EVALUASI SUPERVISI PENDIDIKAN
Dewasa ini
banyak diakui bahwa kemajuan dan perbaikan dalam pendidikan tergantung pada
pengukuran hasil aktivitas pendidikan dan evaluasi terhadap pengukuran itu
berdasar atas kreteria atau standar tertentu. Kedua faktor tersebut yaitu
pengukuran dan penilaian memiliki interdepensi. Pengukuran berusaha menetapkan
jumlah hasil pendidikan sedangkan penilaian berusaha menetapkan harganya secara
kualitatif. Begitu pula dalam supervisi pendidikan, pengukuran dan penilaian
digunakan untuk menentukan keberhasilan aktivitas supervisi pendidikan dalam
hal ini merupakan program perbaikan. Pengukuran menyangkut penentuan jumlah
perubahan yang diharapkan dalam belajar mengajar sedangkan penilaian berkenaan
dengan penentuan harga terhadap perubahan-perubahan atau hasil-hasil yang
dicapai.
Dalam
merancang program evaluasi program supervisi pendidikan, supervisor harus
mempertimbangkan tiga faktor, yaitu ruang lingkup evaluasi, metode evaluasi,
dan penggunaan hasil evaluasi. Marilah kita bahas secara singkat faktor-faktor
tersebut dengan harapan sehingga dapat memahami secara jelas mengenai ruang
lingkup yang harus dievaluasi, metode yang dapat digunakan, dan penggunaan dari
hasil evaluasi yang telah dilaksanakan.
1. Ruang
lingkup evaluasi
Ruang lingkup yang dimaksudkan disini adalah
aspek-aspek apa saja yang akan dievaluasi. Dalam mengevaluasi program supervisi
pendidikan aspek-aspeknya bisa mencakup aspek murid, guru, fasilitas dan sebagainya.
Evaluasi terhadap masing-masing aspek tersebut harus lengkap. Dikatakan
evaluasi yang lengkap apabila menyangkut segala aspek yang lengkap dan menyangkut
segala aspek kehidupan masyarakat dan sekolah yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan murid dan guru. Sebagai contoh jika akan mengevaluasi pertumbuhan
pendidikan murid, harus menilai kehidupan rumah tangganya, kehidupan masyarakatnya,
kehidupan sekolahnya, peralatan di sekolahnya, dan reaksinya terhadap guru.
Begitu pula jika akan mengevaluasi perkembangan guru, perlu menilai
kedisiplinan guru. Kemampuan guru mengelola kelas, status sosial ekonominya,
dan sebagainya. Semakin lengkap aspek-aspek yang dievaluasi akan semakin banyak
pula informasi yang diperoleh dari hasil evaluasi tersebut dan selanjutnya akan
semakin tepat pula dalam mengambil kesimpulan.
2. Metode
Evaluasi
Memang secara tradisional skala penilaian sering
digunakan sebagai instrumen atau alat untuk menilai guru dan murid. Tetapi
sebenarnya dalam evaluasi supervisi pendidikan yang modern metode tradisional
tetap digunakan tetapi juga dilengkapi
dengan metode-metode lain, yang dengan demikian hasil evaluasi yang dapat diperoleh
dengan tes dapat dipadukan dengan hasil evaluasi yang diperoleh dari
metode-metode lain dengan harapan memperoleh hasil yang maksimal. Metode-metode
yang juga dapat digunakan untuk mengevaluasi supervisi pendidikan adalah
catatan anekdot, catatan pertumbuhan, daftar cek, inventory, interview. Kesemuanya
dapat digunakan untuk mengukur aspek-aspek fisik, sosial, emosional, status,
dan pertumbuhan mental.
3.
Penggunaan
hasil evaluasi
Manfaat
evaluasi supervisi pendidikan banyak sekali khususnya pelaksanaan supervisi
pendidikan yang harus menyusun program supervisi pendidikan. Dengan pelaksanaan
evaluasi supervisi pendidikan ini dapat memperoleh, informasi tentang
kebutuhan-kebutuhan pada diri yang dinilai, kemudian dapat dijadikan dasar
merancang pengalaman-pengalaman untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Hasil
evaluasi juga dapat digunakan untuk menentukan sampai seberapa jauh
tujuan-tujuan telah dicapai tujuan berikutnya. Bahkan dari itu melalui evaluasi
ini dapat juga diketahui kekuatan-kekuatan dan digunakan kelemahan-kelemahan
setiap individu. Dengan informasi ini guru dan supervisor dapat secara obyektif
merancang pengalaman belajar berikutnya.
Keberhasilan
supervisi pendidikan dapat dievaluasi dengan mengukur perubahan-perubahan dan
perbaikan-perbaikan yang ada pada periode waktu tertentu dalam keseluruhan
program pendidikan. William H.Burton dan Leo J Bruekner menyebutkan
bidang-bidang yang akan diubah dalam, evaluasi keberhasilan program supervisi
pendidikan sebagai berikut:
1.
Pertumbuhan dan perkembangan anak didik dalam mencapai
tujuan pendidikan.
2.
Perbaikan
kurikulum.
3.
Perbaikan
praktik pengajaran, termasuk perkembangan pribadi guru.
4.
Perbaikan atau peningkatan kualitas dan pemberdayagunaan
kualitas materi pelajaran dan alat bantu belajar mengajar.
5.
Perbaikan hubungan sekolah dengan masyarakat.( William
H.Burton dan Leo J Bruekner, 1966,)
Selain dari
perubahan-perubahan seperti diatas sebagai dasar evaluasi bisa juga memperhatikan
hal-hal lain, misalnya hasil kepemimpinan yang dicapai oleh mereka yang
bertanggung jawab atas perbaikan belajar mengajar, pengukuran terhadap
tujuan-tujuan program supervisi yang telah dicapai, aktifitas-aktifitas
supervisor sehari-hari.
Untuk memperoleh
data evaluasi yang lengkap perlu digali berbagai informasi. Informasi ini bisa
datang dari staf sekolah dan dokumen-dokumen yang ada disekolah.Banyak metode
yang dapat digunakan untuk mengali data ini, anatara lain dengan wawancara,
observasi, angket, dokumen bidang studi. Kelengkapan yang akan dijadikan dasar
pengambilan kesimpulan sangat penting. Makin lengkap data yang kita peroleh
makin mendekati ketepatan dalam mengambil kesimpulan.
Selain
mempertimbangkan metode-metode yang akan digunakan untuk memperoleh data yang
lengkap, perlu kirannya juga mempertimbangkan pendekatan-pendekatan apa yang
akan ditempuh dalam mengevaluasi supervisi pendidikan. Pada dasarnya ada dua
pendekatan yang dapat digunakan oleh supervisi dalam mengevaluasi supervisi
pendidikan, yaitu pendekatam berdasarkan kriteria dan pendekatan yang
berdasarkan norma.
1.
Pendekatan evaluasi
berdasarkan kriteria
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini mendasarkan
diri pada ukuran mutlak. Istilah lain pendekatan ini adalah “Criterion Reverence Evaluation Approach”.
Pendekatan ini menjelaskan bahwa sebelum supervisor mengadakan evaluasi ia
telah menentukan patokan atau kriteria sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan
supervisi pendidikan. Patokan ini telah dipegang teguh sebelumnya sehingga
penentuan keberhasilan pelaksanaan program supervisi pendidikan didasarkan pada
patokan atau kriteria ini.
Sebagai contoh supervisor menetapkan bahwa hasil
evaluasi nanti, apabila seseorang telah mencapai skor 65 ke atas, maka dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan supervisinya berhasil, sedangkan apabila mencapai
skor 64 ke bawah, maka dapat dikatakan Bahwa pelaksanaan supervisinya tidak
berhasil. Contoh lain misalnya supervisor membuat kelas interval dengan
skor-skor hasil evaluasinya seperti berikut ini.
1.
Skor 00 - 20 adalah
sangat kurang
2.
Skor 21 - 40 adalah
kurang
3.
Skor 41 - 60 adalah
cukup
4.
Skor 61 - 80 adalah
baik
5.
Skor 81 - 100 adalah
sangat baik
Begitulah seterusnya Supervisor bisa membuat bersama stafnya
tentang kriteria yang akan digunakan dalam mengevaluasi supervisi pendidikan.
Tetapi yang perlu diingat oleh supervisor adalah bahwa patokan atau kriteria
telah dibuat sebelumnya terus dipegang teguh secara murni sebab ciri itulah
yang berhasil pada pendekatan evaluasi berdasarkan kriteria.
2.
Pendekatan
evaluasi berdasarkan norma.
Pendekatan
ini disebut juga “Norm reference
Evaluation Approch”. Pendekatan menggunakan ukuran yang relatif. Hasil
nilai yang diperoleh untuk aktivitas tertentu berasal dari pengolahan skor-skor
dengan norma tertentu. Pendekatan ini digunakan apabila menilai lebih dari satu
supervisor, sehingga dapat membandingkan hasil evaluasi seseorang dengan hasil
evaluasi orang lain. Dari sini dapat diketahui kedudukan seseorang dalam keseluruhan
teman lainnya. Nilai seseorang belum dapat diketahui sebelum dicari rata-rata
skor kelompok, kemudian skor masing-masing orang dibandingkan dengan skor
rata-rata itu. Biasanya skor rata-rata ini digunakan untuk menentukan nilai
sedang atau batas nilai keberhasilan seperti nilai 6 dalam skala 1 – 100.
Sebagai
contoh adalah sebuah evaluasi yang skor maksimalnya 50. Berarti apabila
berhasil mutlak akan mendapatkan skor 50. setelah dikumpulkan hasil penilainnya
diketemukan hasil tertinggi dan hasil terendah 20, semua skor yang diperoleh
ini sesuai dengan jumlah yang di nilai di jumlahkan yang kemudian di bagi
jumlah responden yang dinilai. Hasil pembagian tersebut adalah 23. Berarti
responden yang mendapatkan skor 25 akan memperoleh nilai 6, sedangkan untuk
nilai responden lainnya tinggal menyesuaikannya, misalnya dengan membaca skala
interval seperti berikut:
1.
Skor 39 - 42 akan mendapatkan nilai 10
2.
Skor 35 - 38 akan mendapatkan nilai 9
3.
Skor 31 - 34 akan mendapatkan nilai 8
4.
Skor 27 - 30 akan mendapatkan nilai 7
5.
Skor 23 - 26 akan mendapatkan nilai 6
6.
Skor 19 - 22 akan mendapatkan nilai 5
7.
begitulah seterusnya
Contoh di atas adalah jalan termudah. Namun sebenarnya pendekatan norma
dalam penilaian dapat dilakukan melalui nilai-nilai baris skor-skor mentah,
dapat melihat ranking, Kemudian dicari mean atau rata-rata hitung serta standar
deviasinya. Setelah ini ditentukan skor standar sehingga dari skor standar ini
dipindahkan ke nilai, yang menggambarkan kualitas.
Selanjutnya ditinjau dari cara menggambarkan hasilnya ada dua cara, yaitu bisa
berupa penilaian kuantitatif dan Penilaian Kualitatif. Dengan cara penilaian
kuantitatif, cara penilaian ini hasilnya di wujudkan dalam bentuk angka-angka
hasil penilaian ini sudah menggambarkan kualitas dari apa yang telah di nilai.
Jadi bukan lagi berupa skor mentah yang baru menggambarkan hasil pengukuran
yang menunjukkan frekuensi atau jumlah. Sedangkan dengan cara penilaian ini
hasilnya di wujudkan dalam bentuk pernyataan dengan kata-kata. Misalnya: Baik,
cukup kurang sangat kurang dan sebagainya. Biasanya cara penilaian kualitatif
ini akan lebih obyektif apabila didasarkan atas pengolahan data yang berupa
angka juga Sebab tidak mudah begitu saja mengatakan baik apabila tidak didasari
oleh data tertentu. Begitu pula kreteria
“Baik” itu harus jelas mengapa dikatakan demikian.
Program
evaluasi harus didasarkan atas kriteria sebagai arahan untuk menentukan daya
yang harus dikumpulkan dan sebagai dasar untuk menginterpretasi data. Dalam
mengembangkan kriteria ini perhatian harus difokuskan pada faktor-faktor primer dan ultimat, jadi bukan faktor-faktor sekunder. Hal ini dimaksudkan
agar hasil evaluasi dapat mencapai keobyektifan yang tinggi. Kriteria bisa
didasarkan atas kesuksesan pengalaman sekolah lain sebagai penentu. Hal ini
dapat dilakukan dengan studi program supervisi, penemuan-penemuan penelitian,
opini para guru staf, murid-murid dan pelengkapan fisik yang ada di
masing-masing sekolah.
Secara umum
evaluasi supervisi pendidikan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Harus mengukur tujuan yang ingin dicapai
Apabila
tujuan supervisi pendidikan adalah demi peningkatan atau perbaikan proses
belajar mengajar, maka evaluasi program supervisi pendidikan pun harus
diarahkan untuk menilai apakah program supervisi pendidikan itu sudah mencapai
tujuan atau belum. Disamping itu evaluasi supervisi pendidikan juga harus
diorientasikan pada tujuan evaluasi itu sendiri. Tujuan evaluasi itu sendiri
dapat berupa identifikasi atau inventarisasi pembinaan dan pengembangan sebagai
umpan balik dan sebagai pengecekan.
2. Obyektif
Obyektif pada pembahasan ini berarti sesuai dengan kenyataan yang
dilaksanakan oleh program supervisi pendidikan. Apabila program supervisi pendidikan baik hasilnya, maka
katakanlah baik, dan apabila kurang berhasil katakanlah kurang berhasil.
Keberanian mengungkapkan adanya itulah yang menjamin keobyektifan evaluasi.
Tentu saja perlu adanya kelengkapan data dan pelibatan semua pihak dalam
evaluasi. Antara penilai dan pihak yang dinilai harus ada saling keterbukaan.
3. Lebih didasarkan atas observasi daripada hasil
interpretasi.
Interpretasi
adalah aktivitas memanda dan memberikan opini kepada suatu obyek. Hal ini akan
mengandung subyektifan penilai. Interpretasi dapat digunakan untuk menganalisa
hasil observasi yang berupa data.
4. Mengukur proses dan hasil
Kegiatan
supervisi pendidikan selalu berproses. Hasil yang dicapai adalah terwujud dari
proses yang berlangsung sebelumnya. Hal ini sesuai dengan prinsip kontinyu
dalam evaluasi supervisi pendidikan pendidikan . Oleh sebab itu evaluasi tidak
hanya dilakukan setelah hasil supervisi pendidikan terwujud, tetapi selama
proses supervisi dilakukan harus diadakan penilaian.
5. Dilaksanakan dengan penuh kerjasama
Dalam efektivitas
evaluasi supervisi pendidikan, supervisor tidak perlu berada sendiri. Untuk menilai kegiatan atau aktivitas
supervisi ia dapat bekerja sama dengan guru-guru dan bahkan dapat juga bersama
dengan murid-murid dalam porsi kecil, atau mungkin perlu juga bekerja sama
dengan supervisor lainnya. Oleh sebab itu evaluasi supervisor sendiri, tetapi
juga bekerja sama dengan orang lain. Dengan demikian data dapat diperoleh lebih
lengkap karena datang dari banyak sumber.
Suatu program evaluasi harus didasarkan pada kriteria yang merupakan
petunjuk dalam menentukan data apa yang akan dinilai dan sebagai dasar dalam
mencari/menginterpretasikan data. Dalam hal ini perhatian harus difokuskan pada
masalah primer bukan pada daya yang sekunder. Dasar pemuatan kriteria tersebut
dapat didasarkan pada pengalaman-pengalaman sekolah lain dalam rangka
pelaksaaan program supervisi (supervisory
program), penemuan-penemuan studi riset, pendapat-pendapat para ahli didik,
dan potensi khusus dari staf, siswa dan perlengkapan fisik sekolah.
0 Komentar Tog Bhe Maseh: