Kecerdasan Emosional
1.
Pengertian Kecerdasan
Emosional
Menurut
Gardner dalam Kuswana (2011:171) mendefinisikan kecerdasan adalah “potensi
biopsychological untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam
pengaturan budaya untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang
bernilai dalam suatu budaya.”
Selanjutnya menurut Sternberg.R.J (2008:453) Intelegensi atau kecerdasan adalah kapasitas untuk belajar dari
pengalaman dengan menggunakan proses-proses metakognitif dalam upayanya meningkatkan pembelajaran, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekitar. Sedangkan menurut Mayer, Salovey, & Caruso dalam Sternberg.R.J (2008:453) mendefinisikan kecerdasan emosi adalah “kemampuan untuk
mengekspresikan emosi, kemampu-an untuk mengasimilasikan emosi dengan pikiran,
pemahaman dan rasio, dan kemampuan untuk mengatur emosi dalam diri sendiri dan
orang lain”.
Kecerdasan
emosional merupakan suatu kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan
dampak atau hasil yang positif terhadap kita ataupun orang lain. Menurut Golleman
(2015: 57) kecerdasan emosional bukanlah keterampilan-keterampilan yang saling
bertentangan, melainkan keterampilan yang sedikit terpisah. Untuk mengendalikan
emosi sehingga mempunyai dampak terhadap pekerjaan, kecerdasan emosional dapat
dibagi kepada empat cabang yaitu: pengelolaan dan pengaturan emosi, pengertian
dan pertimbangan mengenai emosi, dasar penerimaan pengalaman emosional, dan perasaan dan
penilaian emosi.
Kecerdasan Emosional mengungkapkan aktivitas yang
berbeda dalam otak. Kecerdasan intelektual didasarkan pada kerja neokorteks,
lapisan dalam evolusi berkembang paling akhir di bagian atas otak. Sedangkan
pusat-pusat emosional berada di bagian otak yang lebih dalam, dalam subkorteks
yang secara evolusi lebih kuno; kecerdasan emosional dipengaruhi oleh kerja
pusat-pusat intelektual.
Mitch Anthony (2004:29) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah masalah
mengenali diri sendiri, mengenali orang-orang yang ada disekeliling kita, dan
mengenali penyesuaian yang perlu dilakukan.
Hamzah B. Uno
(2012:68) menyatakan kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan
dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar
beban stres
tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdoá.
Kemudian Woolfolk
(2009:154) mengemukakan
bahwa keterampilan yang telibat dalam kompetensi emosional yaitu individu yang
kompoten secara emosional menyadari emosi-emosinya dan perasaan orang lain,
menyadari bahwa emosi batin dapat berbeda dengan eksperesi ke luar. Mereka
dapat mengekpre-sikan dan membicarakan emosi-emosi dengan cara-cara yang sesuai
dengan kelompok kulturnya, dapat merasakan empati atas orang lain yang
mengalami distres dan mengatasi emosi-emosi distresnya, sanggup untuk
menanggulangi stres. Individu yang kompoten secara emosional mengetahui bahwa
hubungan sebagian ditentukan oleh bagaimana emosi dapat dikomunikasikan .
Semua keterampilan bergabung untuk menghasilkan sebuah
kapasitas untuk efikasi diri emosional. Hal demikian sejalan
dengan pemikiran yang mengkaji kecerdasan emosional hanya dari dua sisi, pertama,
peningkatan kecerdasan emosional melalui pengembangan kesadaran diri,
mengatur emosi dan motivasi diri, kedua, menggunakan kecerdasan
emosional untuk berhubungan dengan orang lain seperti: klient, teman sekerja,
manajer dan pelanggan .
Menurut Cooper, dalam Sakdanur (2005:48) kecerdasan
emosional merupakan faktor sukses menentukan dalam karier dan organisasi, termasuk:
(1) membuat keputusan (2) kepemimpinan (3) terobosan teknis dan strategis (4)
komunikasi yang terbuka dan jujur (5) teamwork dan hubungan saling percaya (6)
loyalitas konsumen (7 ) kreafitas dan inovasi .
Dengan kesadaran emosi orang akan: (1) tahu emosi mana
yang sedang mereka rasakan dan mengapa demikian (2) menyadari keterikatan
antara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan, perbuat, dan katakan (3)
mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi kinerja (4) mempunyai
kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran
Berdasarkan pendapat diatas dapat
disintesiskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
untuk mengekspresikan emosi, kemampuan untuk mengasimilasikan emosi dengan
pikiran, pemahaman dan rasio, dan kemampuan untuk mengatur emosi dalam diri
sendiri dan orang lain.
Feist Gregory
J dan Rosenberg Erika L (2010:431) menyatakan emotions emerge from
our interactions with the word around us. They are triggered by situations that
are relevant to our personal goals, physical safety, or well-being. Because
emotions stem from situations that are important to us, they reveal much about
what makes us tick. Definisi tersebut mengatakan Emosi muncul dari interaksi kita dengan kata di sekitar
kita. Mereka dipicu oleh situasi yang relevan dengan tujuan pribadi kita, keselamatan
fisik, atau kesejahteraan. Karena emosi berasal dari situasi yang penting bagi
kami, mereka mengungkapkan banyak tentang apa yang membuat kita nyaman.
Lahey Benjamin B (2009:360) mengungkapkan
emotions positive or negative feelings
generally in reaction to styimuli that are accompanied by physiological arousal
and related behavior. Definisi ini menyatakan Emosi positif atau perasaan
negatif umumnya sebagai reaksi terhadap rangsangan yang disertai dengan gairah
fisiologis dan perilaku yang terkait.
Agustian Ary Ginanjar
(2007:280) mendefinisikan
kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami secara efektif menerapkan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh
manusia.
Selanjutnya Sunarto dan
Agung Hartono (2013:149) mengatakan emosi dan perasaan merupakan suatu gejala
emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas
batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan,
tetapi dapat juga dapat dikatakan sebagai emosi.
Akhir-akhir ini banyak dibahas konsep kecerdasan jamak
atau multiple Intelegensi. Individu
memiliki beberapa kecerdasan, dan kecerdasan-kecerdasan itu bergabung menjadi
satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Gardner dalam Sukmadinata (2009:96)
mendefinisikan kecerdasan menjadi tujuh
macam yaitu : (1) Intelegensi linguistik-verbal; (2) Kecerdasan
matematis-logis; (3) Kecerdasan ruang-visual; (4) Kecerdasan kinestetik atau
gerakan fisik; (5) Kecerdasan musik; (6) Kecerdasan hubungan sosial;(7)
Kecerdasan kerohanian.
Orang yang cerdas cakap dalam berfikir melalui
kata-kata, cakap untuk menghitung, merumuskan proposisi dan hipotesa serta
memecahkan perhitungan matematis yang kompleks, mampu berfikir dalam ruang tiga
dimensi seperti seorang pilot, cakap dalam melakukan gerakan dan keterampilan
kecekatan fisik, kecakapan dalam menghasilkan dan menghargai musik, kecakapan
memahami dan merespons serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat dan cakap
dalam memahami kehidupan emosional.
Gadner dalam Goleman (1999:52)
mendefinisikan kecerdasan anatarpribadi
adalah kemampuan untuk memahami orang lain: apa yang memotivasi mereka,
bagaimana mereka bekerja bahu-membahu dengan mereka. Kecer-dasan intrapribadi adalah
kemampuan yang korelatif, tetapi terarah kedalam diri.
Apabila diperhatikan definisi yang dikemukakan para ahli
di atas, maka pada hakikatnya kajian kecerdasan emosional adalah berkaitan
dengan bagaimana menggunakan kemampuan emosional untuk mengenal dan
mengendalikan diri sendiri serta
memahami orang lain, kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan
membangkitkan perasaan untuk membantu
pikiran, mengendalikan perasaan
secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.
2.
Komponen Kecerdasan Emosional
Hakikat kecerdasan
emosional dalam penelitian ini adalah kecenderungan perilaku seseorang dalam
mengelola diri sendiri dan memahami orang lain sehingga dapat mengendalikan
pemikiran dan perilaku dalam melaksanakan tugas, yang dapat ditunjukkan oleh
keseringan memikirkan dan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengendalikan,
memahami dan mengenali perasaan orang lain.
Hatch dan
Gardner dalam Goleman (2015:163) mengidentifikasikan komponen-komponen kecerdasan
antar pribadi yaitu:
a. mengorganisir
kelompok
b. merundingkan
pemecahan
c. hubungan pribadi
dan
d. Analisis sosial.
Seseorang yang
terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain
dengan lancar, peka membaca reaksi dan perasaan orang lain, mampu memimpin dan
mengorganisir, dan pintar menangani masalah dan perselisihan. Pemimpin seperti ini
sangat disukai oleh orang lain karena secara emosional mereka sangat
menyenangkan dan membuat orang lain tentram. Seseorang yang sangat mengesankan
dalam pergaulan sosial, misalnya cakap dalam mengen-dalikan emosi diri
sendiri,
Goleman
dan Boyatzis (2004) membagi ke dalam empat komponen
utama kecerdasan emosional, yaitu: (a) kesadaran diri, (b) pengelolaan diri, (c) kesadaran
sosial, dan (d) pengelolaan relasi. Untuk jelasnya akan diuraikan secara
ringkas indikator-indikator keempat kompetensi tersebut sebagai berikut:
a. Kesadaran Diri
Kepala sekolah yang
sadar diri emosional bisa tegas dan otentik, mampu bicara terbuka tentang
emosinya atau dengan keyakinan tentang visi yang membimbing mereka. Kepala
sekolah yang memiliki penilaian diri yang akurat akan memiliki kesadaran diri
yang tinggi baik kelemahan maupun kelebihannya, dan menunjukkan cita rasa humor
tentang diri mereka sendiri. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi kesadaran
diri tinggi memiliki ciri kepemimpinan yang berorientasi pada pemahaman
kecerdasan diri-emosi, mampu menilai diri sendiri secara akurat, dan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi. Bagi kepala sekolah yang memiliki kepercayaan
diri yang tinggi akan mengetahui kemampuannya secara akurat yang memungkinkan
mereka untuk menjalankan kepemimpinannya dengan baik, mereka percaya diri untuk
dapat menerima tugas yang sulit.
b.
Pengelolaan Diri
Kepala sekolah yang
memiliki kendali diri emosi yang cerdas akan mampu menemukan cara-cara untuk
mengelola emosi mereka yang sedang terganggu, dan menyalurkannya melalui
cara-cara yang bermanfaat. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi pengelolaan
diri secara efektif akan menampilkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
pengendalian diri, memiliki transparansi, mampu menyesuaikan diri,
berprestasi, dan penuh inisiatif.
Memiliki ciri seperti ini akan nampak tetap tenang dan berpikiran jernih di
bawah teka-nan tinggi atau selama menghadapi krisis dan situasi yang menguji
ketaha-nannya. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi pengelolaan diri yang
baik, sudah pasti prestasi sekolahnya akan tinggi yang mendorong mereka untuk
terus mencari perbaikan kinerja bersama guru-gurunya. Mereka berpikiran
pragmatis, menetapkan tujuan yang terukur tetapi menantang, dan mampu
memperhitungkan resiko sehingga tujuan-tujuan mereka layak untuk dicapai.
Faktor inisiatif juga sangat penting bagi kepala sekolah yang memiliki kepekaan
akan keberhasilan. Kepala
sekolah yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri akan bisa menghadapi berbagai
tuntutan tanpa kehilangan fokus dan energi mereka, dan tetap nyaman dengan
situasi-situasi yang tidak terhindarkan dalam kehidupan sekolah. Mereka akan
fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan tantangan baru, cekatan dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan yang cepat, dan berpikiran gesit ketika menghadapi realita baru.
Sifat optimisme harus dimiliki agar bisa bertahan dengan kritikan, melihat
kesempatan, bukan sebagai ancaman, di dalam kesulitan.
c.
Kesadaran Sosial
Kepala sekolah yang
memiliki empati akan mampu mendengarkan berbagai tanda emosi, membiarkan
dirinya merasakan emosi yang dirasakan oleh guru dan staf, tetapi tidak
diutarakan pada guru lain. Selain itu, mereka mau mendengarkan dengan cermat
dan bisa menangkap sudut pandang guru dan staf.
Bagi kepala sekolah yang memiliki kecerdasan kesadaran sosial yang
tinggi akan memberikan pelayanan yang baik untuk menciptakan iklim emosi yang
membuat guru-guru akan memberikan pelayanan pembelajaran yang sejuk dan
mencerdaskan. Selain itu, akan mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan
(peserta didik) dan orang tua sesuai kebutuhannya. Kesadaran sosial mencakup
sifat empati, kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawab di sekolah, serta
kompetensi pelayanan yang tinggi. Dengan sifat empati akan membuat kepala
sekolah bisa menjalin relasi dengan seluruh stakeholder sekolah dan
masyarakat pada umumnya.
d.
Pengelolaan Relasi
Kepala sekolah harus
mengangkat konflik kepermukaan, mengakui perasaan dan pandangan dari semua
pihak, kemudian mengarahkan ke arah tujuan sekolah. Kompetensi lain yang perlu
dimiliki kepala sekolah dalam pengelolaan relasi secara efektif adalah bekerja
secara tim dan kolaboratif. Kepala sekolah harus mampu bekerja secara tim dan
bertindak sebagai motivator di da-lam tim untuk dapat menumbuhkan suasana
kekerabatan yang ramah dan mem-beri contoh, penghargaan, sikap dan bersedia
membantu.
Pengelolaan relasi
sangat penting dimiliki kepala sekolah dalam mewujudkan iklim sekolah yang
kondusif. Pengelolaan relasi dalam kaitannya dengan kepemimpinan pendidikan
mencakup inspirasi, pengaruh, bimbingan untuk mengembangkan guru dan staf
dituntut bertindak sebagai katalisator perubahan, serta mampu mengelola konflik
dan menekankan pada kerja tim dan kolaborasi. Kepala sekolah juga dituntut
memiliki sifat sebagai katalisator perubahan jika ingin mewujudkan iklim
sekolah yang kondusif. Hal ini penting sebab kepala sekolah harus mengenali
kebutuhan tentang inovasi di sekolah, menentang status quo, dan membuat aturan baru. Di samping itu, bisa bertindak
sebagai penasihat terhadap inovasi dan menemukan cara-cara yang praktis untuk
mengatasi hambatan terhadap perubahan. Kepala sekolah yang mahir mempengaruhi
akan memiliki kemampuan membujuk dan melibatkan ketika menghadapi kelompok dan
individu guru. Mengembangkan guru-guru juga merupakan salah satu aspek penting
kecerdasan emosi, sebab kepala sekolah yang memiliki kemampuan mengembangkan gurunya
tentunya menunjukkan keikhlasan yang murni pada mereka yang dibantunya,
memahami tujuan-tujuan, kekuatan serta kelemahan mereka. Di samping itu, mereka
harus meluangkan waktunya untuk menumbuhkan dan mempererat silaturahmi dengan
guru sehingga menunjukkan kehangatan dan ketenangan dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran.
Shapiro
(1997:4) mengemukakan: ”keuletan, optimisme, motivasi
diri dan antusiasme merupakan bagian dari kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi menurut beliau menjadi
lima aspek yaitu: (a) mengenali emosi diri, (b) mengelola emosi, (c) memotivasi diri sendiri, (d) mengenali emosi orang lain, dan (e) membina hubungan.
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yaitu
memiliki kemampuan mengenali perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi, yakni kesadaran seseorang akan
emosi sendiri, mampu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras,
sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu., memiliki ketekunan untuk menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, mampu untuk mengendalikan
amarah, memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri, serta mempunyai perasaan empativasi
yang positif, mampu untuk mengenali emosi orang lain yang disebut juga dengan
empati, peka terhadap persaan orang lain, mampu dalam membina hubungan
merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
keberhasilan antar pribadi.
Mengacu pada pendapat
yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan pengertian kecerdasan emosi sebagai
kemampuan kepala sekolah memahami dan menyadari emosi diri sendiri, mengelola
dan memotivasi diri sendiri, kesadaran sosial dan menjalin relasi (hubungan)
dengan guru dan warga sekolah lainnya guna mendukung terwujudnya lingkungan
kerja yang kondusif.
Berdasarkan
pendapat para pakar diatas dapatlah disimpulkan tentang komponen- komponen kecerdasan emosional adalah sebagai berikut: kesadaran diri,
pengelolaan diri, kesadaran sosial dan pengelolaan relasi, mengenali emosi
diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan.
0 Komentar Tog Bhe Maseh: