TEKNIK SUPERVISI AKADEMIK
Ada bermacam-macam teknik supervisi akademik dalam upaya pembinaan kemampuan
guru. Dalam hal ini meliputi pertemuan staf, kunjungan supervisi, buletin
profesional, perpustakaan profesional, laboratorium kurikulum, penilaian guru,
demonstrasi pembelajaran, pengembangan kurikulum, pengambangan petunjuk pembelajaran,
darmawisata, lokakarya, kunjungan antarkelas, bacaan profesional, dan survei
masyarakat-sekolah. Sedangkan menurut Gwyn, teknik-teknik supervisi itu bisa
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu. teknik supervisi individual,
danteknik supervisi kelompok.
Teknik supervisi individual
di sini adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada guru tertentu yang
mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan. Supervisor di sini hanya
berhadapan dengan seorang guru yang dipandang memiliki persoalan tertentu.
Teknik-teknik supervisi yang dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi:
kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas,
dan menilai diri sendiri. Berikut ini dijelaskan pengertian-pengertian dasarnya
secara singkat satu persatu.
1. Kunjungan
Kelas
Kunjungan kelas adalah
teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembina lainnya dalam
rangka mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga memperoleh data
yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru. Tujuan kunjungan ini adalah
semata-mata untuk menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau masalah mereka
di dalam kelas. Melalui kunjungan kelas, guru-guru dibantu melihat dengan jelas
masalah-masalah yang mereka alami. Menganalisisnya secara kritis dan mendorong
mereka untuk menemukan alternatif pemecahannya. Kunjungan kelas ini bisa
dilaksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan
bisa juga atas dasar undangan dari guru itu sendiri.
Ada empat tahap kunjungan
kelas. Pertama, tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu,
sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Kedua, tahap pengamatan
selama kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran
berlangsung. Ketiga, tahap akhir kunjungan.
Pada tahap ini, supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk
membicarakan hasil-hasil observasi, sedangkan tahap terakhir adalah tahap
tindak lanjut. Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu: (1) memiliki
tujuan-tujuan tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki
kemampuan guru; (3) menggunakan instrumen observasi tertentu untuk mendapatkan
daya yang obyektif; (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina
sehingga menimbulkan sikap saling pengertian; (5) pelaksanaan kunjungan kelas
tidak menganggu proses belajar mengajar; (6) pelaksanaannya diikuti dengan
program tindak lanjut
2. Observasi Kelas
Observasi kelas secara
sederhana bisa diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap
gejala yang nampak. Observasi
kelas adalah teknik observasi yang dilakukan oleh supervisor terhadap proses pembelajaran
yang sedang berlangsung. Tujuannya adalah untuk memperoleh data seobyektif
mungkin mengenai aspek-aspek dalam situasi belajar mengajar,
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam usaha memperbaiki proses
belajar mengajar. Secara umum, aspek-aspek yang diamati selama proses pembelajaran
yang sedang berlangsung adalah:
a. usaha-usaha
dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran
b. cara
penggunaan media pengajaran
c.
reaksi
mental para siswa dalam proses belajar mengajar
d. keadaan
media pengajaran yang dipakai dari segi materialnya.
Pelaksanaan observasi kelas
ini melalui beberapa tahap, yaitu: (1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan
observasi kelas; (3) penutupan pelaksanaan observasi kelas; (4) penilaian hasil
observasi; dan (5) tindak lanjut. Dalam melaksanakan observasi kelas ini,
sebaiknya supervisor menggunakan instrumen observasi tertentu, antara lain
berupa evaluative check-list, activity
check-list.
3. Pertemuan Individual
Pertemuan
individual adalah satu pertemuan, percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara
pembina atau supervisor guru, guru dengan guru, mengenai usaha
meningkatkan kemampuan profesional guru. Tujuannya adalah: (1) memberikan
kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi;
(2) mengembangkan hal mengajar yang lebih baik; (3) memperbaiki segala
kelemahan dan kekurangan pada diri guru; dan (4) menghilangkan atau menghindari
segala prasangka yang bukan-bukan.
Swearingen (1961)
mengklasifikasi jenis percakapan individual ini menjadi empat macam sebagai
berikut
a.
classroom-conference, yaitu percakapan
individual yang dilaksanakan di dalam kelas ketika murid-murid sedang
meninggalkan kelas (istirahat).
b.
office-conference. Yaitu percakapan
individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana
sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan
penjelasan pada guru.
c.
causal-conference. Yaitu percakapan individual yang bersifat informal,
yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru
d.
observational
visitation. Yaitu percakapan individual yang dilaksanakan setelah
supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas
Dalam percakapan individual
ini supervisor harus berusaha mengembangkan segi-segi positif guru, mendorong
guru mengatasi kesulitan-kesulitannya, dan memberikan pengarahan, hal-hal yang
masih meragukan sehingga terjadi kesepakatan konsep tentang situasi pembelajaran
yang sedang dihadapi.
4. Kunjungan
Antar Kelas
Kunjungan antarkelas dapat
juga digolongkan sebagai teknik supervisi secara perorangan. Guru dari yang
satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Dengan
adanya kunjungan antarkelas ini, guru akan memperoleh pengalaman baru dari
teman sejawatnya mengenai pelaksanaan proses pembelajaran pengelolaan kelas,
dan sebagainya.
Agar kunjungan antarkelas
ini betul-betul bermanfaat bagi pengembangan kemampuan guru, maka sebelumnya
harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh supervisor apabila menggunakan teknik ini dalam melaksanakan
supervisi bagi guru-guru.
a.
Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan
sebaik-baiknya. Upayakan mencari guru yang memang mampu memberikan pengalaman
baru bagi guru-guru yang akan mengunjungi.
b.
Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi.
c.
Sediakan segala fasilitas yang diperlukan dalam kunjungan
kelas.
d.
Supervisor hendaknya mengikuti acara ini dengan cermat.
Amatilah apa-apa yang ditampilkan secara cermat, dan mencatatnya pada
format-format tertentu.
e.
Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antarkelas
selesai. Misalnya dalam bentuk percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian
tugas-tugas tertentu.
f.
Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru
bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
g.
Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan kunjungan
antar kelas berikutnya.
5. Menilai Diri Sendiri
Menilai diri sendiri
merupakan satu teknik individual dalam supervisi pendidikan. Penilaian diri
sendiri merupakan satu teknik pengembangan profesional guru (Sutton, 1989).
Penilaian diri sendiri memberikan informasi secara obyektif kepada guru tentang
peranannya di kelas dan memberikan kesempatan kepada guru mempelajari metoda
pengajarannya dalam mempengaruhi murid (House, 1973). Semua ini akan mendorong
guru untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya (DeRoche, 1985; Daresh, 1989;
Synder & Anderson, 1986).
Nilai diri sendiri merupakan
tugas yang tidak mudah bagi guru. Untuk mengukur kemampuan mengajarnya, di
samping menilai murid-muridnya, juga menilai dirinya sendiri. Ada beberapa cara
atau alat yang dapat digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain sebagai
berikut.
a.
Suatu daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan
kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya
disusun dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup maupun terbuka, dengan
tidak perlu menyebut nama.
b.
Menganalisa tes-tes terhadap unit kerja.
c.
Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan, baik
mereka bekerja secara perorangan maupun secara kelompok.
Teknik supervisi kelompok
adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang
atau lebih. Guru-guru yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki
masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau
dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan
supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Menurut
Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi kelompok, sebagai berikut.
1. Kepanitiaan-kepanitiaan
2. Kerja
kelompok
3. Laboratorium
kurikulum
4. Baca
terpimpin
5. Demonstrasi
pembelajaran
6. Darmawisata
7. Kuliah/studi
8. Diskusi
panel
9. Perpustakaan
jabatan
10. Organisasi
profesional
11. Buletin
supervisi
12. Pertemuan
guru
13. Lokakarya
atau konferensi kelompok
Teknik supervisi kelompok
ini tidak akan dibahas satu persatu, karena sudah banyak buku yang secara
khusus membahasnya. Satu hal yang perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada
satupun di antara teknik-teknik supervisi kelompok di atas yang cocok atau bisa
diterapkan untuk semua pembinaan dan guru di sekolah. Artinya, akan ditemui
oleh kepala sekolah adanya satu teknik tertentu yang cocok diterapkan untuk
membina seorang guru tetapi tidak cocok diterapkan pada guru lain. Oleh sebab
itu, seorang kepala sekolah harus mampu menetapkan teknik-teknik mana yang
sekiranya mampu membina keterampilan pembelajaran seorang guru.
Menetapkan teknik-teknik
supervisi akademik yang tepat tidaklah mudah. Seorang kepala sekolah, selain
harus mengetahui aspek atau bidang keterampilan yang akan dibina, juga harus
mengetahui karakteristik setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru,
sehingga teknik yang digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang sedang
dibina melalui supervisi akademik. Sehubungan dengan kepribadian guru, Lucio
dan McNeil (1979) menyarankan agar kepala sekolah mempertimbangkan enam faktor
kepribadian guru, yaitu kebutuhan guru, minat guru, bakat guru, temperamen
guru, sikap guru, dan sifat-sifat somatic
guru.
Ada lima langkah pembinaan
kemampuan guru melalui supervisi akademik, yaitu: (1) menciptakan
hubungan-hubungan yang harmonis, (2) analisis kebutuhan, (3) mengembangkan
strategi dan media, (4) menilai, dan (5) revisi
1. Menciptakan
Hubungan yang Harmonis.
Langkah pertama dalam
pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang
harmonis antara kepala sekolah dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan
program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan
supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang
terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang
diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran
kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran
melalui supervisi akademik, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan
yang kurang terampil dalam mengajar.
Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang
demikian.
Komunikasi antara kepala
sekolah dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-benar menerima supervisi
akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan
kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik. Dalam upaya
memperjelas program supervisi akademik, tentu diperlukan suatu cara dan
prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Bagaimanakah berkomunikasi secara
efektif. Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala
sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai
berikut.
a.
Berbicaralah
sebijaksana dan sebaik mungkin
b.
Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
c.
Ciptakan
hubungan interpersonal antar personil
d.
Berpikirlah
sebelum berbicara
e.
Ikutilah
norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
f.
Usahakanlah
untuk memahami pendapat orang lain
g.
Konsentrasikan
pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
h.
Kumpulkan
materi untuk mengadakan diskusi bila perlu
i.
Persingkat
pembicaraan
j.
Ciptakan
ketidaksanggupan
k.
Bersemangatlah
l.
Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
m.
Berkomunikasilah
dengan “eye communication”
n.
Selalu
mencoba
o.
Jadilah
pendengar yang baik
p.
Ketahuilah
kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi
2. Analisis
Kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam
pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki,
analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki.
Prinsip supervisi pengajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di
muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program supervisi pengajaran
harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Dalam
upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan
pengajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran. Adapun
langkah-langkah menganalisis kebutuhan sebagai berikut.
a.
Mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan – perbedaan (gap) apa saja
yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang nyata dimiliki guru
dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan di kelompok, disintesiskan, dan
diklasifikasi.
b.
Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
c.
Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
d.
Mengidentifikasi
tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan,
sumber-sumber, perlengkapan dan media.
e.
Mencatat
prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-teknik
tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan
kuesioner.
f.
Mengidentifikasi
dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan pembelajaran
guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi.
g.
Menetapkan
kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina
melalui teknik dan media selain
pendidikan.
h.
Mencatat
dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru
yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.
3. Pelaksanaan
Supervisi Akademik
Setelah tujuan-tujuan
pembinaan keterampilan pengajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang
diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, kepala sekolah menganalisis
setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik
yang akan digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan
teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik
ini adalah sebagai berikut.
a.
Mendaftar
pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan dengan
menggunakan teknik supervisi individual.
b.
Mendaftar
pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi
kelompok.
c.
Mendaftar
mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan
untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik
dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran
guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah
dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun
kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada akhir bab ini.
4. Penilaian
Keberhasilan Supervisi Akademik
Penilaian merupakan proses
sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks
supervisi akademik, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan
tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran
guru. Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran adalah untuk: (1) menentukan apakah pengajar (guru) telah mencapai
kriteria pengukuran sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan, dan (2) untuk
menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya dalam rangka
perbaikan proses pembinaan berikutnya.
Prinsip dasar dalam
merancang dan melaksanakan program penilaian adalah bahwa penilaian harus
mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan supervisi
akademik guru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
a.
Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian.
b.
Tulislah
masing-masing tujuan.
c.
Pilihlah
atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif bisa menilai
hasil yang telah dispesifikasi.
d.
Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya.
e.
Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.
5. Perbaikan Program Supervisi Akademik
Sebagai langkah terakhir
dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah merevisi program pembinaan.
Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah
dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Me-review rangkuman hasil penilaian.
b.
Apabila
ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai, maka
sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan
sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
c.
Apabila
ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali
program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
d.
Mengimplementasikan
program pembinaan yang telah dirancang kembali pada masa berikutnya.
Dalam setiap pembinaan
keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik supervisi akademik
tertentu diperlukan media, sarana, maupun sumber-sumber tertentu. Apabila
digunakan teknik buletin supervisi dalam membina keterampilan pembelajaran
guru, maka diperlukan buletin sebagai media atau sumbernya. Apabila digunakan
teknik darmawisata dan membina guru maka diperlukan tempat tertentu sebagai
sumber belajarnya. Apabila digunakan perpustakaan jabatan sebagai pusat
pembinaan keterampilan pembelajaran guru maka diperlukan buku-buku, ruang
khusus, dan sarana khusus, sebagai sarana dan sumber belajar. Demikianlah
seterusnya untuk teknik-teknik supervisi akademik lainnya, semuanya memerlukan
media, sarana, dan sumber sebagai penunjang pelaksanaannya.
Pada bab I telah ditegaskan
bahwa esensial supervisi akademik itu sama sekali bukan mengukur unjuk kerja
guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan bagaimana membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi akademik
tidak bisa terlepas dari pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah
satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam proses supervisi pembelajaran
(Sergiovanni, 1987). Prinsip dasar ini tampak jelas sekali pada langkah-langkah
pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan Stoops, sebagaimana
telah dibahas di muka, di mana salah satu langkahnya berupa analisis kebutuhan.
Esensial langkah atau fase analisis kebutuhan ini adalah mengukur pengetahuan
dan kemampuan untuk menentukan pengetahuan dan kemampuan mana pada guru yang
harus dibina. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan memprogram supervisi akademik
selalu diperlukan instrumen pengukuran.
Instrumen pengukuran ini,
baik pengetahuan maupun kemampuan, bila berupa tes-tes tertentu yang secara
valid dan reliabel bisa mengukur pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengelola
proses pembelajaran. Khusus untuk mengukur kemampuan guru, karena lebih
berbentuk performansi atau perilaku (behavioral),
biasanya digunakan instrumen observasi yang mengamati unjuk kerja guru dalam mengelola
proses pembelajaran. Instrumen ini banyak diambil dari yang sudah ada, yang
sudah valid dan reliabel, maupun dikembangkan sendiri oleh supervisor. Apabila kepala
sekolah ingin mengembangkan sendiri instrumen observasi maka disarankan agar
merujuk kepada jenis-jenis kemampuan pembelajaran yang menang harus dimiliki
oleh guru. Setiap jenis kemampuan yang dikembangkan dalam instrumen observasi
harus disediakan skala pengukuran. Ada bermacam-macam skala pengukuran,
misalnya skala tigas, skala lima, dan skala tujuh. Apabila digunakan skala
tiga, maka bentuknya menjadi tidak mampu (1) cukup mampu (2) dan mampu (3)
Apabila digunakan skala lima, maka bentuknya menjadi sangat kurang mampu (1)
kurang mampu (2) cukup mampu (3) mampu (4) dan sangat mampu (5). Nantinya
apabila telah digunakan, maka semakin kecil skor kemampuannya (kategori
kemampuannya) berarti semakin perlu dibina. Semakin rendah skornya berarti guru
semakin tidak mampu mengelola proses pembelajaran.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI pernah mengembangkan satu instrumen pengukuran yang disebut
dengan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG ini merupakan instrumen yang
kembangkan dan resmi digunakan untuk mengukur kemampuan guru yang bersifat generic essensial. Dikatakan generic karena kemampuan tersebut secara
umum harus dimiliki oleh setiap guru bidang studi apapun. Dikatakan essential
karena kemampuan tersebut merupakan kemampuan-kemampuan yang penting saja. Ini
tidak berarti bahwa kemampuan yang lain tidak perlu melainkan masih sangat
diperlukan hanya harus diukur melalui instrumen lainnya (Depdikbud, 1982).
0 Komentar Tog Bhe Maseh: