Kecerdasan Emosional

08.31 URAY ISKANDAR 0 Comments




1.    Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Gardner dalam Kuswana (2011:171) mendefinisikan kecerdasan adalah “potensi biopsychological untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam pengaturan budaya untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam suatu budaya.”

Selanjutnya menurut Sternberg.R.J (2008:453) Intelegensi atau kecerdasan adalah kapasitas untuk belajar dari pengalaman dengan menggunakan proses-proses metakognitif dalam upayanya meningkatkan pembelajaran, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Sedangkan menurut Mayer, Salovey, & Caruso dalam Sternberg.R.J (2008:453) mendefinisikan kecerdasan emosi adalah “kemampuan untuk mengekspresikan emosi, kemampu-an untuk mengasimilasikan emosi dengan pikiran, pemahaman dan rasio, dan kemampuan untuk mengatur emosi dalam diri sendiri dan orang lain”.

Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak atau hasil yang positif terhadap kita ataupun orang lain. Menurut Golleman (2015: 57) kecerdasan emosional bukanlah keterampilan-keterampilan yang saling bertentangan, melainkan keterampilan yang sedikit terpisah. Untuk mengendalikan emosi sehingga mempunyai dampak terhadap pekerjaan, kecerdasan emosional dapat dibagi kepada empat cabang yaitu: pengelolaan dan pengaturan emosi, pengertian dan pertimbangan mengenai emosi, dasar penerimaan pengalaman emosional, dan perasaan dan penilaian emosi.

Kecerdasan Emosional mengungkapkan aktivitas yang berbeda dalam otak. Kecerdasan intelektual didasarkan pada kerja neokorteks, lapisan dalam evolusi berkembang paling akhir di bagian atas otak. Sedangkan pusat-pusat emosional berada di bagian otak yang lebih dalam, dalam subkorteks yang secara evolusi lebih kuno; kecerdasan emosional dipengaruhi oleh kerja pusat-pusat intelektual.

Mitch Anthony (2004:29) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah masalah mengenali diri sendiri, mengenali orang-orang yang ada disekeliling kita, dan mengenali penyesuaian yang perlu dilakukan.

 Hamzah B. Uno (2012:68) menyatakan kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdoá.

Kemudian Woolfolk (2009:154) mengemukakan bahwa keterampilan yang telibat dalam kompetensi emosional yaitu individu yang kompoten secara emosional menyadari emosi-emosinya dan perasaan orang lain, menyadari bahwa emosi batin dapat berbeda dengan eksperesi ke luar. Mereka dapat mengekpre-sikan dan membicarakan emosi-emosi dengan cara-cara yang sesuai dengan kelompok kulturnya, dapat merasakan empati atas orang lain yang mengalami distres dan mengatasi emosi-emosi distresnya, sanggup untuk menanggulangi stres. Individu yang kompoten secara emosional mengetahui bahwa hubungan sebagian ditentukan oleh bagaimana emosi dapat dikomunikasikan .

Semua keterampilan bergabung untuk menghasilkan sebuah kapasitas untuk efikasi diri emosional. Hal demikian sejalan dengan pemikiran yang mengkaji kecerdasan emosional hanya dari dua sisi, pertama, peningkatan kecerdasan emosional melalui pengembangan kesadaran diri, mengatur emosi dan motivasi diri, kedua, menggunakan kecerdasan emosional untuk berhubungan dengan orang lain seperti: klient, teman sekerja, manajer dan pelanggan .

Menurut Cooper, dalam Sakdanur (2005:48) kecerdasan emosional merupakan faktor sukses menentukan dalam karier dan organisasi, termasuk: (1) membuat keputusan (2) kepemimpinan (3) terobosan teknis dan strategis (4) komunikasi yang terbuka dan jujur (5) teamwork dan hubungan saling percaya (6) loyalitas konsumen (7 ) kreafitas dan inovasi .

Dengan kesadaran emosi orang akan: (1) tahu emosi mana yang sedang mereka rasakan dan mengapa demikian (2) menyadari keterikatan antara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan, perbuat, dan katakan (3) mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi kinerja (4) mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran

Berdasarkan pendapat diatas dapat disintesiskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengekspresikan emosi, kemampuan untuk mengasimilasikan emosi dengan pikiran, pemahaman dan rasio, dan kemampuan untuk mengatur emosi dalam diri sendiri dan orang lain.

Feist Gregory J dan Rosenberg Erika L (2010:431) menyatakan emotions emerge from our interactions with the word around us. They are triggered by situations that are relevant to our personal goals, physical safety, or well-being. Because emotions stem from situations that are important to us, they reveal much about what makes us tick. Definisi tersebut mengatakan Emosi muncul dari interaksi kita dengan kata di sekitar kita. Mereka dipicu oleh situasi yang relevan dengan tujuan pribadi kita, keselamatan fisik, atau kesejahteraan. Karena emosi berasal dari situasi yang penting bagi kami, mereka mengungkapkan banyak tentang apa yang membuat kita nyaman.

 Lahey Benjamin B (2009:360) mengungkapkan emotions positive or negative feelings generally in reaction to styimuli that are accompanied by physiological arousal and related behavior. Definisi ini menyatakan Emosi positif atau perasaan negatif umumnya sebagai reaksi terhadap rangsangan yang disertai dengan gairah fisiologis dan perilaku yang terkait.

Agustian Ary Ginanjar (2007:280) mendefinisikan kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia.

Selanjutnya Sunarto dan Agung Hartono (2013:149) mengatakan emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi dapat juga dapat dikatakan sebagai emosi.

Akhir-akhir ini banyak dibahas konsep kecerdasan jamak atau multiple Intelegensi. Individu memiliki beberapa kecerdasan, dan kecerdasan-kecerdasan itu bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Gardner dalam Sukmadinata (2009:96) mendefinisikan  kecerdasan menjadi tujuh macam yaitu : (1) Intelegensi linguistik-verbal; (2) Kecerdasan matematis-logis; (3) Kecerdasan ruang-visual; (4) Kecerdasan kinestetik atau gerakan fisik; (5) Kecerdasan musik; (6) Kecerdasan hubungan sosial;(7) Kecerdasan kerohanian.

Orang yang cerdas cakap dalam berfikir melalui kata-kata, cakap untuk menghitung, merumuskan proposisi dan hipotesa serta memecahkan perhitungan matematis yang kompleks, mampu berfikir dalam ruang tiga dimensi seperti seorang pilot, cakap dalam melakukan gerakan dan keterampilan kecekatan fisik, kecakapan dalam menghasilkan dan menghargai musik, kecakapan memahami dan merespons serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat dan cakap dalam memahami kehidupan emosional.

Gadner dalam Goleman (1999:52) mendefinisikan kecerdasan anatarpribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain: apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja bahu-membahu dengan mereka. Kecer-dasan intrapribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah kedalam diri.

Apabila diperhatikan definisi yang dikemukakan para ahli di atas, maka pada hakikatnya kajian kecerdasan emosional adalah berkaitan dengan bagaimana menggunakan kemampuan emosional untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri serta memahami orang lain, kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk  membantu pikiran, mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.



2.      Komponen Kecerdasan Emosional

Hakikat kecerdasan emosional dalam penelitian ini adalah kecenderungan perilaku seseorang dalam mengelola diri sendiri dan memahami orang lain sehingga dapat mengendalikan pemikiran dan perilaku dalam melaksanakan tugas, yang dapat ditunjukkan oleh keseringan memikirkan dan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengendalikan, memahami dan mengenali perasaan orang lain.

Hatch dan Gardner dalam Goleman (2015:163) mengidentifikasikan komponen-komponen kecerdasan antar pribadi yaitu:

a. mengorganisir kelompok

b. merundingkan pemecahan

c. hubungan pribadi dan

d. Analisis sosial.

Seseorang yang terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan lancar, peka membaca reaksi dan perasaan orang lain, mampu memimpin dan mengorganisir, dan pintar menangani masalah dan perselisihan. Pemimpin seperti ini sangat disukai oleh orang lain karena secara emosional mereka sangat menyenangkan dan membuat orang lain tentram. Seseorang yang sangat mengesankan dalam pergaulan sosial, misalnya cakap dalam mengen-dalikan emosi diri sendiri,  

Goleman dan Boyatzis (2004) membagi ke dalam empat komponen utama kecerdasan emosional, yaitu: (a) kesadaran diri, (b) pengelolaan diri, (c) kesadaran sosial, dan (d) pengelolaan relasi. Untuk jelasnya akan diuraikan secara ringkas indikator-indikator keempat kompetensi tersebut sebagai berikut:

a. Kesadaran Diri

Kepala sekolah yang sadar diri emosional bisa tegas dan otentik, mampu bicara terbuka tentang emosinya atau dengan keyakinan tentang visi yang membimbing mereka. Kepala sekolah yang memiliki penilaian diri yang akurat akan memiliki kesadaran diri yang tinggi baik kelemahan maupun kelebihannya, dan menunjukkan cita rasa humor tentang diri mereka sendiri. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi kesadaran diri tinggi memiliki ciri kepemimpinan yang berorientasi pada pemahaman kecerdasan diri-emosi, mampu menilai diri sendiri secara akurat, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Bagi kepala sekolah yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan mengetahui kemampuannya secara akurat yang memungkinkan mereka untuk menjalankan kepemimpinannya dengan baik, mereka percaya diri untuk dapat menerima tugas yang sulit.

b. Pengelolaan Diri

Kepala sekolah yang memiliki kendali diri emosi yang cerdas akan mampu menemukan cara-cara untuk mengelola emosi mereka yang sedang terganggu, dan menyalurkannya melalui cara-cara yang bermanfaat. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi pengelolaan diri secara efektif akan menampilkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pengendalian diri, memiliki transparansi, mampu menyesuaikan diri, berprestasi, dan penuh inisiatif. Memiliki ciri seperti ini akan nampak tetap tenang dan berpikiran jernih di bawah teka-nan tinggi atau selama menghadapi krisis dan situasi yang menguji ketaha-nannya. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi pengelolaan diri yang baik, sudah pasti prestasi sekolahnya akan tinggi yang mendorong mereka untuk terus mencari perbaikan kinerja bersama guru-gurunya. Mereka berpikiran pragmatis, menetapkan tujuan yang terukur tetapi menantang, dan mampu memperhitungkan resiko sehingga tujuan-tujuan mereka layak untuk dicapai. Faktor inisiatif juga sangat penting bagi kepala sekolah yang memiliki kepekaan akan keberhasilan. Kepala sekolah yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri akan bisa menghadapi berbagai tuntutan tanpa kehilangan fokus dan energi mereka, dan tetap nyaman dengan situasi-situasi yang tidak terhindarkan dalam kehidupan sekolah. Mereka akan fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan tantangan baru, cekatan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan yang cepat, dan berpikiran gesit ketika menghadapi realita baru. Sifat optimisme harus dimiliki agar bisa bertahan dengan kritikan, melihat kesempatan, bukan sebagai ancaman, di dalam kesulitan.

c. Kesadaran Sosial

Kepala sekolah yang memiliki empati akan mampu mendengarkan berbagai tanda emosi, membiarkan dirinya merasakan emosi yang dirasakan oleh guru dan staf, tetapi tidak diutarakan pada guru lain. Selain itu, mereka mau mendengarkan dengan cermat dan bisa menangkap sudut pandang guru dan staf.  Bagi kepala sekolah yang memiliki kecerdasan kesadaran sosial yang tinggi akan memberikan pelayanan yang baik untuk menciptakan iklim emosi yang membuat guru-guru akan memberikan pelayanan pembelajaran yang sejuk dan mencerdaskan. Selain itu, akan mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan (peserta didik) dan orang tua sesuai kebutuhannya. Kesadaran sosial mencakup sifat empati, kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawab di sekolah, serta kompetensi pelayanan yang tinggi. Dengan sifat empati akan membuat kepala sekolah bisa menjalin relasi dengan seluruh stakeholder sekolah dan masyarakat pada umumnya.

d. Pengelolaan Relasi

Kepala sekolah harus mengangkat konflik kepermukaan, mengakui perasaan dan pandangan dari semua pihak, kemudian mengarahkan ke arah tujuan sekolah. Kompetensi lain yang perlu dimiliki kepala sekolah dalam pengelolaan relasi secara efektif adalah bekerja secara tim dan kolaboratif. Kepala sekolah harus mampu bekerja secara tim dan bertindak sebagai motivator di da-lam tim untuk dapat menumbuhkan suasana kekerabatan yang ramah dan mem-beri contoh, penghargaan, sikap dan bersedia membantu.

Pengelolaan relasi sangat penting dimiliki kepala sekolah dalam mewujudkan iklim sekolah yang kondusif. Pengelolaan relasi dalam kaitannya dengan kepemimpinan pendidikan mencakup inspirasi, pengaruh, bimbingan untuk mengembangkan guru dan staf dituntut bertindak sebagai katalisator perubahan, serta mampu mengelola konflik dan menekankan pada kerja tim dan kolaborasi. Kepala sekolah juga dituntut memiliki sifat sebagai katalisator perubahan jika ingin mewujudkan iklim sekolah yang kondusif. Hal ini penting sebab kepala sekolah harus mengenali kebutuhan tentang inovasi di sekolah, menentang status quo, dan membuat aturan baru. Di samping itu, bisa bertindak sebagai penasihat terhadap inovasi dan menemukan cara-cara yang praktis untuk mengatasi hambatan terhadap perubahan. Kepala sekolah yang mahir mempengaruhi akan memiliki kemampuan membujuk dan melibatkan ketika menghadapi kelompok dan individu guru. Mengembangkan guru-guru juga merupakan salah satu aspek penting kecerdasan emosi, sebab kepala sekolah yang memiliki kemampuan mengembangkan gurunya tentunya menunjukkan keikhlasan yang murni pada mereka yang dibantunya, memahami tujuan-tujuan, kekuatan serta kelemahan mereka. Di samping itu, mereka harus meluangkan waktunya untuk menumbuhkan dan mempererat silaturahmi dengan guru sehingga menunjukkan kehangatan dan ketenangan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Shapiro (1997:4) mengemukakan: ”keuletan, optimisme, motivasi diri dan antusiasme merupakan bagian dari kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi menurut beliau menjadi lima aspek yaitu: (a) mengenali emosi diri, (b) mengelola emosi, (c) memotivasi diri sendiri, (d) mengenali emosi orang lain, dan (e) membina hubungan.

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yaitu memiliki kemampuan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, yakni kesadaran seseorang akan emosi sendiri,  mampu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu., memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, mampu untuk mengendalikan amarah, memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri, serta mempunyai perasaan empativasi yang positif, mampu untuk mengenali emosi orang lain yang disebut juga dengan empati, peka terhadap persaan orang lain, mampu dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi.

Mengacu pada pendapat yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan pengertian kecerdasan emosi sebagai kemampuan kepala sekolah memahami dan menyadari emosi diri sendiri, mengelola dan memotivasi diri sendiri, kesadaran sosial dan menjalin relasi (hubungan) dengan guru dan warga sekolah lainnya guna mendukung terwujudnya lingkungan kerja yang kondusif.

 Berdasarkan pendapat para pakar diatas dapatlah disimpulkan  tentang komponen- komponen  kecerdasan emosional adalah sebagai berikut: kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan pengelolaan relasi, mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.

You Might Also Like

0 Komentar Tog Bhe Maseh: