Motivasi Kerja Kepala Sekolah
1.
Pengertian Motivasi
Motivasi
berasal dari kata Latin “Movere” yang berarti dorongan atau daya
penggerak. Anoraga (1998:35) menjelaskan: motivasi
kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan dan kerja. Oleh
sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi sebagai pendorong semangat kerja.
Menurut Hasibuan (2005:65), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerjasama, efektif
dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.
Menurut G.R. Terry dalam Hasibuan (2005:145),
motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang
merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Ditegaskan kembali oleh As’ad
(1995:45), motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Motivasi merupakan pemberian atau penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang agar mau bekerjasama, bekerja secara efektif dan
terintegrasi dan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan. Motivasi kerja
merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang atau pegawai untuk
melaksanakan usaha atau kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi maupun tujuan
individual.
Dengan demikian disimpulkan
bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang yang menyebabkan
melakukan sesuatu tindakan tertentu untuk memenuhi kebutuhannya.
Hasibuan (1996:72), mengatakan motivasi
ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada bawahan atau pengikut.
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar
mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya
untuk mewujudkan tujuan organisasi. Sementara Gibson.dkk (1996:185),
mendefinisikan motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang
menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Mathis, Robert L. and John H. Jackson
(1996:89), menambahkan motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang yang
menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan.
Menurut Wahjosumidjo (1987:174), motivasi
merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap,
kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Dan
motivasi sebagai proses psikologis timbul atau diakibatkan oleh faktor di dalam
diri seseorang yang disebut instrinsik atau faktor di luar diri seseorang yang
disebut faktor ekstrinsik.
Motivasi seseorang dipengaruhi oleh
stimuli kekuatan intrinsik yang ada
pada
diri seseorang/individu yang bersangkutan, stimuli eksternal mungkin juga dapat
mempengaruhi motivasi, tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu
terhadap stimuli tersebut.
Wahyusumidjo (1987:95), mengatakan:
“Motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil proses interaksi antara sikap,
kebutuhan, dan persepsi bawahan dari seseorang dengan lingkungan, motivasi
timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya sendiri disebut faktor
instrinsik, dan faktor yang dari luar diri seseorang disebut faktor ekstrinsik”.
Selanjutnya faktor instrinsik dapat
berupa kepribadian, sikap, pengalaman,
pendidikan
atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan. Seseorang sering
melakukan tindakan untuk suatu hal dalam mencapai tujuan, maka motivasi
merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan, dan itu jarang muncul dengan
sia-sia. Kata butuh, ingin, hasrat dan penggerak semua sama dengan motif yang
asalnya dari kata motivasi. Jadi dengan demikain dapatlah disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan motivasi adalah daya penggerak seseorang untuk melakukan
tindakan.
Dari beberapa pengertian tentang
motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi harus memusatkan pada faktor-faktor
yang menimbulkan atau mendorong aktivitas-aktivitas para individu, faktor-faktor
tersebut mencakup kebutuhan, motif-motif, dan drive-drive. Motivasi
berorientasi pada proses dan berhubungan dengan pelaku, arah, tujuan, dan balas
jasa perilaku yang diterima atas kinerja. Dapat juga disimpulkan “Motif dan
motivasi dapat mendorong, menggerakkan aktivitas individu untuk berbuat,
bekerja, mengerjakan sesuatu dalam suatu organisasi”.
2. Macam-macam Teori Motivasi
Ada bermacam-macam teori motivasi
diantaranya yaitu:
a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Teori ini mula dipelopori oleh Abraham
Maslow pada tahun 1954. Ia menyatakan bahwa manusia mempunyai pelbagai
keperluan dan mencoba mendorong untuk bergerak memenuhi keperluan tersebut.
Keperluan itu wujud dalam beberapa tahap kepentingan. Setiap manusia mempunyai
keperluan untuk memenuhi kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan
tersebut.
Lima hierarki keperluan mengikut Maslow
(1954) adalah kebutuhan:
1). Faali (fisiologis):
antara laian rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan
kebutuhan ragawi lain
2). Keamanan : antara lain keselamatan dan
perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional
3). Sosial: mencakup
kasih saying, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan
4). Penghargaan :
mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga-diri, otonomi, dan prestasi;
dan faktpr hormat eksternal seperti status, pegakuan, dan perhatian.
5). Aktualisasi-diri: dorongan untuk menjadi apa
yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan
pemenuhan diri.
b. Teori Dua Faktor Herzberg
Kajian yang dilakukan oleh Herzberg,
Mausner dan Synderman menghasilkan teori dua faktor. Maksud dua faktor tersebut
ialah faktor yang memberi kepuasan (motivator) dan faktor yang tidak
memberi kepuasan (hygiene). Kehadiran faktor motivator menyebabkan
seseorang itu merasai kepuasan kerja, dan ketiadaannya tidak semestinya membawa
kepada ketidak puasan kerja. Sebaliknya tidak adanya faktor hygiene pula
menyebabkan ketidakpuasan kerja tetapi kenyataannya tidak semestinya membawa
kepuasan kerja.Teori Maslow mempunyai dua implikasi penting kepada pengurusan
organisasi. Pertama, pihak pengurusan perlu mengetahui bila kepuasan hierarki
keperluan pekerja bermula dan berakhir supaya mereka dapat merancang sesuatu
untuk memotivasikan pekerjanya. Kedua, adalah wajar jika keperluan tahap rendah
seperti keperluan fisiologi dan keselamatan pekerja telah dipenuhi oleh pihak
pengurusan organisasi terlebih dahulu supaya pekerjanya menjadi lebih
bermotivasi, kreatif dan produktif.
c. Teori X dan Teori Y McGregor
Douglas McGregor dalam Manullang
(1998:110-111), mengemukakan dua pandangan yang saling bertentangan tentang
kodrat manusia, yang dia sebutkan sebagai Teori X dan Teori Y. Dalam teori X ,
ancangan tradisionil, McGregor berasumsi bahwa “manusia, pada dasarnya tidak
senang bekerja dan tidak bertanggung jawab dan harus dipaksa bekerja. Teori Y,
ancangan modern, adalah didasarkan kepada asumsi bahwa “manusia pada dasarnya
suka bekerjasama, tekun bekerja dan bertanggung jawab”.
Dari ancangan Teori X, manusia adalah
satu diantara unsur-unsur produksi selain uang, material serta peralatan, yang
kesemuanya harus dikendalikan oleh manajemen. Manusia adalah sejenis makhluk
hedonistis dan cenderung kepada kesenangan serta penderitaan, tidak senang
bekerja dan akan menghindari kerja jika dapat. Karena kebencian terhadap kerja,
sebagian besar orang-orang harus dipaksa dan diancam dengan hukuman agar
membuatnya mengerahkan upaya yang mencukupi untuk mewujudkan tujuan-tujuan
organisasi. Dalam masyarakat materialistis dengan taraf hidup yang relatif
rendah dan kekurangan lapangan kerja, teori manajemen ini cenderung untuk
diterapkan dengan baik, tetapi dalam masyarakat yang kurang materialistis
dengan taraf hidup yang lebih tinggi serta peluang-pelunag yang lebih besar
untuk memperoleh pekerjaan, ancangan negatif dari teori X akan menemui
kegagalan.
Teori Y McGregor dalam Manullang
(1998:110-111), seperti teori X dimulai dengan asumsi bahwa manajemen
bertanggungjawab atas pengorganisasian unsur-unsur produksi, yaitu uang,
bahan-bahan, peralatan dan karyawan tetapi kesamaan itu berakhir di sini. Teori
Y mengemukakan, motivasi, potensi untuk berkembang, kapasitas untuk memikul
tanggungjawab dan kesediaan untuk mengarahkan perilaku ke arah perwujudan
tujuan-tujuan organisasi, kesemuanya terdapat di dalam diri individu, tetapi
menjadi tanggung jawab manajemen di dalam pengembangannya. Tugas mutlak dari
manajemen menurut teori Y adalah mengatur kondisi-kondisi organisasi dan
metode-metode operasi agar karyawan dapat mencapai tujuan-tujuannya sendiri
dengan mengarahkan upaya-upayanya sendiri ke arah tujuan-tujuan organisasi. Ini
adalah suatu pencetusan dari rasa integrasi.
d. Teori Kebutuhan Akan Prestasi Mc. Clelland
Kebutuhan akan prestasi, walaupun tidak
dikemukan secara tegas dalam hierarki kebutuhan Maslow, namun mendasari
kebutuhan penghargaan dan aktualisai diri. Begitu pula motivator Herzberg
menekankan pengakuan akan prestasi itu penting bagi kekuasaan. Mc. Clelland
mengemukkan teorinya yaitu Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory atau
Teori Motivasi berprestasi Mc. Clelland. Teori ini berpendapat bahwa karyawan
mempunyai cadangan energi potensial.
Bagaimana energi dilepaskan dan
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi-seseorang dan situasi
serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena
dorongan oleh: (1)
kekuatan motif dan kekutan dasar yang terlibat; (2) harapan keberhasilannya; dan (3) nilai insentif yang
terlekat pada tujuan.
Hal-hal yang memotivasi seseorang Mc. Clelland
dalam Hasibuan (1996:162-163) menyatakan:
1) Kebutuhan
akan prestasi (need for achievement=n Ach), merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, n Ach akan mendorong
seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta
energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan
akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi
kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang
tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan
pendapatan
yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2). Kebutuhan akan
afiliasi (need for Affiliation=n. Af) menjadi daya penggerak yang akan
memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, n. Af ini merangsang
gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal: kebutuhan
akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia tinggal dan bekerja (sense
of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia
merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan
maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan
ikut serta (sense of participation). Seseorang karena kebutuhan n Af
akan memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya
untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
3). Kebutuhan akan
kekuasaan ( need for Power = n Pow). Merupakan daya
penggerak
yang memotivasi semangat kerja karyawan. N Pow akan merangsang dan memotivasi
gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai
kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari
manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara
sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk
bekerja giat.
Fremon E. Kast dan James E. Rosenzweig
dalam Hasibuan (1996:412), mengatakan orang-bisnis terutama
wiraswastawan-manajer, relatif lebih termotivasi prestasi dibandingkan dengan
kolompok lainnya, dalam masyarakat. Ia mengemukakan bahwa para pengejar
prestasi (achieverrs) ini mempunyai kualitas sebagai berikut: (1) menyukai situasi
aman mereka bertanggung jawab pribadi untuk memecahkan masalah-masalah; (2) cenderung menetapkan
sasaran prestasi yang moderat dan mengambil resiko yang telah diperhitungkan; (3) menginginkan umpan
balik yang konkrit tentang hasil pekerjaan mereka. Individu dengan motivasi
berprestasi yang tinggi itu cenderung mengambil resiko yang sedang-sedang
(moderate) saja dripada mengadu untung atas situasi dengan kemungkinan imbalan
yang tinggi, tetapi kemungkinan kegagalan juga besar, Ini tampaknya secara
intuitif berguna. Sipengejar prestasi (achiever) itu tertarik pada
rangkaian sukses yang konsisten dan tidak ingin menodai rekornya dengan suatu
kegagalan total.
Jadi teori Mc. Clelland menyatakan bahwa
ada tiga tipe dasar kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan untuk prestasi (need
for Achievement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation),
dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Kepala Sekolah dalam
memotivasi para guru hendaknya dapat menyediakan peralatan, menciptakan
lingkungan sekolah yang baik, memberikan kesempatan guru untuk mengembangkan
karir, sehingga memungkinkan guru untuk meningkatkan semangat kerjanya untuk
mencapai n Ach, n Af, dan n Pow yang
diinginkan, yang merupakan daya penggerak untuk memotivasi guru dan staf tatusaha
dalam mengarahkan semua potensi yang dimilikinya.
Guru sebagai manusia pekerja juga
memerlukan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dikembangkan oleh Maslow,
Herzberg dan Mc. Clelland, sebagai sumber motivasi dalam rangka meningkatkan
semangat mengajarnya. Namun yang paling penting bagi seorang guru adalah
motivasi yang dimulai dari dalam dirinya sendiri (motivasi instrinsik), sesuai
dengan pendapat G.R Terry dalam Winardi (1971:167), bahwa; “Motivasi yang
paling berhasil adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan.
Keinginan atau dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan
bukanlah dari orang lain dalam bentuk kekuatan dari luar”.
Guru memerlukan motivasi-motivasi yang
berasal dari luar dirinya yang tentu saja sangat perlu diperhatikan oleh
manajer atau Kepala Sekolah. Namun demikian dalam motivasi dimulai dari dalam
diri guru itu sendiri. Dorongan dari dalam diri sendiri akan lebih berhasil daripada
dorongan dari luar. Sebagaimana E. J. Donal dalam Komaruddin (1983:100) membagi
motivasi dalam dua jenis:
1) Motivasi intrinsik
adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang.
Motivasi ini sering disebut “motivasi
murni” misalnya, kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan akan perasaan
diterima.
2) Motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang datang dari luar diri seseorang. Misalnya,
kenaikan
pangkat, pujian, hadiah dan sebagainya.
Manullang (1998: 130), mendefinisikan
motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari perasaan puas dalam
melaksanakan pekerjaan sendiri. Ia merupakan bagian yang langsung dari
kandungan kerja. Oleh sebab itu, motivasi intrinsik datang dari dalam diri
individu. Sedang motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada kaitannya dengan
imbalan atau maslahat yang diterima seseorang sesudah melakukan pekerjaan. Oleh
karena itu, motivasi ekstrinsik timbul dari luar dirinya.
Jadi dari uraian tersebut dapat dikemukakan
bahwa yang dimaksud dengan motivasi kerja kepala sekolah adalah mengarahkan,
dan mendorong seorang guru untuk melakukan tindakan dan mengatasi segala
tantangan dan hambatan dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dengan demikian sebagai dimensi bentuk
yang dianggap paling efesien untuk menunjang kinerja guru adalah melalui
supervisi kepala sekolah dan motivasi kepala sekolah. Dengan motivasi ini bahwa
guru mempunyai semangat baik dari dalam diri maupun dari dorongan orang lain
untuk menuangkan potensinya. Bagaimana energy dilepaskan dan digunakan
tergantung pada kekuatan dorongan motivasi kerja, situasi dan peluang yang
tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh guru karena didorong oleh tiga dimensi
dan indikator-indikator motivasi kerja yang dikembangkan dan dikemukakan oleh
Mc.Clelland’s dalam Hasibuan (2000:149-167) berikut:
1)
Motif : (1) upah yang adil; (2) kesempatan untuk
maju atau promosi; (3)
pengakuan sebagai individu; (4)
keamanan bekerja; (5)
tempat kerja yang nyaman; (6)
penerimaan oleh kelompok; (7)
perlakuan yang wajar; (8)
pengakuan atas prestasi.
2)
Harapan : (1) kondisi kerja yang
baik; (2) perasaan ikut
terlibat; (3)
pendisiplinan yang bijaksana; (4)
penghargaan penuh atas penyelesaian pekerjaan; (5) loyalitas pimpinan terhadap guru; (6) pemahaman yang
simpatik atas persoalan-persoalan pribadi.
3. Insentif : (1) intrinsik berupa
penyelesaian dan prestasi/pencapaian; (2)
ekstrisnsik berupa finasial (gaji dan upah, tunjangan), antar pribadi dan promosi.
0 Komentar Tog Bhe Maseh: