MANAJEMEN KONFLIK

11.25 URAY ISKANDAR 0 Comments



A.    Latar Belakang Masalah

Jika dua orang berkumpul, maka siap-siaplah akan tejadi pertentangan baik disimpan di dalam hati maupun ditampakkan dengan perilaku. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa bila mereka berdekatan, pasti terjadi gesekan perasaan karena suasana hati manusia itu secara garis besar berkisar antara rasa senang, sedih, marah, dan takut (cemas). Komunikator ang handal dapat mengetahui suasana hati manusia dari penampilan wajahnya. Konflik tidak selamanya negatif, ada pla konflik yang menyebabkan positif, misalnya berkonflik karena persaingan secara sehat.Manager dan leader dalam menjalankan tugasnya pasti berhadapan dengan konflik. Untuk itu perlu dibekali bagaimana cara-cara mengatasi konflik.
Burns (1978: 37) menyatakan bahwa potensi konflik dapat melancarkan hubungan umat manusia, sekaligus menjadi kekuatan penyehat dan pertumbuhan, sebagaimana dapat pulas perusak. Tidak ada kelompok dapat hidup harmonis secara keseluruhan; yang demikian itu akan sepi dari proses dan struktur.
Sebuah organisasi selaykanya dikembangkan sebagai system yang mendorong upaya kerjasama antar manusia. Namun, dalam “kehidupan nyata” (the real world), organisasi akan selalu diwarnai oleh adanya konflik dalam berbagai bentuk dan tingkat kekuatannya, baik secara positif dan negatif. Dalam situasi yang dinamis seperti sekarang ini, dapat dipikirkan untuk meminimalisasi kerusakan akibat konflik dan menanganinya secara produktif.
Konflik akan selalu menyelimuti pengalaman umat manusia. Pasti akan terjadi, bahkan dalam diri individu sekalipun; biasa disebut konflik intrapersonal (intrapersonal conflict). Konflik ini, sering muncul akibat pertentangan antara dua perasaan atau kepentingan, yang mendorong timbulnya stress. Di samping itu, konflik akan selalu muncul dalam pengalaman social, antar individu-individu, kelompok-kelompok, dan antara masyarakat dan kultur yang lebih luas lagi.
Konflik dapat terjadi di dalam (within) pribadi (person) dan unit social (intrapersonal, intragroup, atau intranational). Konflik juga dapat dialami antara (between) dua pihak atau lebih (interpersonal, intergroup, atau international). Konflik dalam kehidupan organisasional biasanya melibatkan konflik antarpribadi dan antar kelompok.

B.    Konsep Dasar

1.     Hakikat Konflik
Pada hakikatnya, konflik pasti terjadi, berkonotasi negatif, hasil akhhir tergantung manajemennya, dan perlu dikenali. Munculnya konflik biasanya diisyaratkan oleh adanya komentar emosional, serangan gagasan yang apriori, saling tuduh, dan saling serang pada pribadi. Penanganannya dapat dilakukan dengan cara konfrontasi agresif, manufer negatif, penundaan terus menerus, dan bertempur secara pasif.
Sumber konflik berawal dari sikap menghalangi sasaran perorangan, perbedaan sudut pandang, kehilangan otonomi/kekuasaan, dan kehilangan sumber yang mengakibatkan ketidak adilan, ancaman terhadap nilai/norma, dan perbedaan persepsi, tujuan,kebutuhan, kebutuhan dan nilai. Konflik dapat direspon dengan cara menghindar, mengakomodasi, menang/kalah, dan penyelesaian masalah (kolaborasi win-win).
Berdasarkan teori manajemen klasik (classical management theory), adanya konflik dipandang sebagai bukti perpecahan organisasi, yakni gagalnya pihak manajemen merencanakan dan melaksanakan pengendalian secara memadai. Sementara menurut pandangan hubungan manusiawi (human relation), konflik dipandang secara negatif sebagai bukti gagalnya pihak manajemen mengembangkan norma-norma yang sesuai dalam kelompok. Adapun teori administrasi tradisional lebih melihat organisasi yang sehat didasarkan kepada suasana yang harmonis, kesatuan, koordinasi, efisiensi, dan tertib. Hubungan manusiawi berupaya menciptakan iklim tersebut melalui suasana kerja yang menyenangkan, sedang aliran klasik menciptakannya melalui kontrol dan struktur organisasi yang ketat. Keduanya sepakat bahwa konflik cenderung merugikan, oleh karena itu harus dihindari.

2.     Definisi Konflik
Pada dasarnya, tidak ada kesepakatan tentang definisi konflik di kalangan ahli (Thomas, 1976). Hal ini, tercermin dalam rumusan yang dikemukakan oleh mereka. Deutsch (1973: 10) memandang bahwa konflik akan muncul jika terjadi kesenjangan aktifitas.
Konflik ialah proses kegiatan A merugikan B sehingga menimbulkan perselisihan sehingga dapat menimbulan stres (Gibson, et.al, 2003). Konflik disebut juga fight, strangle, quarrel, deference, opposition, .and disagreement. Konflik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan stres bagi yang berkonflik. Konflik dapat terjadi dengan: (1) diri sendiri, (2) seseorang, (3) kelompok, (4) organisasi, (5) kelompok dengan kelompok, (6) kelompok dengan organisasi, dan (7) organisasi dengan oganisasi.
Pandangan perilaku menyatakan konflik adalah sesuatu yang wajar (alamiah) karena perbedaan perilaku dalam berorganisasi. Pandangan intraksionis menyatakan bahwa konflik adalah proses interaktif yang mendorong keharminisan, kedamaian, dan kerjasama untuk melakukan inovasi, perubahan dan peningkatan.
Pandangan Kontemporer tentang Konflik. Konflik dalam organisasi saat ini tidak dapat dihindari, endemic, dan legitimate. Hal ini, karena individu dan kelompok di dalam system social manusia interdependen dan selalu berkait dalam proses definisi dan redefinisi terhadap sifat dan rentang interdependensi mereka. Proses tersebut, misalnya, ditandai oleh fakta bahwa lingkungan tempat tinggal mereka berubah secara konstan. Barnard (1938) pernah menyatakan melekat dalam konsepsi kebebasan berkehendak dalam lingkungan yang terus berubah pola-pola social yang ditandai dengan negosiasi, stress, dan konflik.
Efek Konflik Organisasi. Konflik yang terlalu sering dan menguat dapat berdampak pada prilaku orang dalam organisasi. Penarikan diri secara psikososial, seperti alienasi, apatis, dan tidak peduli merupakan indikasi umum yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi organisasi. Penarikan diri secara fisik, seperti ketidakhadiran, keterlambatan, dan pengunduran diri merupakan respon terhadap konflik di sekolah sebagai akibat lemahnya system administrasi.
Tentu, konflik dalam organisasi pendidikan tidak diinginkan. Manajemen konflik yang tidak efektif dapat menimbulkan iklim yang memperburuk situasi dan memperluas frustasi, penuruan iklim organisasi, dan meningkatkan perusakan lebih lanjut. Sebaliknya, manajemen konflik yang efektif dapat mendorong kinerja yang produktif dan meningkatkan kesehatan organisasi dalam waktu yang lama.
Berdasar paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa konflik tidak dapat dilihat baik atau buruk begitu saja; eksistensinya netral. Dampaknya terhadap organisasi dan prilaku orang di dalamnya sangat tergantung kepada ketepatan cara yang diperlakukan. Hal ini, mengisyaratkan bahwa penyelesaian konflik di lingkungan Departemen Agama RI perlu menggunakan berbagai pendekatan dan multiperspektif.
Kinerja Organisasi. Untuk membicarakan konflik organisasi sebagai sesuatu yang baik atau buruk, fungsional atau disfungsional, mensyaratkan adanya criteria yang digunakan untuk membuat penilaian. Sebagai langkah awal, perlu digali dampak konflik terhadap kapabilitas organisasi sebagai sebuah system.
Pengukuran produktifitas organisasi dan pembahasan tentang relefansi system sekolah atau kondisi internal sekolah harus dikedepankan. Oleh karena itu, akibat konflik secara fungsional atau disfungsional terhadap organisasi harus dipahami dalam kaitannya dengan kesehatan organisasi, adaptabilitas dan stabilitas.
Sebagaimana kita ketahui, teori motivasi moderen menjelaskan bahwa tantangan, signifikansi, dan kebutuhan untuk memecahkan masalah menjadi cirri penting yang mampu membuat orang menjadi tertarik, senang, dan termotivasi. Demikian juga, konsep tentang kepemimpinan partisipatif mendasarkan kepada keyakinan bahwa banyak anggota organisasi memiliki gagasan bagus dan kualitas informasi yang memberi kontribusi positif untuk membuat kebijakan yang lebih baik dalam organisasi.
Thomas (1976) memandang bahwa Pertentangan pandangan-pandangan yang beragam sering menghasilkan gagasan mutu yang lebih unggul. Pandangan beragam tepat didasarkan kepada

3.     Mitos Konflik
Mitos terhadap konflik adalah: (1) kelemahan kepemimpnan, (2) kurang perhatian terhadap organisasi, (3) jika dibiarkan akan reda dengan sendirinya, (4) harus dipecahkan, dan (5) menyeybabkan marah dan merusak. Ada tiga pandangan terhadap konflik: (1) tradisional, (2) perilaku, dan (3) interaksionis. Pandangan tradional menyatakan konflik adalah negatif dan harus dihindari.


You Might Also Like

0 Komentar Tog Bhe Maseh: