KETERAMPILAN MANAJERIAL DAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU

20.58 URAY ISKANDAR 0 Comments



A. Keterampilan Manajerial
1. Pengertian Manajer
Istilah manejer adalah siapa saja yang bertanggung jawab untuk melaksanakan aktivitas utama dalam sebuah manejemen.  Apa aktivitas utama tersebut ? Pada beberapa literatur, aktivitas utama dibagi menjadi empat bagian, yang memang merupakan tugas-tugas pokok seorang manejer, yakni:
  1. Merencanakan
  2. Mengorganisasikan
  3. Memimpin
  4. Mengendalikan
Selain empat tugas utama tersebut, masih banyak tugas-tugas dan fungsi lain sesuai dengan klasisfikasi yang lebih detail. Hal ini berhubungan dengan perbedaan tingkat dan cakupan kegiatan organisasi. Jadi konsep manajemen adalah aktivitas atau seni mengatur dan mengetahui secara tepat apa yang ingin dikerjakan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam klasifikasi dasar, manejer mempunyai tiga tingkat peran, yakni:

a.   Manejer lini pertama, adalah tingkat paling rendah dalam sebuah organisasi dimana manejer bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain.  Manejer ini bertugas mengarahkan karyawan non-menejemen; manejer tersebut tidak mengawasi menejer yang lain. Contoh dari manejer lini pertama adalah foreman atau supervisor produksi dalam sebuah pabrik.

b. Manejer Menengah, pada tingkat ini, manejemen mencakup lebih dari satu tingkat dalam sebuah organisasi. Manejer menengah mengarahkan kegiatan menejer dari tingkat yang lebih rendah bahkan kadang-kadang langsung pada karyawan operasional. Tanggung jawab dan prinsip kerja manejer menengah adalah mengarahkan aktivitas yang mengimplementasikan kebijakan organisasi dan menyeimbangkan permintaan dari manejer mereka dengan kapasitas karyawan.  Sebagai contoh, Pak Agus adalah manejer menengah, dia mendapatkan laporan dari Pak Suto yang seorang foreman, namun Pak Agus juga bertanggung jawab untuk melaporkan kepada Pak Budi atasannya.

c.  Manejer Puncak, mereka bertanggung jawab untuk manejemen keseluruhan dari sebuah organisasi. Bahasa kerennya sekarang adalah para eksekutif. Mereka menetapkan kebijakan operasional sebuah organisasi dan pedoman interaksi organisasi. Biasanya mempunyai jabatan chief executive officer.


Tingkatan-tingkatan manajemen dalam suatu organisasi dapat digambarkan sebagai berikut :


 














Gambar 1 : Tingkatan Manajemen

            Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan.
Wayan Koster mengemukakan bahwa dalam konteks MPMBS, kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan: (1) menjabarkan sumber daya sekolah untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar, (2) kepala administrasi, (3) sebagai manajer perencanaan dan pemimpin pengajaran, dan (4) mempunyai tugas untuk mengatur, mengorganisir dan memimpin keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di sekolah.
Dikemukakan pula bahwa sebagai kepala administrasi, kepala sekolah bertugas untuk membangun manajemen sekolah serta bertanggungjawab dalam pelaksanaan keputusan manajemen dan kebijakan sekolah.
Sebuah organisasi yang makin membesar harus ada orang yang mengkondisikan aktifitas-aktifitas pada tingkatan operasi maupun mengambil keputusan tentang produk-produk atau jasa-jasa yang akan dihasilkan, maka orang yang mengkoordinasikan aktifitas-aktifitas organisasi itulah yang disebut manajer (Winardi, 1990 dalam Wahyudi). Dari  pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manajer adalah orang yang mempunyai tanggung jawab atas bawahan sumber daya organisasi yang mana ia dapat mengkoordinasikan aktifitas organisasi dalam rangka mencapai tujuan.
Hal serupa dikemukakan oleh Kantz dalam Segiovanni (Sudarwan Danim, 1995 dalam Wahyudi ) bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja manajemen sekolah sebagai proses sosial, mengemukan tiga jenis keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu : (1) keterampilan teknis, yakni keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik tertentu dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu; (2) keterampilan manusiawi yakni keterampilan yang menunjukkan kemampuan seorang manajer di dalam bekerja dengan orang lain secara efektif dan efisien; (3) keterampilan konseptual yakni keterampilan yang berkenaan dengan cara kepala sekolah memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program kerja sekolah secara keseluruhan.
Dengan demikian pengertian manajer adalah seseorang yang memiliki strategi untuk mendayagunakan orang lain melalui kerjasama dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.      Evolusi Teori Manajemen
a.                              Teori Manajeman Klasik
Tujuan dari scientific Managemen (1870) menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan manajemen yang sistematik. Pada masa manajemen secara ilmiah manusia dianggap sebagai tenaga kerja rasional dan ekonomi dimana manusia disamakan dengan mesin. Pelopor teory organisasi klasik  Hendry Fayol (Prancis) dalam bukunya : Administration Industrielle et geneelle (Administrasi industri dan umum). Dalam bukunya tersebut mengemukakan teory dan teknik administrasi sebagai pedoman pengelolaan administrasi yang kompleks
b.                              Teori Perilaku
Prinsip dasar perilaku organisasi disimpulkan oleh beberapa tokoh manajemen moderen sebagai berikut :
a.       Manajemen tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknis secara ketat (peranan, prosedur, prinsip)
b.      Manajemen harus secara sistematik, dan pendekatan yang digunakan harus dengan mempertimbangkan secara hati-hati
c.       Organisasi sebagau suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual untuk pengawasan harus sesuai dengan situasi.
d.      Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat dibutuhkan
c.                               Teori Kuantitatif (Riset Operasi dan Ilmu Manajemen)
Ditandai dengan perkembangan tim-tim riset operasi dalam pemecahan masalah-masalah industri, sejalan dengan perkembangan dunia teknologi, prosedur-prosedur riset operasional kemudian diformulasikan dan disebut dengan aliran Management Science.

d.      Evolusi Teori Manajemen
Perkembangan teori manajemen untuk masa datang adalah :
a.       Dominan, salah satu dari aliran utama dapat muncul sebagai yang paling berguna.
b.      Divergence, setiap aliran melalui jalur sendiri
c.       Convergence, aliran-aliran dapat menjadi sepaham dengan batasan-batasan diantara mereka cenderung kabur
d.      Sintesa, masing-masing aliran berintegrasi
e.       Proliferation, adanya kemungkinan muncul lebih banyak aliran lagi
3. Keterampilan Manajerial
       Kepala Sekolah merupakan jabatan karir yang diperoleh oleh seseorang guru setelah sekian lama menjabat sebagai guru. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk mendayagunakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau koperatif, memberi kesempatan untuk meningkatkan profesi dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah. Dalam mencapai suatu tujuan organisasi bahwa seorang manajer harus memiliki ketrampilan manajerial agar dapat menjalankan fungsi-fungsi daripada manajemen.
Fred Luthans (1995) mengemukakan lima jenis keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang manajer, yang mencakup : (1) Cultural flexibility; (2) Communication skills (3) Human Resources Development skills ; (4) Creativity ; dan (5) Self Management of learning.  ( http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/02/kemampuan-manajerial-kepala-sekolah/Akses tanggal 17 Desember 2010 ). Kelima keterampilan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Cultural flexibility merupakan keterampilan yang merujuk kepada kesadaran dan kepekaan budaya, di mana seorang manajer dituntut untuk dapat menghargai nilai keberagaman kultur yang ada di dalam organisasinya. Kepala sekolah selaku manajer di sekolah sangat mungkin akan dihadapkan dengan warga sekolah, dengan latar kultur yang beragam, baik guru, tenaga administrasi maupun siswa. Oleh karenanya, kepala sekolah dituntut untuk dapat menghargai keberagaman kultur ini.
Communication skill merupakan keterampilan manajer yang berkenaan dengan kemampuan untuk berkomunikasi, baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun non verbal. Keterampilan komunikasi amat penting bagi seorang kepala sekolah, karena hampir sebagian besar tugas dan pekerjaan kepala sekolah senantiasa melibatkan dan berhubungan orang lain. Komunikasi yang efektif akan sangat membantu terhadap keberhasilan organisasi secara keseluruhan.
Human Resources Development skills merupakan keterampilan manajer yang berkenaan dengan pengembangan iklim pembelajaran (learning climate), mendesain program pelatihan, pengembangan informasi dan pengalaman kerja, penilaian kinerja, penyediaan konseling karier, menciptakan perubahan organisasi, dan penyesuaian bahan-bahan pembelajaran. Dalam perspektif persekolahan, kepala sekolah dituntut untuk memiliki keterampilan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang tersedia di sekolahnya, sehingga mereka benar-benar dapat diberdayakan dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pendidikan di sekolah
Creativity merupakan keterampilan manajer yang tidak hanya berkenaan dengan pengembangan kreativitas dirinya sendiri, akan tetapi juga keterampilan untuk menyediakan iklim yang mendorong semua orang untuk menjadi kreatif. Sehubungan dengan hal ini, seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki keterampilan dalam menciptakan iklim kreativitas di lingkungan sekolah yang mendorong seluruh warga sekolah untuk mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Self- management of learning merupakan keterampilan manajer yang merujuk kepada kebutuhan akan belajar yang berkesinambungan untuk mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan baru. Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha memperbaharui pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
4. Kepala Sekolah sebagai manajer
Sekolah yang sehat memiliki kultur organisasi sekolah yang baik. Sekolah dikatakan sehat bila terdapat dorongan dan semangat yang tinggi. Moral kerja yang tinggi jika kepala sekolah, guru dan staf selalu bekerja dengan semangat yang tinggi, sangat antusias, bergairah, dan sebagainya. Selanjutnya sekolah sehat bila sekolah itu terhindar dari tekanan-tekanan berbagai pihak.
       Manajemen adalah suatu aktifitas atau seni dalam mengatur dan mengetahui secara tepat apa yang ingin dikerjakan melaui proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasandalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
       Dalam melakukan peran dan tugasnya sebagi manajer bahwa kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk mendayagunakan tenaga kependidikan melalui kerjasama, memberi kesempatan kepasa tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya bahwakn mendorong adanya suatu keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
       Kemampuan memberdayakan tugas, peran tenaga kependidikan di sekolah harus diwujudkan  dalam pemberian arahan secar dinamis dan terus menerus. Pengkoordinasian tenaga kependidikan dalam pelaksanaan pemberian hadiah.
       Menurut Wahyudi ( 2009:65  ) Kepala Sekolah harus berusahan untuk mendorong keterlibatan semua tenaga kependidikan dalam setiap kegiatan di sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah bisa berpedoman pada :
a.       Asas tujuan, bahwa kebutuhan tenga kependidikan akan harga dirinya mungkin dicapai dengan turut menyumbang pada suatu tujuan yang lebih tinggi. Kemampuan untuk menyampaikan dan menanamkan tujuan merupakan seni yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya.
b.      Asas keunggulan, bahwa setiap tenaga kependidikan membutuhkan kenyamanan serta harus memperoleh kepuasan dan memperoleh penghargaan pribadi.
c.       Asas mufakat, kepala sekolah harus mampu menghimpun gagasan bersama serta membangkitkan tenaga kependidikan untuk berpikir kreatif  dalam melaksanakan tugasnya.
d.      Asas kesatuan, kepala sekolah harus bverusaha untuk menjadikan tenaga kependidikan sebagai pengurus upaya-upaya pengembangan sekolah. Hal ini untuk menumbuhkan rasa kepemilikan pada tenaga kependidikan terhadap sekolah.
e.       Asas persatuan, kepala sekolah harus mendorong untuk meningkatkan profesionalismenya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi sekolah.
f.       Asas empirisme,  kepala sekolah harus mampu bertindak berdasarkan atas nilai dan angka-angka yang menunjukkan prestasi para tenaga kependidikan, karena data yang memuat komponen sekolah  memegang peranan yang sangat penting.
g.      Asas keakraban, kepala sekolah harus berupaya menjaga keakraban  agar tugas dapat dilaksanakan dengan lancar,
h.      Asas integritas, kekuasaan untuk menciptakan dan memobilisasi energi seluruh tenaga kependidikan untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
        Kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi dasar yang disyaratkan Peraturan di dalam Permen Diknas Nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah yang disahkan pada 17 April tahun 2007 dijelaskan bahwa kepala sekolah mempunyai 5 kompetensi utama yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan kompetensi sosial. Namun, dalam penulisan ini, penulis fokuskan hanya pada peran kepala sekolah / Madrasah sebagai manajer yang mempunyai tanggung jawab manajerial, yang meliputi beberapa aspek, yaitu:
a.  Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
b.     Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
c.   Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
d.   Mengelola perubahan dan pengembangansekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
e.  Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
f.   Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.
g. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
h. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
i.   Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.
j.   Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
k.  Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.
l.    Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah.
m.  Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
n.   Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
o.   Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.
p.   Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak anjutnya.( http://rifqiemaulana.wordpress.com/2009/07/11/kepimpinan-manajerial-kepala-sekolah/ akses tanggal 17 Desember 2010 )
Beberapa hal di atas merupakan satu kompetensi dari 5 kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Namun, bagaimana kenyataan di lapangan? Masih banyak peran serta semua pihak baik itu pemerintah, guru, masyarakat, dan lainnya untuk dapat menjalankan peran dan kompetensi mereka sampai pada batas minimal sebagaimana diamanatkan oleh Permen No. 13 thn 2007 tersebut.
B. Efektivitas Kepemimpinan
1.  Pengertian Kepemimpinan
            Seorang pemimpin mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, didukung staf yang melaksanakan tugas sesuai kemampuan dan keahliannya. Pemimpin menggunakan pengaruh atas dasar wewenang atu kekuasaannya dalam menggerakkan sistem  sosial guna mencapai tujuan. Jadi kepemimpinan sebagai menciptakan visi,  mempengaruhi sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan sebaginya dari pengikut. Senada dengan itu Martin J. Canon ( 1982 )  dalam Syaiful Sagala mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan atasan mempengaruhi perilaku bawahan maupun perilaku kelompok dalam organisasi.
            Menurut Ngalim Purwanto ( 2009: 26 ) bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dn dapat melaksanakan tugas-tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ad kegembiraan bathin serta merasa tidak terpaksa.
            Sedangkan menurut Sudarwan Danim ( 2010: 6 ) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh individu  atau kelompok untuk mengkoordinasikan dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
            Selanjutnya menurut Wahyudi ( 2009 :120 ) bahwa pengertian kepemimpinan adalah sebagai kemampuan seseorang dalam menggerakkah, mengarahkan sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
            Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mengkoordinasikan segala kegiatan serta memberi arahan kepada individu atau kelompok kerja dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
2. TEORI KEPEMIMPINAN
a. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
    Analisis ilmiah tentang kepemimpinan beerangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan
Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan “the greatma theory”
Dalam perkemabangannya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwaa sifat – sifat kepemimpinan tidak
seluruhnya dilahirkan, akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman.
Sifat – sifat itu antara lain ; sifat fisik, mental dan kepribadian
b. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
   Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecenderungan kea rah dua hal
  a. Konsiderasi yaitu kecenderungan pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia bekonsultasi dengan bawahan.
  b. Struksur inisiasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil apa yang akan dicapai.Jadi berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Kemudian juga timbul teori kepemimpinan situasi dimana seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
c. Teori kontingensi
     Mulai berkembang th 1962, teori ini menyatakan bahwa tidak ada satu sistem manajemen yang optimum, sistem tergantung pada tingkat perubahan lingkungannya. Sistem ini disebut sistem organik (sebagai lawan sistem mekanistik), pada sistem ini mempunyai beberapa ciri:
  1. Substansinya adalah manusia bukan tugas.
  2. Kurang menekankan hirarki
  3. Struktur saling berhubungan, fleksibel, dalam bentuk kelompok
  4. Kebersamaan dalam nilai, kepercayaan
  5.  Norma Pengendalian diri sendiri, penyesuaian bersama\
d. Teori Behavioristik
      Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa manajemen yang efektif bila ada pemahaman tentang pekerja – lebih berorientasi pada manusia sebagai pelaku. Beberapa tokohnya, antara lain:
  1. Maslow
Individu mempunyai 5 kebutuhan dasar yaitu physical needs, security needs, social needs, esteem needs, self actualization needs. Kebutuhan tersebut akan menimbulkan suatu keinginan untuk memenuhinya. Organisasi perlu mengenali kebutuhan tersebut dan berusaha memenuhinya agar timbul kepuasan.
b. Douglas Mc Gregor (1906-1964)
Teori X dan teori Y. Teori X melihat karyawan dari segi pessimistik, manajer hanya mengubah kondisi kerja dan mengektifkan penggunaan rewards & punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Teori Y melihat karyawan dari segi optimistik, manajer perlu melakukan pendekatan humanistik kepada karyawan, menantang karyawan untuk berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, mendorong kinerja.
e. Teori Humanistik
   Teori ini lebih menekankan pada prinsip kemanusiaan. Teori humanistic biasanya dicirikan dengan adanya suasana saling menghargai dan adanya kebebasan. Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel pokok, yaitu;
   (1) kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-nya
   (2) organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan.
   (3) interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan orang lain (Blanchard & Zigarmi, 2001).
Seorang pemimpin diharapkan memiliki kecakapan teknis maupun manajerial yang profesional. Kecakapan teknis sesuai dengan bidangnya sedang kecakapan manajerial menuntut perannya dalam memimpin orang lain. Keterampilan tersebut terpancar dalam tindakannya seperti menyeleksi, mendidik, memotivasi, mengembangkan sampai memutuskan hubungan kerja. 
Oleh karena itu kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu organisasi, karena kepemimpinan yang efektif dapat menggerakkan, mengarahkan dan mendorong orang untuk lebih berusaha mengerahkan segenap kemampuannya dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan salah satu elemen penting dalam mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kinerja organisasi. Koseptualisasi teoriteori kepemimpinan, telah menarik perhatian dan diskusi panjang para peneliti dan para praktisi. Menurut Pawar dan Eastman (1997), penelitian tentang kepemimpinan lebih ditekankan pada kepemimpinan transformasional.
Desentralisasi dan otonomi pendidikan akan berhasil dengan baik, jika diiringi pemberdayaan pola kepemimpinan kepala sekolah yang optimal. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi : perencanaan,  pengorganisasian,  pengarahan dan  pengawasan.
Segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Pertama, kepala sekolah adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan dan pembaharuan. Kemasan cita-cita mulia pendidikan kita secara tidak langsung diserahkan kepada kepala sekolah. Optimisme orang tua yangterkondisikan pada kepercayaan menyekolahkan putera-puterinya pada sekolah tertentu tidak lain berupa fenomen menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah. Peserta didik dapat belajar dan membelajarkan dirinya hanya karena fasilitasi kepala sekolah. Seonggokan aturan dan kurikulum yang selanjutnya direalisasiakan oleh para pendidik sudah pasti atas koordinasi dan otokrasi dari kepala sekolah. Singkatnya, kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan.
Kedua, sekolah sebagai suatu komunitas pendidikan membutuhkan seorang figur pemimpin yang dapat mendayagunakan semua potensi yang ada dalam sekolah untuk suatu visi dan misi sekolah. Pada level ini, kepala sekolah sering dianggap satu atau identik, bahkan secara begitu saja dikatakan bahwa wajah sekolah ada pada kepala sekolahnya. Di sini tampak peranan kepala sekolah bukan hanya seorang akumulator yang mengumpulkan aneka ragam potensi penata usaha, guru, karyawan dan peserta didik; melainkan konseptor managerial yang bertanggungjawab pada kontribusi masing-masingnya demi efektivitas dan efiseiensi kelangsungan pendidikan. Akhirnya, kepala sekolah berperanan sebagai manager yang mengelola sekolah. Sayang sekali kalau kedua peran itu yakni sebagai tokoh sentral dan manajer dalam sekolah diharubirukan oleh ketakmampuan mengatasi aneka krisis yang ada dalam sekolah (Xaviery, 2007. Jurnal Benarkah Wajah Sekolah Ada Pada Kepala Sekolah, www.tikkysuwantikno.wordpress.com. )
Ada beberapa pendapat tentang kepemimpinan. Menurut (Mulyasa, 2002:107) kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi orangorang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan (Dharma, 2000: 42) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Pendapat Siagian menyatakan bahwa kepemimpinan merupakankemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan suatu kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahannya untuk berpikir dan bertindak sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi (Anwar, 2003: 66).
Disimpulkan bahwa seorang pemimpinan adalah motor penggerak yang senantiasa mempengaruhi, mendorong dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu pemimpin seharusnya dapat memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik, sehingga mampu membawa para bawahan untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Menurut Kartono dalam (Anwar, 2003: 67) menyatakan bahwa pada setiap kepemimpinan minimal mencakup tiga unsur, yakni: 1) ada seorang pemimpin yang memimpin, mempengaruhi, dan memberikan bimbingan, 2) ada bawahan yang dikendalikan, 3) ada tujuan yang diperjuangkan melalui serangkaian kegiatan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Moeljono.2003:54) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan sebagai berikut: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Maksudnya, seorang pemimpin hendaknya dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, dan menjaga kehendak dan keperluan atasan kepada bawahan dengan baik, mampu bekerja sama, mencapai tujuan bersama (keberhasilan tim). Jadi kepemimpinan dalam pengambilan keputusan merupakan proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi peningkatan dan produktivitas kerjanya lebih baik dan ada peningkatan.
Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi di suatu sekolah. Setiap pemimpin mempunyai pola yang berbeda-beda dalam menerapkan kepemimpinannya. Cara mempengaruhi, mengarahkan, dan mendorong pemimpin terhadap orang-orang yang dipimpinnya berbeda-beda. Perbedaan pola kepemimpinan itulah yang sering disebut sebagai tipe kepemimpinan.
Pada dasarnya kepemimpinan dapat dibagi menjadi lima tipe, yaitu 1) otokratik, 2) paternalistik, 3) kharismatik, 4) Laissez Faire, dan 5) demokratik (Djatmiko, 2002: 52-54)
a. Tipe otokratik, pengambilan keputusan dilakukan sendiri oleh pimpinan; hubungannya dengan bawahan menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan, dan status; berorientasi pada kekuasaan.
b. Tipe paternalistic, pengambilan keputusan dilakukan sendiri oleh pimpinan; hubungannya dengan bawahan lebih banyak bersifat bapak dan anak. Pemimpin menganggap bawahan sebagai orang yang belum dewasa sehingga pemimpin bersikap terlalu melindungi bawahan
c.  Tipe kharimatik, menekankan pada dua hal, yakni pemimpin berusaha agar
tugas-tugas dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya dan memberikan kesan bahwa hubungan dengan bawahan didasarkan pada relasional, bukan kekuasaan. Pemimpin yang kharismatik meiliki kekuatan dan daya tarik yang luar biasa sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat banyak dan pengawal-pengawal yang dapat dipercaya, terutama dalam menjalankan amanat dan kepentingan pemimpin dan dapat dinikmati juga oleh bawahan.
d.  Tipe laissez faire, semua pekerjaan dan tanggung jawab dilakukan sendiri oleh bawahan. Pemimpin hanya merupakan simbol dan tidak memiliki keterampilan teknis. Situasi kerja bawahan tidak terpimpin, tidak terkontrol, dan tanpa disiplin kerja.
e.  Tipe demokratik, tipe ini dipandang paling ideal. Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin mengikut sertakan bawahan. Pemimpin cenderung memperlakukan bawahan sebagai rekan kerja, menjaga keseimbangan antara hubungan formal dan informal, juga menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian tugas dan orientasi hubungan yang bersifat relasional.
3. Empat faktor Kepemimpinan
            Kepemimpinan merupakan fenomena yang unik, meski kehadirannya tidak pernah di area yang kosong sudah diterima secara universal. Kepemimpinansering diberi makna sebagai derajat keberpengaruhan, sedangkan pemimpin adalah orang yang paling potensial memberi pengaruh. Kehadiran seseorang sebagai pemimpin bisa karena diangkat, dipilih, atas dasar klaim pribadi bahkan melalui kudeta. Pemimpin merujuk pada status, sedangkan kepemimpinan merujuk pada pengaruh  yang ditimbulkan. Status pemimpin akan bermakna  jika dengan status itu, karakter kepemimpinannya jelas dan berdampak baik bagi anggota. Namun, untuk bisa menampilkan pengaruh, faktor pemimpin hanya salah satu saja. Selebihnya ada faktor pengikut, situasi dan komunikasi antar subjek yang terlibat. Menurut Sudarwan Danim (2010: 11 ) ada empat faktor utama dalam kepemimpinan yaitu, pemimpin pengikut, situasi dan komunikasi.
Keempat faktor utama kepemimpinan dapat digambarkan sebagai berikut :


 












Gambar 2 : Empat faktor kepemimpinan

4. Ciri-ciri kepemimpinan
            Kepemimpinan mempengaruhi perilaku orang lain kearah tujuan tertentu sebagai indikator keberhasilan seesorang pemimpin. Penerapan kepemimpinan sangat ditentukan oleh situasi kerja atau keadaan anggota/bawahan dn sumber daya pendukung organisasi. Kepemimpinan dalam bidang pendidikan lebih mengarah kepada pemberdayaan seluruh potensi organisasi dan menmpatkan bawahan sebagai penentu keberhasilan pencapaian organisasi, maka sentuhan terhadap faktor-faktor yang dapat menimbulkan moral kerja dan semangat untuk berprestasi menjadi perhatian utama. Perasaan dihargai, dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan bidang tugasnya dan perhatian pimpinan terhadap keluhan, kebutuhan, saran dan pendapat bawahan merupakan pra syarat bagi terciptanya iklim kerja yang kondusif.
            Kepemimpinan merupakan fenomena universal dan unik. Siapapun akan menampakkan perilaku kepemimpinan ketika berinteraksi dalam format memberi pengaruh kepada orang lain. Oleh karena itu kepemimpinan merupakan sebuah fenomena yang kompleks, maka sangat sukar untuk membuat rumusan yang menyeluruh tentang arti ciri-ciri kepemimpinan.
            Menurut Sudarwan Danim ( 2010:13 ) ciri-ciri kepemimpinan adalah sebagai berikut :
a. adaftif terhadap situasi
b. Waspada terhadap lingkungan sosial
c. Ambisius dan berorientasi  pada pencapaian
d. Tegas
e. Kerjasama
f. Menentukan
g. Diandalkan
h. Dominan atau berkeinginan dan berkekuatan
i. Energik
j. Percaya diri.

5. Pemimpin efektif
            Menjadi seorang pemimpin yang efektif secara alami hanya memerlukan seseorang untuk berhenti berusaha menjadi orang lain atau beberapa kombinasi dari orang lain. Tentu saja pemimpin yang efektif mulai dengan menjadi diri sendiri. Menurut Gayla Hodge (2009) dalam Sudarwan Danim bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut :
a.  Memiliki Visi, pemimpin dapat melihat kemana organisasi harus pergi sebelum orang lain melakukannya.
b.  Memiliki fokus untuk mencapai tujuan, pemimpin melakukan apa yang masuk akal dan bekerja dengan basis keunggulan
c. Memenangi dukungan, memanfaatkan gaya dan aktivitas yang paling cocok untuk mereka sebagai individu.
d.  Secara alami lebih terfokus untuk menjadi daripada melakukannya, pemimpin mengambil waktu untuk benar-benar tahu diri mereka sendiri.
e. Tahu bagaimana mereka bekerja, pemimpin belajar dari keberhasilan dan kegagalan, mengasah kemampuan, mengintegrasikan pengalaman, keteranpilan, kompetensi dan kesadaran dirinya.
f.  Secara alami tahu bagaimana memanfaatkan kekuatan
g. Tidak mencoba menjadi orang lain, seorang pemimpin memahami bahwa bekerja untuk diri sendiri hanya seketika berada pada posisi terbaiknya.
h.  Mencari orang-orang dengan berbagai ciri efektivitas alam, pemimpin tidak hanya menghargai orang lain, melainkan juga bergantung pada orang lain untuk mengisi kekosongan.
i.  Menarik orang lain, pemimpin dari orang-orang ingin bekerja untuk dengan mereka.
j.  Mengembangkan kekuatan, dimana pemimpin membangun kekuatan diri sendiri sambil berusaha untuk memperbaiki kelemahannya.
C.  Kinerja guru
1. Pengertian
Guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan, khususnya di sekolah. Semua komponen lain, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, biaya, dan sebagainya tidak akan banyak berarti apabila esensi pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas. Semua komponen lain, terutama kurikulum akan “hidup” apabila dilaksanakan oleh guru. Begitu pentingnya peran guru dalam mentransformasikan input-input pendidikan, sampai-sampai banyak pakar menyatakan bahwa di sekolah tidak akan ada perubahan atau peningkatan kualitas tanpa adanya perubahan dan peningkatan kualitas guru.
Bernardin dan  Russel  (dalam  Ruky,  2002:15)  memberikan pengertian atau kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during time period.  Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi  pekerjaan  tertentu  atau kegiatan  selama  kurun  waktu  tertentu.
Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005:1) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja pegawai. Dessler (2000:87) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja.
 Dengan demikian bahwa kinerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.
Adapun ukuran kinerja menurut T.R. Mitchell (1989) dapat dilihat dari empat hal, yaitu:
1. Quality of work – kualitas hasil kerja
2. Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan
3. Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan
4. Capability – kemampuan menyelesaikan pekerjaan
5. Comunication – kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain.
Standar kinerja perlu dirumuskan untuk dijadikan acuan dalam mengadakan penilaian, yaitu membandingkan apa yang dicapai dengan apa yang diharapkan. Standar kinerja dapat dijadikan patokan dalam mengadakan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dilaksanakan. Menurut Ivancevich (1996), dalam (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/manajemen-kinerja-guru/akses tanggal 20 desember 2010 ) patokan tersebut meliputi:
(1) hasil, mengacu pada ukuran output utama organisasi;
(2) efisiensi, mengacu pada penggunaan sumber daya langka oleh organisasi;
(3) kepuasan, mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan atau anggotanya;
(4) keadaptasian, mengacu pada ukuran tanggapan organisasi terhadap perubahan.
2. Indikator Kinerja Guru
Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran dikelas yaitu:
a. Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran
Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang berhubungan
dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran(RPP).
b. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembejaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru.
c. Evaluasi/Penilaian Pembelajaran
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi.
3.Unsur Kinerja
Berdasarkan pengertian diatas kinerja mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu:
a. Unsur waktu, dalam arti hasil-hasil yang dicapai oleh usaha-usaha tertentu, dinilai dalam satu putaran waktu atau sering disebut periode. Ukuran periode dapat menggunakan satuan jam, hari, bulan maupun tahun.
b.  Unsur hasil, dalam arti hasil-hasil tersebut merupakan hasil rata-rata pada akhir periode tersebut. Hal ini tidak berarti mutlak setengah periode harus memberikan hasil setengah dari keseluruhan.
c. Unsur metode, dalam arti seorang pegawai harus menguasai betul dan bersedia mengikuti pedoman yang telah ditentukan, yaitu metode kerja yang efektif dan efisien, ditambahkan pula dalam bekerjanya pegawai tersebut harus bekerja dengan penuh gairah dan tekun serta bukan berarti harus bekerja berlebihan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, baik yang berasal dari dalam diri maupun yang berasal dari luar. Menurut SyafriMangkuprawira dan Aida Vitayala (2007:155) dalam Martinis Yamin menyatakan ada 2 (dua) macam faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor intrinsik Guru dan ekstrinsik. Uraian rincian faktor-faktor tersebut adalah sebagi berikut :
a. Faktor Individual, meliputi insur pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen
b.  Faktor Kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan tim leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja pada guru
c. Faktor Tim, meliputi kualitas dukungan dans emangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim.
d. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja yang diberikan oleh pimpinan sekolah, proses organisasi dan kulter kerja dalam organisasi.
e. Faktor Kontektual, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Sebagaimana gambar pengaruh kinerja individu dan kelompok terhadap kinerja organisasi dibawah ini :








Gambar 3 : Pengaruh kinerja
 
 









5. Penilaian Kinerja
Tugas manajer (Kepala Sekolah) terhadap guru salah satunya adalah melakukan penilaian atas kinerjanya. Penilaian ini mutlak dilaksanakan untuk mengetahui kinerja yang telah dicapai oleh guru. Apakah kinerja yang dicapai setiap guru baik, sedang, atau kurang. Penilaian ini penting bagi setiap guru dan berguna bagi sekolah dalam menetapkan kegiatannya.
Penilaian kinerja menurut Simamora (1997: 415) adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan. Sejalan dengan pendapat Hasibuan (2000: 87) penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.
Sehubungan dengan hal diatas maka penilaian kinerja guru berdasarkan Standar Kompetensi Guru. Dalam bukunya Suparlan yang berjudul Guru sebagai Profesi, standar kompetensi guru dapat diartikan sebagai ”suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan”. Lebih lanjut dinyatakan bahwa Standar Kompetensi Guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan. Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi guru dibagi dalam tiga komponen yang saling mengait, yakni: 1.) pengelolaan pembelajaran, 2.) pengembangan profesi, dan 3.) penguasaan akademik.
Ketiga komponen SKG tersebut, masing-masing terdiri atas beberapa kompetensi, komponen pertama terdiri atas empat kompetensi, komponen kedua memiliki satu kompetensi, dan komponen ketiga terdiri atas dua kompetensi. Dengan demikian, ketiga komponen tersebut secara keseluruhan meliputi 7 (tujuh) kompetensi dasar, yaitu:
a.       Penyusunan rencana pembelajaran
b.      Pelaksanaan interaksi belajar- mengajar
c.       Penilaian prestasi belajar peserta didik
d.      Pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik
e.   Pengembangan profesi
f.       Pemahaman wawasan kependidikan
g.      Penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. (Standar Kompetensi Guru Direktorat Tenaga Kependidikan 2003)
6. Kinerja Guru
            Kinerja guru mempunyai spesifikasi tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
             Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Sistem Nasional pendidikan bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
a. Kompetensi pedagogik, merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik meliputi pemahaman wawasan guru akan ladasan dan filsafat pendidikan, pemahaman potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik, mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar, mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi, mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif, mampu melakukan evaluasi hasil belajar, mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik. Dengan demikian untuk menghadapi tantangan tersebut guru perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Guru secara terus menerus belajar sebagfai upaya melakukan pembaharuan atas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Caranya sering melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka, maupun melakukan penelitian tindakan kelas.
b. Kompetensi kepribadian, guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya terutama di depan murid-muridnya.  Kompetensi kepribadian menurut Usman ( 2004 ) dalam Syaiful Sagala meliputi: kemampuan mengembangkan kepribadian, kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, kemampuan melaksanakan bimbingan penyuluhan. Kompetensi ini terkait dengan penampilan sosok guru sebagai individu yang mempunyai kedisiplinan, berpenampilan baik, bertanggung jawab, memiliki komitmen dan menjadi teladan.
c. Kompetensi profesional, tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Sebagai seorang profesional guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup. Hal ini tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagi guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupunmpendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya.  Secara ringkas kompetensi profesional guru dapat digambarkan sebagai berikut : konsep struktur dan metode keilmuan koheren dengan materi ajar,  hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari dan tetap melastarikan nilai dan budaya nasional.
d.  Kompetensi sosial,  kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul  secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Sebagai mahluk sosial guru berperilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kondisi objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi sebagai profesi maupun sebagai masyarakat dan kemampuan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Slamet PH ( 2006 ) dalam Syaiful Sagala meliputi : memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan, melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, Kepala Sekolah dan Wakil serta pihak terkait lainnya, membangun kerja tim yang kompak, cerdas, dinamis dan lincah, melaksanakan komunikasi secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orang tua peserta didik, kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya, kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku dimasyarakat, melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

 DAFTAR PUSTAKA

Alkin, Marvin C. Encyclopedia Of Educational Research.Macmillan Publishing Company. Newyork.1992

Azis A.W.  Anatomi Organisasi dan kepemimpinan Pendidikan. Telaah Terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan. Alfabeta. Bandung. 2008
http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/teori-kinerja. Akses tanggal 10 Desember 2010
Martinis, Y dkk. Standarisasi Kinerja Guru. Gaung Persada. Jakarta. 2010.
Mulyono. Manajemen Adminstrasi & Organisasi Pendidikan. Arruzzmedia. Malang. 2008
Purwanto, N. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Remaja Rosada Karya. Bandung. 2009.
Racmawati, I.K. Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi. Yokyakarta. 2007
Robbins P. S. Perilaku Organisasi , Edisi Bahasa Indonesia. Prehallindo. Jakarta.1996
Sagala, S. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependikan.Alfabeta. Bandung.2009
Sagala, S. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Alfabeta. Bandung. 2010.

Sergiovanni, J.Thomas. The Principalship A Replactive Practice Prespective; Allyn and Bacon.Inc.San Antonio Texas. 1987.

Teori-teori Kepemimpinan http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/01/teori-teori-kepemimpinan.html.Akses tanggal 10 Desember 2010

Tim Dosen AP UPI. Manajemen Pendidikan. Alfabeta. Bandung. 2009
Umam Khaerul. Perilaku Organisasi. Bandung. Pustaka Setia. Bandung. 2010
Usman, H. Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Bumi Aksara. Yokyakarta. 2006
Wahyudi. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar. Alfabeta. Bandung.  2009
Wibowo. Manajemen Perubahan. Rajagrafindo Persada. Jakarta. 2005
Bogdant Robert, A. Khozin Afandi. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya. Usaha Nasional. 1993
Danim, Sudarwan. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bengkulu. Setia. 2002
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta.2009
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. 2008
Singarimbun. Metode Penelitian Survai.Jakarta. LP3S. 2006











You Might Also Like

0 Komentar Tog Bhe Maseh: