MBS DALAM MENENTUKAN  PENGAJARAN DI SEKOLAH

10:19 AM URAY ISKANDAR 0 Comments







Pendahuluan

            MBS memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah. Dimana sekolah memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar dalam mengelola sekolah sehingga mandiri. Tidak telepas dari adanya keterlibatan atau adanya partisipasi warga sekolah dan masyarakat secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.

MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.

Menurut: 50) dengan MBS, sekolah dapat meningkatkan kemampuannya dalam merencanakan, mengelola, membiayai dan menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Dengan MBS, sekolah juga dapat memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia dan dapat meningkatkan kepedulian warga sekolah dan warga masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting. MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para peserta didik. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.

Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar peserta didik lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan peserta didik dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperan serta merencanakannya.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan tersebut merupakan sarana perubahan bagi peserta didik. Dengan demikian dapat dikatakan yang menjadi objek pendidikan adalah perubahan pada diri peserta didik. Sebagai usaha sadar maka hal tersebut ditempuh melalui kegiatan yang melibatkan berbagai pihak. Pihak yang terlibat dihadapkan kepada tugas yang ada kalanya menuntut berubah-ubah, sebagai akibat dihadapkannya pada arah masa yang akan datang. Karena itu perubahan adalah esensi dalam pendidikan.

            Perubahan secara umum mengandung arti adanya perbedaan keadaan sesuatu daripada waktu sebelumnya. Perbedaan tersebut bisa positif dan bisa pula negatif. Hal yang positif lebih mengarah kepada kemajuan dan yang negatif mengarah kepada kemunduran.

Kita bisa mengambil posisi secara tepat dalam menyikapi perubahan tersebut. Baik untuk menjadi pelopor perubahan, pengikut perubahan atau juga tidak bersikap apa-apa atas perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, suatu perubahan dapat terjadi menuju arah yang diinginkan maka perlu adanya pengelolaan dalam arti adanya kesadaran untuk menyiapkan, menjalankan dan menilai perubahan yang dituju. Tentunya yang melakukan perubahan adalah agen perubahan. Agen perubahan adalah orang yang bertindak sebagai katalis dan memikul tanggung jawab mengelola kegiatan perubahan yang dapat berupa : Manajer, Karyawan atau konsultan luar.



Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah

Otonomi sekolah diartikan sebagai kewenangan atau kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri dan tidak terlalu bergantung kepada pihak lain. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis, di mana warga sekolah didorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.

Penerapan MBS (Depdiknas. 2000:32) yang efektif mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik sebagai berikut :

a.         Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.

b.        Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.

c.         Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.

d.        Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.

e.         Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.

f.         Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.



            Manajemen berbasis sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh setiap sekolah yang akan menerapkannya. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Menurut Rohiat (2008: 69) proses menuju MBS memerlukan perubahan pada empat hal pokok :

1. Perlu perubahan peraturan perundang-undangan/ ketentuan-ketentuan bidang pendidikan yang ada.

2. Kebiasaan berperilaku unsur-unsur sekolah perlu disesuaikan karena MBS menuntut kebiasaan berperilaku yang mandiri, kreatif, proaktif, sinergis, koordinatif, integratif, sinkronistis, kooperatif, luwes dan profesional.

3. Peran sekolah yang selama ini biasa diatur perlu disesuaikan menjadi sekolah yang bermotivasi diri tinggi.

4. Hubungan antar unsur-unsur dalam sekolah, antara sekolah sekolah dengan Dinas Pendidikan perlu disesuaikan



Sudah sewajarnya kita harus mempercayai kepala sekolah dan komite sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan pada sekolahnya masing-masing. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.” (Depdiknas. 2000: 52).

Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah adalah upaya pelaksanaan program yang telah di tetapkan secara konseptual dalam meningkatkan mutu pendidikan dan tetap mangacu pada tujuan pendidikan nasional. Upaya pelaksanaan program MBS secara efektif dan efisien, selain mamahami konsep implementasi dengan baik, harus juga di dukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan profesional. Dana yang tersedia juga cukup memadai untuk manggaji staf sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, serta sarana dan prasarna yang di dukung oleh masyarakat.

Tujuan utama implementasi manajemen berbasis sekolah adalah meningkatkan efesiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, keluwesan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme pendidik, adanya penghargaan dan hukuman sebagai kontrol.

Menurut A. Ghani (2014: 13) diperlukan beberapa faktor pendukung untuk keberhasilan pelaksanaan MBS, antara lain :

1.  Kepemimpinan, faktor kemampuan profesional kepala sekolah dalam memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi di sekolah yang kondusif untuk proses pembelajaran.

2. Kondisi sosial, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan.

3.  Faktor eksternal yang turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan orang tua peserta didik dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.

4. Dukungan pemerintah, sangat menentukan efektivitas implementasi MBS.

5. Profesionalisme, upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah.



Kepala sekolah merupakan pusat penggerak organisasi, yang dituntut mampu menggerakkan seluruh sumber daya yang tersedia agar dapat mewujudkan tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan, tenaga pendidika, dan pendayagunaan sarana dan prasarana. Untuk dapat menjalankan fungsinya secara maksimal maka kepala sekolah harus memiliki keterampilan manajerial.

Keberhasilan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah juga ditunjang oleh komite sekolah yang merupakan komponen paket pelaksanaan MBS. Dengan demikian komite sekolah adalah wakil dari seluruh unsur tersebut diatas.
Seperti yang telah dikemukan bahwa keberhasilan MBS tidak saja ditentukan oleh kepala sekolah, tetapi juga komite sekolah. Dalam memimpin
, bahwa seorang  kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dengan memperhatikan aspirasi pemangku kepentingan disatuan pendidikan yang bersangkutan. Konsumen yang harus dilayani dan sangat berkepentingan adalah siswa dan orang tuanya.

Apabila komite sekolah berperan aktif dalam menyalurkan aspirasi siswa, orang tua dan masyarakat maka hasilnya akan sangat berkualitas. Tetapi kenyataannya masih ada kepala sekolah tidak melibatkan unsur-unsur yang ada, termasuk komite sekolah dalam mengambil keputusan. Kepemimpinan masih terpusat ditangan kepala sekolah, sehingga aspirasi stakeholder  masih terabaikan. Hal ini akan berdampak pada sulitnya mendapat dukungan dari masyarakat, sebab jika masyarakat tidak dilibatkan dalam menentukan arah kebijakan sekolah, maka akan tidak ada rasa memiliki dari masyarakat yang pada gilirannya masyarakat tidak punya rasa tanggungjawab pada jalannya pendidikan.

Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan. Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.

Menurut Mulyasa (2002:34) mengemukakan konsep pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah diantaranya adalah pengelompokan sekolah yang didasarkan pada kemampuan manajemen dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan kualitas sekolah. Implementasi merupakan pelaksaanaan atau perwujudan suatu usaha-usaha yang akan dijalankan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi manajemen berbasis sekolah adalah upaya pelaksanaan program yang telah ditetapkan secara konseptual dalam meningkatkan mutu pendidikan dan tetap mengacu pada tujuan pendidikan nasional.

Upaya pelaksanaan program MBS secara efektif dan efesien, selain memahami konsep implementasi dengan baik, harus juga didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan professional. Dana yang tersedia juga cukup memadai untuk memberikan insentif bagi  staf sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, serta sarana dan prasarana yang didukung oleh masyarakat.

Pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam implementasi MBS antara lain yaitu kategori sekolah yang sudah maju, sedang dan masih tertinggal. Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kemampuan sekolah dalam mengimplementasikan MBS berbeda-beda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Keragaman kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing sekolah menuntut perlakuan yang berbeda dalam melaksanakan MBS.

Pelaksanaan MBS di sekolah adalah suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan personil sekolah dalam pengelolaan sumberdaya yang ada di sekolah dan penyusunan program, memberikan wewenang kepada Kepala Sekolah untuk mengelola sumberdaya dan mengatur rumah tangga sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dalam batas-batas peraturan yang berlaku, mendorong partisipasi masyarakat yang lebih besar untuk mendukung pendidikan di sekolah, mendorong pemanfaatan anggaran sekolah sesuai kebutuhan sekolah dengan memberikan anggaran yang dimanfaatkan bersama dari sumber-sumber lain, mendorong adanya transparansi dalam pengelolaan sekolah mulai dari perencanaan sampai pada evaluasi, mendorong dan memanfaatkan kemampuan personil sekolah untuk meningkatkaan kreatifitas dan kemampuan yang dapat mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang efektif, kreatif dan menyenangkan serta terciptanya sekolah yang ramah terhadap siswa.

Untuk mengimplementasikan MBS secara efektif dan efesien kepala sekolah sebagai manajer perlu memiliki pengetahuan tentang kepemimpinan, perencanaan, pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuh kembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan, dan hubungan manusiawi sebagai modal untuk menciptakan iklim yang kondusif.

MBS merupakan kunci suatu keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Oleh karena itu tanggung jawab untuk mengelola dan memberdayakan berbagai seluruh potensi masyarakat serta orang tua untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah. Implementasi MBS harus memiliki visi, misi dan tujuan serta wawasan yang luas tentang sekolah yang efektif serta kemampuan profesional dalam mewujudkannya. Selain itu juga dituntut untuk menjalin kerjasama yang harmonis dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan program pendidikan di sekolah.          

Penerapan MBS menjadikan sekolah lebih otonom, tidak lagi menjadi subordinat dari pemerintah maupun yayasan, pendekatannya pun tidak birokratis lagi, penyelenggaraan  sekolah menjadi lebih leluasa dalam mengelola anggaran pendidikan di sekolah. Adanya keleluasaan gerak kepala sekolah dalam mengelola anggaran dan menyebabkan peranan komite sekolah menjadi besar dan memiliki posisi tawar yang tinggi. Sebab, semua keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan selalu memberdayakan semua pihak (stakeholder). Dengan begitu, masyarakat melalui komite sekolah berhak mengetahui berbagai kucuran dana yang mengalir ke sekolah, sehingga transparansi dan akuntabilitas dapat terwujud.

       Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi yang dimiliki. Dengan keluwesannya, sekolah akan lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal.

Tentu saja keterlibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat dan adanya kesadaran bersama.

Tentunya sekolah memiliki kemandirian lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.



Menentukan Kuantitas dan Kualitas Pengajaran

Guru merupakan komponen sekolah yang sangat penting, memiliki peran utama dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh karena itu guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara matang dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya. Hal ini menuntut guru agar melakukan perubahan–perubahan kearah yang lebih maju dalam pengorganisasian kelas, penggunaan  metode mengajar, pendekatan, strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak sebagai fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif. Jika guru mengajar sudah efektif, maka akan berpengaruh pada peningkatan kualitas keluaran atau outputnya.

Mengajar dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengorganisasikan  lingkungan belajar sehingga menciptakan kondisi belajar peserta didik.  Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa,  proses mengajar menitikberatkan pada unsur antara lain: siswa, lingkungan dan proses belajar. Berkaitan dengan itu tentunya diperlukan  seorang guru yang memiliki kompetensi pedagogis yang tinggi agar mampu mengelola pembelajaran menjadi efektif sehingga terjadi perubahan pada perilaku siswa kearah yang lebih baik dan maju.

Ketaatan dan kedisiplinan guru dalam bekerja sangat bervariasi seperti, ada beberapa guru tidak hadir kesekolah tanpa keterangan sedangkan jam mengajarnya ada, hal tersebut dapat diketahui dari daftar hadir guru. Begitu juga dengan kemampuan mengajar guru yang berlangsung di kelas, sebagian guru mengaku dapat berlangsung dengan tertib dalam suasana kondusif dan sebagian yang lain menyatakan sebaliknya.

Guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Tugas utama itu akan efektif apabila guru memiliki  derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan  atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu.

Lebih jauh Wens Tanlain dalam Syaiful Sagala (2009:13) menyebutkan ada beberapa poin yang menjadi tanggung jawab seorang guru, antara lain: mematuhi norma dan nilai kemanusiaan, menerima tugas mendidik bukan sebagai beban, tetapi dengan gembira dan sepenuh hati, menyadari benar akan apa yang dikerjakan dan akibat dari setiap perbuatannya itu, belajar dan mengajar memberikan penghargaan kepada orang lain termasuk kepada anak didik, bersikap arif bijaksana dan cermat serta hati-hati dan sebagai orang beragama melakukan kesemua yang tersebut di atas berdasarkan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Seorang guru tidak hanya semata-mata sebagai pengajar yang memberikan dan menyampaikan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga sebagai pembimbing yang dapat memberikan pengarahan dan menentukan peserta didik dalam belajar. Berkaitan dengan itu maka sebenarnya guru memiliki peranan yang sangat unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam usaha untuk mengantarkan siswa atau anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat dikembangkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya. Selain itu pula dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar bagi peserta didik untuk mencapai tujuan.

Kesimpulan

Secara umum, manajemen berbasis sekolah merupakan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk dapat meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan keinginan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakeholder yang ada. Melalui pengembangan pendekatan MBS ini, maka karakteristik sekolah efektif dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Oleh karena itu sekolah perlu diberikan keleluasaan untuk mengelola potensi sumber daya sekolah yang meliputi sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi, material, sumber daya manusia, waktu, keuangan, dan lainnya. Penerapan MBS sesungguhnya bukanlah reformasi yang luar biasa, namun sebuah upaya untuk mengembalikan hakikat penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan harapan daripada manajemen itu sendiri.

Seorang guru merupakan ujung tombak pelaksanaan pendidikan karena gurulah yang secara langsung memimpin kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, yang menjadi inti kegiatan pendidikan. Guru yang profesional adalah guru yang mampu merencanakan, melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, mengevaluasi kemajuan kegiatan belajar-mengajar, dan menindaklanjuti hasil kemajuan belajar-mengajar dan informasi lainnya. Guru dapat memilih kegiatan belajar mengajar sebanyak mungkin melibatkan siswa secara efektif baik fisik maupun mental demi peningkatan mutu hasil belajar.

You Might Also Like

0 Komentar Tog Bhe Maseh: