ini mengakibatkan produktivitas kerja guru menjadi turun.Mengingat Supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja berpengaruh terhadap  kinerja guru, maka dengan demikian, kegiatan supervisi pembelajaran harus menjadi program utama dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya, khususnya melalui peningkatan kompetensi guru dan meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran. Juga berusaha untuk terus meningkatkan pelaksanannya, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya
Kata Kunci : Supervisi Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, Kinerja Guru

Pendahuluan

Menciptakan produktivitas sekolah yang tinggi, diperlukan kinerja tenaga pendidik yang berkualitas dan memadai. Kinerja tenaga pendidik perlu dilakukan karena untuk memenuhi tuntutan dan perubahan-perubahan di lingkungan pendidikan serta untuk pembinaan dan pengembangan guru dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan dalam dunia pendidikan, dan hanya dengan pengukuran kinerja seseorang dapat diketahui bahwa telah bekerja dengan baik atau tidak.
            Dalam melaksanakan tugas profesionalnya, seorang guru tidak terlepaskan dari kegiatan penilaian. Kedudukan penilaian sangat penting bagi penunaian tugas keberhasilan melaksanakan pembelajaran.        Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui apakah program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan tersebut telah dikuasai oleh pesertanya atau belum.    Kinerja personal sekolah terkait dengan produktivitas sekolah, yang merupakan tujuan akhir dari administrasi atau penyelenggaraan pendidikan. Jika produktivitas sekolah diukur dari prestasi belajar siswa, maka hal tersebut sangat tergantung  pada prosesnya, yaitu kinerja mengajar gurunya.
Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, Pasal 3) dikemukakan sebagai berikut:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka  mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi  peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertatakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,   mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung   jawab”.

            Untuk  mewujudkan tujuan nasional tersebut, dalam tatanan mikro pendidikan harus mampu menghasilkan SDM berkualitas dan professional sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Sisdiknas Pasal 3 di atas. Dalam hal ini guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama. Dengan kata lain, perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru pula.
Dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru di sekolah, banyak faktor yang harus diperhatikan oleh kepala sekolah, selain faktor yang bersifat internal yang bersumber pada guru itu sendiri, juga faktor eksternal yang bersumber dari luar diri guru. Faktor internal seperti faktor potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik guru. Faktor ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru di sekolah. Faktor eksternal yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap profesionalisme dan kepuasan kerja guru adalah faktor layanan supervisi kepala sekolah.
Sementara itu, kecenderungan melemahnya produktivitas guru berdasarkan pengamatan penulis dilapangan, terjadinya guru yang membolos mengajar, guru yang masuk ke kelas tidak tepat waktu, tidak mempunyai persiapan mengajar (Satuan Pelajaran), dan tidak punya absensi siswa. Dan pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah belum dilaksanakan dengan sebaik-baiknya kepada guru. Beberapa rekan penulis yang sama-sama menjabat kepala SMP mengaku kurang serius dalam melaksanakan fungsinya sebagai supervisor.
Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa supervisi pengajaran yang diberikan oleh kepala sekolah sebagai manajer organisasi sekolah dan sebagai supervisor kepada guru dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerja di sekolah (Wahjosumidjo,1994:12).
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, kepala sekolah harus memerankan diri dalam tatanan perilaku yang disingkat EMASLIME, sebagai singkatan dari educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator, dan entrepreneur. Dan dua diantara EMASLIME tersebut, yaitu: supervisor (supervisi) dan motivator (motivasi) yang diperankan kepala sekolah merupakan variabel yang dipilih dalam penelitian ini karena merupakan langkah strategis yang diduga dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.
Peningkatan profesionalisme guru dalam mengajar adalah melalui supervisi akademik. Supervisi akademik yang juga disebut sebagai supervisi pengajaran “menjunjung tinggi perbaikan mutu secara berkesinambungan (continuous quality improvement)” sebagai salah satu prinsip dasar dari manajemen mutu terpadu (Satori, 2006:6).
Supervisi akademik adalah: serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Ditegaskan lagi oleh Dadang Suhardan (2010:13), bahwa masalah mutu pembelajaran, menyangkut masalah yang sangat esensial yaitu masalah kualitas mengajar yang dilakukan guru harus mendapat pengawasan profesional dan pembinaan terus menerus dan berkelanjutan dari supervisor untuk memperbaiki pembelajaran. Dapat dikatakan  bahwa supervisi akademik bukan untuk menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, tetapi melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga pendidik dalam melakukan tugasnya. Memberikan motivasi terhadap guru dapat terdiri atas pemberian penghargaan yang dapat menumbuhkan inisiatif, kemampuan-kemampuan kreatif, dan semangat berkompetisi yang sehat. Penghargaan ini sangat penting untuk meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik, dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif.
Motivasi pada dasarnya merupakan kondisi mental yang mendorong pemimpin melakukan suatu tindakan atau aktivitas dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian pemenuhan keinginan, kebutuhan, memberi kepuasan, ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Stanley Vance, dalam Sudarwan Danim (2010:117), mengatakan bahwa pada hakikatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan pemimpin yang berada dan bekerja di kondisi tertentu untuk melaksakan tindakan-tindakan yang menguntungkan dilihat prespektif pribadi dan terutama organisasi. Selanjutnya Robert Dubin dalam Sudarwan Danim (2010:117), mengartikan motivasi sebagai kekuatan kompleks yang membuat pemimpin berkeinginan memulai dan menjaga kerja dalam organisasi.
Mengingat bahwa setiap individu berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, maka sangat penting bagi kepala sekolah untuk melihat kebutuhan dan harapan gurunya, bakat dan ketrampilan yang dimiliki serta bagaimana rencana para guru pada masa mendatang. Jika hal tersebut sudah diketahui, maka lebih mudah untuk mengembangkan profesionalitas guru sehingga lebih termotivasi, karena  motivasi dapat memacu guru untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini meningkatkan produktivitas kerja guru sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan.
Kegiatan Supervisi Kepala Sekolah dan motivasi kerja berpengaruh secara psikologis terhadap kepuasan kerja guru, guru yang merasa puas dengan pemberian supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja maka guru akan bekerja dengan sukarela yang akhirnya dapat membuat produktivitas kerja mereka menjadi meningkat. Tetapi jika guru kurang puas terhadap pelaksanaan supervisi dan motivasi kepala sekolah maka guru bekerja karena terpaksa dan menunjukkan sikap-sikap yang negatif karena merasa tidak puas, hal ini mengakibatkan produktivitas kerja guru menjadi turun.
            Winardi (2001:207), mengatakan bahwa: bekerja tanpa motivasi akan cepat bosan, karena tidak adanya unsur pendorong. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya gairah kerja guru, agar guru mau bekerja keras dengan menyumbangkan segenap kemampuan, pikiran, keterampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Guru menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi untuk mendidik. Bila tidak punya motivasi maka tidak berhasil untuk mendidik atau jika dia mengajar karena terpaksa sebab tidak ada kemauan yang berasal dari dalam diri guru. Motivasi merupakan suatu kekuatan potensial yang ada pada diri seseorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya sekitar imbalan moneter, dan imbalan non moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan.
            Ditegaskan lagi oleh Hasibuan (2000:163), bahwa: Para guru mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi tersebut dilepaskan atau digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Menurut McClelland energi yang dilepaskan karena didorong oleh: 1) kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, 2) harapan keberhasilannya, dan 3) nilai insentif yang terlekat pada tujuan.
Dengan demikian bagi kepala sekolah dalam memotivasi guru hendaknya menyediakan peralatan, membuat suasana kerja yang menyenangkan, dan memberikan kesempatan promosi/kenaikan pangkat, memberi imbalan yang layak baik dari segi moneter maupun non moneter. Disamping guru sendiri harus mempunyai daya dorong yang berasal dari dalam dirinya untuk berprestasi dalam karirnya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih agar tujuan sekolah (tujuan pendidikan) dapat tercapai.
Motivasi Kerja Kepala Sekolah
            Motivasi berasal dari kata Latin “Movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan dan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi sebagai pendorong semangat kerja. Menurut Hasibuan (2005:65), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerjasama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.
Menurut G.R. Terry dalam Hasibuan (2005:145), motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Motivasi merupakan pemberian atau penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mau bekerjasama, bekerja secara efektif dan terintegrasi dan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan. Motivasi kerja merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang atau pegawai untuk melaksanakan usaha atau kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi maupun tujuan individual.
Dengan demikian disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang yang menyebabkan melakukan sesuatu tindakan tertentu untuk memenuhi kebutuhannya.
Hasibuan (1996:72), mengatakan motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada bawahan atau pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi. Kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku.
Menurut Wahjosumidjo (1987:174), motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Dan motivasi sebagai proses psikologis timbul atau diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang yang disebut instrinsik atau faktor di luar diri seseorang yang disebut faktor ekstrinsik.
Motivasi seseorang dipengaruhi oleh stimuli kekuatan intrinsik yang ada
pada diri seseorang/individu yang bersangkutan, stimuli eksternal mungkin juga dapat mempengaruhi motivasi, tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut. Wahyusumidjo (1987:95), mengatakan: “Motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil proses interaksi antara sikap, kebutuhan, dan persepsi bawahan dari seseorang dengan lingkungan, motivasi timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya sendiri disebut faktor instrinsik, dan faktor yang dari luar diri seseorang disebut faktor ekstrinsik”.
Selanjutnya faktor instrinsik dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman,
pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan. Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu hal dalam mencapai tujuan, maka motivasi merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan, dan itu jarang muncul dengan sia-sia. Kata butuh, ingin, hasrat dan penggerak semua sama dengan motif yang asalnya dari kata motivasi. Jadi dengan demikain dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah daya penggerak seseorang untuk melakukan tindakan.
Dari beberapa pengertian tentang motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi harus memusatkan pada faktor-faktor yang menimbulkan atau mendorong aktivitas-aktivitas para individu, faktor-faktor tersebut mencakup kebutuhan, motif-motif, dan drive-drive. Motivasi berorientasi pada proses dan berhubungan dengan pelaku, arah, tujuan, dan balas jasa perilaku yang diterima atas kinerja. Dapat juga disimpulkan “Motif dan motivasi dapat mendorong, menggerakkan aktivitas individu untuk berbuat, bekerja, mengerjakan sesuatu dalam suatu organisasi”.
Supervisi Kepala Sekolah
            Misi utama supervisi pendidikan adalah memberi layanan kepada guru untuk mengembangkan mutu pembelajaran, memfasilitasi guru agar dapat mengajar dengan efektif. Melakukan kerjasama dengan guru atau anggota staf lainnya untuk meningkatkan mutu pembelajaran, mengembangkan kurikulum serta meningkatkan pertumbuhan profesionalisasi semua anggotanya.
            Istilah supervisi pembelajaran merujuk kepada pengertian memperbaiki mutu kegiatan pokok di sekolah, yaitu perbaikan proses belajar mengajar atau pembelajaran atau disebut instructional.  Supervisi pengajaran merupakan fungsi penting dalam sistem pendidikan yang mengefektifkan seluruh unsur-unsur pengajaran yang kedalam aktivitas pendidikan, supervisi bergerak dalam bidang akademik.
            Supervisi hadir karena satu alasan untuk memperbaiki mengajar dan belajar. Supervisi hadir untuk membimbing pertumbuhan kemampuan dan kecakapan profesional guru. Bilamana guru memperoleh pembinaan dan kemudian menyadari pentingnya meningkatkan kemampuan diri, guru tumbuh dan makin bertambah mampu dalam menjalankan tugasnya. Proses belajar peserta didik akan menerima dampak lebih baik karena kecakapan guru mengolah pembelajaran makin sempurna, murid juga akan belajar dan berkembang lebih pesat.
Purwanto (2003:32), menambahkan supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Menurut Jones dalam Mulyasa (2003:155), supervisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan yang ditujukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia sekolah yang berhubungan tugas-tugas utama pendidikan.
            Menurut Depdikbud (1980), kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan, harus mampu mengawasi sekolah secara keseluruhan. Salah satu diantaranya adalah mengawasi profesionalisme dan kinerja guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Ditegaskan kembali oleh Sergiovanni dan Starratt (1993), bahwa guru merupakan sumberdaya manusia yang perlu disupervisi kinerjanya dalam melakukan proses pembelajaran di kelas dan dalam mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran di kelas.
Satori (2006:4), menyatakan bahwa;
“Supervisi kepala sekolah kepada guru-guru diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru yang direfleksikan dalam kompetensi guru dalam: 1) merencanakan kegiatan belajar mengajar; 2) melaksanakan kegiatan belajar mengajar; 3) menilai proses dan hasil pembelajaran; 4) menggunakan hasil penilaian untuk peningkatan mutu layanan belajar; 5) memberikan umpan balik secara tepat, teratur, dan terus menerus kepada siswa; 6) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar; 7) mengembangkan interaksi pembelajaran yang efektif dari segi; strategi, metode, dan teknik; 8) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan;  9) memanfaatkan dan mengembangkan alat bantu dan media pembelajaran; 10) memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia; dan 11) melakukan penelitian praktis berupa penelitian tindakan  kelas untuk perbaikan pembelajaran”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan supervisi pendidikan yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan, para guru tidak dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan para guru diperlakukan sebagai partner atau mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat, dan pengalaman yang perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan di dalam usaha-usaha perbaikan pendidikan dan pengajaran di kelas.


Kinerja Guru
            Kinerja adalah tingkat pencapaian standar pekerjaan. Rivai dan Basri (2004) dalam Asri Laksmi Riani (2011:97), menjelaskan kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Ditegaskan Robbins (1994:237), kinerja adalah ukuran dari suatu hasil. Hasil dari suatu pekerjaan dapat  berupa barang ataupun jasa dan kinerja seseorang dapat dilihat dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh orang tersebut. Jika barang atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan diharapkan, maka dapat dikatakan kinerjanya baik, sebaliknya jika barang atau jasa dihasilkan buruk atau tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka dapat dikatakan kinerjanya buruk.
Kinerja juga didefenisikan sebagai hal yang kita lakukan maupun kita kerjakan agar berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini kinerja didefenisikan sebagai tingkat keberhasilan di dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Makna kinerja sebagai suatu penilaian terhadap hasil perilaku individu yang didalamnya termasuk bagaimana pengukuran tentang baik dan buruknya tindakan individu tersebut dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaannya.
Sedangkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam Sedarmayanti (2001:50), mengemukakan; performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil unjuk kerja kerja/penampilan kerja. Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah organisasi kerja.
Berdasarkan uraian tersebut di atas mengungkapkan bahwa dengan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi.
Lebih lanjut, Anwar (1986:86) memberikan pengertian kinerja sama dengan performance yang esensinya adalah berapa besar dan berapa jauh tugas-tugas yang telah dijabarkan telah dapat diwujudkan atau dilaksanakan yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab yang menggambarkan pola perilaku sebagai aktualisasi dan kompetensi yang dimiliki. Dalam kajian yang berkenaan dengan profesi guru. Kinerja sebagai seperangkat perilaku nyata yang ditunjukkan oleh seorang guru pada waktu memberikan pelajaran kepada siswanya. Kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan interaksi belajar-mengajar dikelas termasuk persiapannya baik dalam bentuk program semester maupun persiapan mengajar.
Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menetukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisi. Hasibuan (1999:126), menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input).
            Kinerja guru adalah prestasi yang dapat dicapai seseorang atau organisasi berdasarkan kriteria dan alat ukur tertentu. Parameter yang paling umum adalah efektivitas, efesiensi, dan produktivitas. Lebih lanjut menurutnya ada tiga puluh dua variable dalam diri manusia yang berkontribusi pada produktivitas yang berarti kinerja merupakan faktor dominan dalam produktivitas suatu lembaga pendidikan, kinerja guru adalah prestasi yang dapat ditunjukkan oleh guru. Dan merupakan hasil yang dapat dicapai dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya berdasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu yang tersedia. Wujud dari kinerja guru direalisasikan oleh kompetensi, yaitu: 1) pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik; 2) kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik; 3) profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam; dan 4) sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesame guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. (Pasal 8, UUGD 14/2005).
            Kinerja guru merupakan prestasi atau pencapaian hasil kerja yang dicapai guru berdasarkan standard dan ukuran penilaian yang telah ditetapkan. Standar dan alat ukur tersebut merupakan indikator untuk menentukan apakah seorang guru berkinerja tinggi atau rendah. Berdasarkan sifat dan jenis pekerjaannya, standar tersebut berfungsi pula sebagai alat ukur pertanggungjawaban.
            Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat dan teori kinerja guru diatas, bahwa kinerja  adalah seperangkat perilaku nyata yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam melaksanakan interaksi belajar-mengajar dikelas berdasarkan standard dan ukuran penilaian yang telah ditetapkan.
Kesimpulan
            Gambaran mengenai supervisi kepala sekolah, motivasi kerja dan kinerja guru yang belum dilaksanakan secara baik dan optimal, meunjukkan bahwa Kepala Sekolah selama ini kurang melakukan supervisi pembelajaran yang sudah menjadi tanggung jawabnya yaitu membina, membimbing, mengarahkan para guru dalam mengelola pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian, artinya dimensi supervisi kepala sekolah belum dilaksanakan dengan baik oleh kepala sekolah.
            Motivasi merupakan suatu bentuk reaksi terhadap kebutuhan manusia yang menimbulkan eksistensi dalam diri manusia yaitu keinginan terhadp sesuatu yang belum terpenuhi dalam hidupnya sehingga terdorong untuk melakukan tindakan guna memenuhi dan memuaskan keinginannya.
Dengan demikian kegiatan supervisi pembelajaran harus menjadi program utama dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, khususnya melalui peningkatan kompetensi guru dan meningkatkan kualitas kegiatan proses pembelajaran. Juga berusaha untuk terus meningkatkan pelaksanannya, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan.2010. Kepemimpinan Pendidikan. Bandung.Alfabeta.
Danim, Sudarwan.2010. Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora Pendidikan. Bandung.Alfabeta.
Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Majid Abdul. 2009. Perencanaan  Pembelajaran, Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Muslim Banun Sri. 2009. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru. Bandung. Alfabeta.
Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya.
M. Harris, Ben. 1998. Personnel Administration In Education Leaderhip For Instructional Improvement. Boston. Allyn And Bacon.Inc.
Permadi, Dadi. 2009. Kepemimpinan Mandiri (Profesional) Kepala Sekolah. Bandung. Sarana Panca Karya Nusa.
Purwanto, Ngalim. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung. Remaja Rosada Karya.
Riani Laksmi Asri. 2011. Budaya Organisasi. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Robbins, S. 2010.Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi.Arcan.
Rohiat. 2010. Manajemen Sekolah Teori Dasar dan Praktik. Bandung. Refika Aditama.
Sagala, Riva’i. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Jakarta. RajaGrafindo Persada.
Sagala, Syaiful. 2009.Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependikan.Bandung. Alfabeta.
Sagala, Syaiful. 2010. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung.Alfabeta.
Suhardan,Dadang.H. 2010. (Layanan Supervisi Profesional dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah). Bandung. Alfabeta.
Sukmadinata, NS.2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Remaja Rosakarya.
Usman, Husaini.2006. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
Wahjosumidjo.2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah.Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Wahab,HS.dkk.2011. Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual. Yogyakarta. Ar-ruzz Media.
Wahyudi.2009. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar. Bandung.Alfabeta.
Yamin, Martinis. dkk. 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta.Gaung Persada

You Might Also Like

0 Komentar Tog Bhe Maseh: