PENGENDALIAN PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI
Oleh : Uray Iskandar, S.PdA. Pengertian Kelompok
Perilaku Organisasi merupakan suatu bidang studi yang menyelidiki dampak oleh individu, kelompok dan struktur terhadap perilaku didalam organisasi, kemudian menerapkan pengetahuan tersebut agar organisasi itu bekerja dengan lebih efektif. Khususnya organisasi perilaku memfokus pada bagaimana memperbaiki produktivitas, mengurangi kemangkiran dan tingkat keluarnya karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja. Menurut Robbins dan Colter (20004) dalam Komang Ardana bahwa kelompok adalah gabungan atau kumpulan dua atau lebih individu yang berinteraksi dan saling bergantung untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. (http://suryanto.blog.unair.ac.id/2009/02/11/perilaku-kelompok-dan-individu/akses tanggal 28 Januari 2011)
Menurut Hammer dan Organ, dalam Adam Ibrahim Indrawijaya ( 2010:56) menyebutkan adanya empat hal penting dari kelompok yaitu : adanya saling berhubungan, saling memerhatikan, merasa sebagai satu kelompok, dan untuk pencapaian tujuan bersama.
Perilaku kelompok merupakan ilmu tentang perilaku tiap individu dan kelompok serta pengaruh tiap individu dan kelompok terhadap organisasi, maupun perilaku interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam organisasi demi kemanfaatan suatu organisasi.
B. Teori Pembentukan Kelompok
Ada beberapa kedekatan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pembentukan kelompok, yaitu:
1. Teori kedekatan
Teori ini adalah teori yang sangat dasar dan menjelaskan tentang adanya afiliasi diantara orang-orang tertentu. Seseorang berhubungan dengan orang lain disebabkan adanya kedekatan.
2. Teori interaksi
Teori ini menjelaskan pembentukan kelompok berdasarkan aktivitas-aktivitas, interaksi-interaksi, sentiment-sentimen (perasaan dan emosi). Dan semuanuya saling berhubungan.
Semakin banyak aktifitas seseorang dilakukan dengan orang lain, semakin beraneka interaksi-interaksinya dan semaki kuat tumbuhnya sentiment-sentimen mereka, semakin banyak interaksi-interaksi diantara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain dan semakin banyak aktivitas-aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentiment seseorang dipahami olleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkan aktivitas dan interaksi-interakri.
3. Teori keseimbangan
Teori menyatakan bahwa seseorang tertarik pada yang lain adalah didasarkan atas kesamaan sikap didalam menanggapi sesuatu tujuan
4. Teori pertukaran
Teori ini ada kesamaan fungsinya dengan teori motivasi dalam bekerja. Teori kedekatan, teori interaksi, dan teori keseimbangan memeinkan peranan dalam teori ini.
C. Jenis-jenis kelompok
Ada beberapa pandangan yang dipakai untuk mebedakan jenis-jenis kelompok. Menurut Duncan yang dikutip Adam Ibrahim Indrawijaya (1999) membedakannya berdasarkan kelompok itu bersifat formal atau informal, berdarkan keanggotaan, kesukaan serta berdasarkan besarnya kelompok.
1. Kelompok formal dan kelompok informal
Kelompok formal adalah kelompok yang terbentuk dan berlangsung berdarkan ketentuan resmi, sedangkan kelompok informal berkembang berdasarkan atas perasaan saling tertarik, karena kebutuhan akan tukar menukar informasi, untuk saling melengkapi ataupun karena adanya kesamaan sikap.
Setiap manajer perlu sekali memahami psikologi kedua macam kelompok tersebut, karena masing-masing dapat mempengaruhi usaha pencapaian tujuan organisasi.
2. Kelompok berdasarkan keanggotaan dan yang berdarkan kesukaan
Kelompok ini merupakan kelompok yang lahir atas dasar ketentuan formal karena seseorang telah memenuhi ketentuan . Seorang penduduk yang tinggal dalam wilayah tertentu secara formal menjadi warga wilayah tersebut.
Kelompok yang berdasarkan kesukaan ditandai oleh adanya perasaan para anggotanya untuk lebih terikat kepada ketentuan dan kepentingan kelompok. Biasanya seseorang membiarkan perilaku kelompok mempengaruhi perilaku yang bersangkutan, bahkan ia berusaha menyesuaikan perilakunya dengan perilaku kelompok dalam mana ia merasa menjadi anggota.
3. Pembagian kelompok berdasarkan keanggotaan
Untuk membedakan kelompok ini adalah menurut jumlah anggotanya atau dikatakan oula menurut besarnya. Secara umum kelompok ini dibagi atas kelompok yang terjadi dari dua orang, tiga orang dan kelompok yang lebih besar yang anggotanya lebih dari tiga orang.
Kelompok dua orang, dima hubungan antarperorangan terjadi dalam bentuk yang sederhana, karena interaksi terjadi didalamnya semata-mata berdasarkan perasaan saling menyukai. Kelompok tiga orang lebih rumit, karena setiap anggotanya dapat melakukan dua fungsi yaitu dapat membuat suatu kelompok menjadi erat dan sebaliknya dapat pula menjadi pecah. Sedangkan kelompok yang lebih dari tiga orang, jumlah anggotanya mempengaruhi tingkat dan bentuk interaksi para anggotanya.
Anggota tergantung kepada keadaan atau kemampuan kelompok dan tujuannya. Kelompok yang bertujuan untuk mengumpulkan fakta akan lebih efektif bila jumlah anggotanya berkisar 14 orang, dan yang bertugas untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu.
Meskipun masih baisa diperdebatkan berapa jumlah anggota yang paling tepat untuk memungkinkan produktivitas cukup besar, jelas kiranya bahwa jumlah anggota tetap mempengaruhi produktivitas kelompok.
5. Pengaruh jumlah anggota terhadap kepemimpinan
Ukuran paling tepat mengenai besarnya jumlah anggota terhadap perilaku kelompok dan setiap ada penambahan anggota kelompok terjadi pergeseran dalam personlitas dan prestasi kelompok.
D. Alasan Membentuk Kelompok
Terbentuknya suatu kelompok tidak selalu karena adanya dorongan langsung dari pekerjaan yang harus dilakukan, sebab dalam kenyataannya sering juga membentuk suatu kelompok atas dasar sukarela. Kelompok belajar atau wisata pada hakekatnya lebih merupakan kelompok yang terbentuk atas dasar sukarela.
Menurut Tuckman dalam Adam Ibrahim Indrawijaya ( 2010: 59 ) mengidentifikasi ada empat tahap dalam terbentuknya suatu kelompok, yaitu tahap pembentukan, tahap pancaroba, tahap pembentukan norma dan tahap berprestasi.
Tahap pembentukan adalah tahapan dalam mana seseorang melakukan beberapa pengujian terhadap anggota lainnya tentang hubungan antarperorangan yang bagaimana yang dikehendaki oleh kelompok. Tahap pancaroba adalah ini mulai terjadi konflik dalam kelompok. Tiang anggota mulai menampilkan pribadinya. Tahap pembentukan norma memberikan manfaat dengan terbukanya setiap anggota kelompok yang menjadi lebih kenal dengan keadaan seungguhnya anggota kelompok yang lain. Sedangkan yang terakhir adalah tahap berprestasi adalah hubungan antarperorangan berperan sebagai alat untuk pelaksanaan pekerjaan, dimana peranan seseorang lebih menjadi luwes dan makin fungsional. Karena setiap anggota mulai mempunyai keinginan untuk membantu yang lain, sementara masing-masing tetap berusaha melaksanakan tugasnya sebaik mungkin.
Sedangkan menurut Umar Nimran dalam Komang Ardana ( 2008: 46 ) alasan membentuk kelompok adalah :
1) Rasa aman
2) Status dan harga diri
3) Interaksi dan afliasi
4) Kekuatan
5) Pencapaian tujuan
E. Struktur Kelompok
Kelompok kerja bukanlah gerombolan yang tidak terorganisasi. Kelompok kerja mempunyai struktur yang membentuk perilaku angota-angotanya dan memungkinkan untuk menjelaskan dan meramalkan bagian besar dan perilaku individual di dalam kelompok maupun kinerja kelompok itu sendiri.
Menurut Indriyo Gito Sudarmo dan Nyoman Sudita, dalam Komang Ardana Struktur kelompok yang meliputi :
1) Kepemimpinan formal, setiap kelompok kerja pasti mempunyai pimpinan yang sah yang akan berperanan penting dalam mempengaruhi perilaku anggota kelompok demi keberhasilan kelompoknya.
2) Peran, seperangkat pola perilaku yang diharapkan dan yang dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam satu ui organisasi. Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalams ebuah organisasi.
3) Norma, adalah pedoman-pedoman yang diterima dan diikuti oleh anggota-anggota sebuah kelompok. Apabila norma telah diterima oleh anggota kelompok, maka norma itu dapat berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan mengendalikan perilaku anggota kelompok.
4) Status kelompok, posisi atau peringkat yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain. Dimana status penting dipahami karena salah satu motivator perilaku individu.
5) Ukuran kelompok, kelompok besar sangat baik untuk memperoleh masukan yang beraneka. Kelompok kecil lebih baik dalam melakukansesuatu yang produktif dengan masukan tersebut, karena berhubungan dengan produktivitas.
6) Proses kelompok, pola komunikasi, pengambilan keputusan, perilaku pemimpin, dinamika kekuasaan dan konflik yang terjadi dalam kelompok. Dalam berinteraksi antar anggota kelompok bisa menghasilkan sinergi yang positif ataupun negatif.
F. Pengendalian dan Pengaruhnya terhadap perilaku organisasi
Meskipun sudah luas kalangan yang meyakini perlunya suatu pengemdalian dalam organisasi, tetapi banyak orang yang salah menafsirkan makna pengendalian itu. Salah satu bentuk salah tafsir itu oalah bahwa pengemdalian selalu dikaitkan dengan keinginan untuk mendapatkan pengaruh dan kekuasaan.Namun perlu juga disadari dari segi perilaku organisasi, pengendalian merupakan salah satu usaha untuk membandingkan norma suatu kelompok atau organisasi dengan perilaku seseorang atau sekelompok orang.
Bagi perilaku organisasi akan memberikan pengaruh pada penempatan dari pusat pengendalian, konsepsi mengenai besar kecilnya pengendalian dan prosedur pengendalian. Pengendalian harus dekat dekat dengan pusat kekuasaan, cenderung pula orang beranggapan bahwa seseorang yang dekat dengan pimpinanlah yang melakukan tugas pengendalian.
Berkenaan dengan konsepsi mengenai besar kecilnya pengendalian dalam suatu organisasi, cenderung untuk secafra pasti mengalokasikan porsinya pada jumlah tertentu. Sebagai konsekwensi lanjutannya adalah bila kelompok tertentu berusaha meningkatkan kuantitas pengendalian sampai melebihi apa yang biasanya, maka kelompok lainnya akan dan harus mengurangi bagiannya. Atau secara lebih jelas dapat dikatakan, bahwa bila staf meningkatkan pengendalian, manajer sebaliknya harus mengurangi.
Menurut Tanenbaum dan kawan-kawan, dalam Adam Ibrahim Indrawijaya (2010: 103) mengatakan jumlah atau pembagian pengaruh dalam suatu organisasi dapat meningkat, Perbedaan tingkat efektivitas suatu usaha, perserikatan dan organisasi sukarela bukanlah gtrletak pada pembagian atau penyebaran pengaruh atau kekuasaan, tetapi tergantung pada keseluruhan jumlah pengawasan yang dilakukan oleh kelompok, para atasan dan sebagainya. Korelasi antara pengawsan yang terjadi pada pegawai rendahan dengan yang terjadi pada tingkat atas bukanlah suatu yang harus dipertentangkan, seperti yang umumnya kita anut. Adalah positip bahwa bila para bawahan pun akan berusaha untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar.
Berekenaan dengan proses pengendalian dan pengaruhnya terhadap perilaku kelompok, membawa suatu konsekwensi bahwa proses pengendalian dan pengaruhnya hanya bersifat satu arah, yaitu dari para manajer ke arah bawahannya. Memang betul betul bahwa tindakan dan bicara pimpinan dan manajer merangsang tindakan para bawahannya. Memang betul pula bahwa jika pimpinan dan manajer mengeluarkan edaran, menerbitkan pedoman atau menentukan asuatu prosedur tertentu, para bawahan akan bertindak sebagimana mestinya. Tetapi ini tidak berarti bahwa pimpinan atau manajer tersebut sudah mempengaruhi perilaku bawahannya secara keseluruhan. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena dorongan untuk melakukan komformitas dan kompliansi, bukan karena dorongan akseptasi. Perlu juga diperhatikan bahwa perilaku bawahan terhadap itu semua dapat mempengaruhi perilaku pimpinan. Hal tersebut dapat di lihat apabila seorang bawahan berperilaku sebagaimana yang diharapkan pimpinan. Kemungkinan pimpinan akan menilai kembali ketentuan nyang sudah diterbitkan atau mengadakan modifikasi terhadap ketentuan yang digariskan oleh pimpinan yang lebih tinggi.
Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan saling mempengaruhi antara pengendalian dan perilaku kelompok dan juga adanya hubungan timbal balik antara perilaku atasan dengan perilaku bawahan.
G. Akibat dari Perilaku Kelompok
Suatu kelompok merasa bahwa kelompoknya bertanding dengan kelompok lain atau kedua kelompok tersebut diserang oleh kelompok ketiga, mereka cenderung bersatu atau menguarangi pandangan atau mereka yang berbeda. Dalam keadaan seperti ini, mereka cenderung lebih memusatkan perhatian dan dana bagi tercapainya tujuan bersama. Bila kelompok tersebut merasa tidak mendapatkan perlakuan yang baik atau pada saat konflik meningkat, maka struktur kelompok menjadi ketat dan kaku. Pimpinannya menjadi cenderung untuk lebih totaliter atau otokratis.
Dalam keadaan terjadi peningkatan konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, masing-masing kelompok akan menganggap kelompok lainnya sebagai lawan kelompoknya. Dalam rapat misalnya, kelompok-kelompok yang sedang dalam konflik cenderung berprasangka jelek terhadap pendapat kelompok lainnya dan akan memanfaatkan setiap kata yang dianggap akan memperkuat kedudukan dan membenarkan perilaku mereka.
Apabila selama kelompok tersebut masih dalam konflik, masing-masing kelompok akan merasa seang atau menang apabila kelompoknya dapat melaksanakan sesuatu secara berhasil. Rasa puas diri ini dapat memperkuat keeratan hubungan kelompok, tetapi juga menyebabkan menurunnya perhatian terhadap tugas dan menimbulkan keinginan para anggota kelompok untuk mendapatkan imbalan yang lebih besar.
Bagi kelompok yang merasa kalah, perilaku anggota dan kelompoknya cenderung untuk merasa tidak senang, mereka menjadi lebih tegang dan berusaha menyalahkan yang alinnya. Bahkan mereka menyalahkan, keadaan, lingkungan, pimpinan. Atau mungkin pula mengkambinghitamkan kebijaksanaan, prosedur atau peralatan yang tersedia.
BAB III
KESIMPULAN
Perilaku manusia dan perilaku individu dalam organisasi
Sebelum membahas perilaku individu dalam organisasi kita harus mengetahui perilaku manusia. Perilaku manusia adalah suatu fungsi dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya. Sebagai contoh: seorang petani yang bekerja menanam padi di sawah, seorang tukang parker yang melayani jasa memparkirkan mobil dan lain-lain. Setiap orang akan melakukan perilaku yang berbeda dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi ketika individu memasuki dunia organisasi maka karakteristik yang dibawanya adalah kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Dan organisasi juga mempunyai karakteristik yaitu keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab, system penggajian, system pengendalian dan lain sebagainya. Jika karakteristik antara individu digabungkan dengan karakteristik organisasi maka akan terwujud perilaku individu dalam organisasi. Jadi perilaku individu dalam organisasi adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya ( organisasi ).
Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya . Individu membawa tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu, karakteristik individu akan dibawa memasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya. Selain itu organisasi juga mempunyai karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu. Karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, dengan kata lain perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Dan dalam mencapai tujuan tertentu seseorang selalu mempunyai motif . motif adalah ikhwal “mengapanya” perilaku. Motif timbul dan mempertahankan aktivitas serta menentukan arah umum perilaku seseorang. Motif atau kebutuhan merupakan dorongan utama aktivitas.
Manusia berperilaku karena didorong oleh serangkaian kebutuhan dan kebutuhan setiap manusia pasti berbeda. Kebutuhan merupakan beberapa pernyataan di dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang itu berbuat untuk mencapainya sebagai suatu objek atau hasil. Begitu juga dalam organisasi seperti seorang karyawan yang didorong untuk mendapatkan tambahan gaji supaya bisa hidup satu bulan dengan keluarganya, tingkah lakunya akan berbeda dengan seorang karyawan yang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan jabatan, kedudukan agar mendapatkan harga diri didepan orang lain. Kadang kala seseorang ketika sudah memenuhi kebutuhan yang satu dia akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang belum tercapaikan. Pemahaman tentang kebutuhan yang berbeda dari seseorang ini amat bermanfaat untuk memahami konsep perilaku seseorang dalam organisasi
DAFTAR PUSTAKA
Indrawijaya, Adam. Teori, Perilaku, dan Budaya Organisasi. Refika Aditama. Bandung.2010.
Robbins P. Stephen,(1996). Perilaku Organisasi . Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prehallindo
Ardana, Komang.(2008). Perilaku Keorganisasian. Graha Ilmu. Yokyakarta.
(http://suryanto.blog.unair.ac.id/2009/02/11/perilaku-kelompok-dan-individu/akses tanggal 28 Januari 2011)
http://indraprasetya17.wordpress.com/2010/12/02/konsep-dasar-perilaku-organisasi/ akses tanggal 28 Januari 2011
http://faridlovanova.blogspot.com/2010/12/mengenal-perilaku-keorganisasian./akses tanggal 28 Januari 2011
http://aatmandai.blogspot.com/2010/10/perilaku-individu-dan-kelompok-dalam.html akses tanggal 28 Januari 2011
0 Komentar Tog Bhe Maseh: